Senin, 22 Desember 2014

Selamat Hari Ibu

Ibu, hari ini orang-orang menyebutnya sebagai hari ibu. Hari ini adalah hari istimewanya para ibu.
Hari ini aku juga meneleponmu untuk mengucapkan selamat hari ibu. Sebenarnya aku enggan melakukannya karena bagiku setiap hariku itu untukmu bu. Tapi supaya kompak dengan teman-teman satu negara jadi aku mengikutinya.
Tidak ada perayaan khusus hari ini bu. Kalau untuk cinta, setiap saat aku mencintaimu bu dan setiap hari selalu bertambah rasa sayangku untukmu. Kalau untuk rindu, aku mudah merindu, aku tak bisa terlalu jauh darimu dan tak bisa lama-lama tanpamu. Kalau untuk doa, setiap aku bersimpuh, setiap aku mengingat Allah aku juga turut menyertakan namamu. Kalau untuk membahagiakanmu, menjadi putri yang selalu berbakti kata ibu itu lebih dari apapun. Kalau untuk hadiah ibu selalu menyebut bahwa kehadiranku adalah hadiah terbesar dalam hidup ibu sehingga ibu tidak menginginkan apapun lagi dalam hidup ini.
Ibu, terima kasih sudah merawatku dengan lembut. Terima kasih sudah melimpahiku dengan kasih sayang. Terima kasih sudah memelukku dalam kehangatan. Terima kasih sudah menuntun langkahku dalam kebaikan. Terima kasih untuk seluruh nafas yang kau pertaruhkan agar aku sampai di dunia ini. Terima kasih untuk seluruh hidupmu yang kau berikan untuk membuatku hidup dalam kebahagiaan. Terima kasih untuk semuanya, ibu. Tenanglah aku akan melakukan hal yang sama. Semoga ibu selalu berada dalam kesehatan, perlindungan dan rahmat-Nya. Semoga Allah menerima segala ketaatan dan kesabaran. Serta mengikis segala salah dan khilaf yang mungkin pernah ibu lakukan. Semoga Allah selalu menyayangi ibu sebagaimana ibu menyayangiku.
Selamat hari ibu.... aku bahagia terlahir dari rahimmu. Aku bahagia ditakdirkan menjadi putrimu. Terima kasih ibu. Aku menyayangimu.

Dengan cinta,

Putrimu yang selalu ingin dimanja

Jumat, 19 Desember 2014

Batasan Sang Mantan

Mungkin mencintai seseorang bisa dengan banyak cara. Kali ini tentang cinta yang masih ada pada hubungan yang telah berakhir. Dan jika kita berada pada posisi yang masih mencintai, itu akan menjadi hal yang sulit.

Saat seperti itu, kita pasti merasa kehilangan dan berharap hal-hal yang membuat kita rindu, bisa terulang kembali. Kita tidak bisa melepaskan diri begitu saja. Mungkin kita masih ingin mencari tau keadaannya, hidupnya yang sekarang dan lain sebagainya. Kita terlalu iba pada hati kita yang sedang susah. Mencoba mencari-cari obat penawarnya. Dan berfikir bahwa obatnya adalah kembali menjalin hubungan dengan cinta lalu kita. Kita mencoba menghubunginya. Mencoba dekat dengan berbagai cara. Tapi setiap orang memiliki pemikiran berbeda.

Ada seseorang yang masih mau berhubungan baik meski cinta salah satunya sudah hilang. Ada yang sudah membuang dengan bersih segala kenangan dan tidak mau berhubungan kembali dalam bentuk apapun. Ada yang biasa-biasa saja. Masih mau menjalin hubungan namun sekedarnya. Kadang bisa komunikasi dengan lancar. Kadang enggan berbagi dengan kita.

Tapi bagaimanapun, entah cinta lalu kita termasuk tipe yang mana. Jika kita memang masih mau menjalin hubungan baik dengannya, kita juga jangan sampai melupakan kehidupan pribadi masing-masing. Kita tidak perlu menghubunginya secara rutin seperti saat kita masih menjalin hubungan cinta. Karena keadaan sudah berbeda. Kita tidak tau apa yang terjadi dengannya. Mungkin dia sedang sibuk menjalani kehidupan barunya. Atau mungkin dia sedang tidak ingin diganggu oleh kita. Mungkin dia sedang lebih membutuhkan perhatian orang lain dibanding perhatian kita. Kita memang berniat baik untuk tetap menjaga tali persaudaraan, namun kita juga harus pandai menghargai kehidupan masing-masing.

#Tulisan ini hanya menurutku sendiri. Atau mungkin ini curahan hati dalam menghadapi cinta lalu yang belum tau batasan privasi orang lain... ya ampun kelepasan ngomong.... :D
Ok.. apapun yang aku tulis, intinya semoga yang membaca tau tentang beberapa kondisi pasca putusnya hubungan cinta. Demikian daripada tambah ngelantur. Terima kasih dan jangan lupa tersenyum :) :)

Rabu, 17 Desember 2014

Aku Sedang Rindu Ayah

Sejak ayah tak lagi menggendongku, mulai saat itu aku berusaha jalan sendiri. Tak peduli selelah apapun aku. Karena pasti ayah jauh lebih lelah menanggung hidupku, yang jauh lebih berat dari badanku. Ditambah lagi usia ayah yang semakin bertambah. Dan sayangnya kekuatan tubuh ayah berbanding terbalik dengan usia. Semakin bertambah usia ayah semakin berkurang kekuatan ayah.
Sejak ayah tak lagi memintaku duduk dipangkuan ayah dan menceritakan dongeng-dongeng pada zaman dahulu, sejak saat itu aku mencari ceritaku sendiri. Aku tau ayah butuh menenagkan diri setelah seharian sibuk bekerja. Mengistirahatkan pikiran ayah. Tanpa kupaksa untuk mengingat jalan cerita yang kadang atau sering ayah lupakan. Dan aku maklum, terlalu banyak yang ayah harus pikirkan.
Sejak ayah tak mengantarku lagi pergi ke sekolah karena ayah harus pergi jauh, sejak saat itu aku memberanikan diriku. Tak peduli hujan deras yang bisa saja membuat sungai banjir, memutuskan jembatan, menumbangkan pepohonan atau membuat tanah longsor. Tak kuhiraukan panas yang menyengat di tengah hari dan aku harus berjalan di tengah-tengah persawahan tanpa keteduhan. Tapi untuk membuat ayah bahagia dan menebus segala susah senang ayah di pulau sebrang sana, yang ayah niatkan untuk membuatku hidup dengan baik maka akupun akan melakukan hal yang sama.
Sejak ayah tak lagi menciumku saat menjelang tidur, sejak saat itu aku berusaha untuk menjadi gadis dewasa. Aku paksakan batinku untuk memahami keadaan ayah disana. Kuhilangkan keinginan untuk membawa ayah pulang. Kuabaikan permintaan-permintaan naluri anak kecil yang butuh kasih sayang ayahnya. Kubantah segala kerinduan yang meminta ayah untuk datang. Bukan karena aku sudah tidak sayang ayah. Tapi sekali lagi ayah, karena aku sudah berusaha dewasa. Barangkali membiarkan ayah disana akan membuat ayah, bahagia.

Dari putrimu yang kini berusia 21 tahun dan tak dapat tidur sampai tengah malam dan entah karena apa. Aku tidak kebanyakan minum kopi ayah. Tapi entah kenapa aku terus terjaga. Mungkin ada sesuatu yang sedang kupikirkan. Mungkin aku sedang ingin dinina bobokkan oleh ayah. Atau, aku sedang rindu ayah.

Selasa, 16 Desember 2014

Hujan Sore Ini

Hujan sore ini mengingatkanku pada pohon rambutan yang dihiasi banyak bunga. Sebentar lagi pasti setiap dahannya akan sedikit condong kebawah menahan beban buah yang bergerumbul warna merah. Aku akan senang sekali melihatnya. Aku akan segera bersiap untuk memanjat dan memanennya dengan tanganku sendiri.

Lalu kamu mematahkan harapanku.

Kamu kembali mengingatkan bahwa aku ini takut ketinggian. Aku juga takut pada ulat.

Tapi bukankah aku tidak akan menjadi berani sebelum aku berhasil mengalahkan takutku?

Dan kamu bilang aku tidak perlu berusaha menjadi berani untuk hal-hal yang tidak seharusnya. Kamu bilang memanjat pohon bukan pekerjaan wanita. Katamu aku tidak perlu kebanyakan tingkah, seharusnya aku diam di dalam rumah. Menonton drama dan menikmati keripik kentang yang kau bawa.

Kamu bilang ada hal lebih besar yang patut untuk ditakuti. Aku harus menyimpan tenaga yang mau kugunakan untuk belajar berani itu pada saat yang tepat.

Dan saat inilah akan kugunakan. Aku berjalan sendiri, kau telah meninggalkanku. Aku berjalan pelan membawa nasehat-nasehatmu. Aku melewati keadaan yang terlalu menghimpit, situasi yang sangat menakutkan dan berbagai hal yang tidak menyenangkan. Ada yang harus kukatakan padamu, tenagaku hampir habis untuk mengumpulkan keberanian pada saat-saat seperti itu. Dan benar katamu saat dulu. Menyimpan tenagaku saat itu sangat tepat. Sekarang aku telah berhasil melewatinya. Aku juga sudah menertawai banyak hal selama pengembaraanku ini. Aku tertawa karena banyak tempat-tempat indah yang kutemui. Aku menemui banyak orang yang pada akhirnya mau ku sebut sebagai teman dan sahabat, bahkan keluarga. Aku juga pernah tertawa karena orang beda kota yang masuk rumah makan yang sama denganku, kamu tau apa yang dia lakukan?? Dia memesan es dawet di rumah makan padang. Sebenarnya aku ingin tertawa terpingkal. Bukan karena ketidaktauan pembeli itu. Tapi melihat ekspresi pelayan rumah makan itu. Akhirnya, dia disuguhi es teh. Mungkin itu cara menyenangkan hati orang lain.
Dan asal kamu tau, bahwa tertawa tanpamu itu sama sekali bukan kebahagiaan.

Maaf, seperti biasa, aku memang tidak bisa menyembunyikan banyak hal. Aku selalu ingin membagi hidupku denganmu. Bahkan ketika kau tidak disampingku. Saat ini aku hanya bisa menyimpannya dalam diaryku, berharap suatu saat kita bertemu dan kau akan membacanya. Semoga kau bukan orang sibuk dan punya banyak waktu untuk melakukannya. Supaya kamu tau, bahwa aku sudah melewati semuanya. Dan..... tanpamu.

Senin, 15 Desember 2014

Orang Yang Bahagia

Semua orang berjalan dibumi ini, untuk mencari keinginannya sendiri-sendiri. Dan sebenarnya, sesuatu yang diinginkannya belum tentu akan menjadi kebahagiaannya.
Ada orang yang terlampau egois pada dirinya sendiri. Terlalu menggebu meraih keinginannya. Dengan tujuan apa saja. Dan lupa bahwa hatinya butuh untuk bahagia. Entah apa yang akan dirasakannya setelah keinginannya terpenuhi. Mungkin hanya rasa puas. Dan puas tidak berarti bahagia.
Ada orang yang memandang bahwa menjadi bahagia itu sulit. Itu karena mungkin, dia ingin bahagia dengan cara orang lain. Dan lupa bahwa itu hidupnya bukan hidup orang lain. Dalam kehidupannya bahagia bisa datang darimana saja. Tapi sayangnya sumber bahagia itu diabaikan karena terlalu berfikir bahwa bahagianya itu adalah seperti bahagianya orang lain. Tubuhnya berbeda, hatinya berbeda, cara hidupnya berbeda. Maka, cara berbahagianya pun berbeda.
Ada orang yang berpura-pura bahagia. Menutupi sedihnya dan tertawa. Tapi tertawa bukan berarti dia bahagia. Dia hanya ingin orang lain tak melihat kesedihannya. Dan mungkin dia sedang kesepian, berharap saat dia pura-pura tertawa, orang lain akan ikut tertawa bersamanya. Dan berharap bisa menghibur dirinya.
Ada yang bahagia namun tak ingin memperlihatkannya. Karena ingin menikmatinya sendiri. Atau karena ingin mendapat belas kasihan. Atau karena tak ingin kebahagiaannya diusik orang lain
Ada yang mudah sekali bahagia. Apapun yang didapatnya dia terima dengan lapang dada. Apapun yang diperbuatnya berhasil membuatnya tersenyum dan lega. Dialah orang yang menikmati hidupnya. Orang yang selalu bersyukur kepada Tuhannya. Orang yang berserah dan tak menuntut macam-macam untuk hidupnya... Orang yang tak mudah terluka hatinya, orang yang bahagia.

#ini hanya renungan di malam hari yang tenang...

Puisi Untuk Kekasihku

Kita sudah berjalan bersama bukan?
Mengarungi bermiliar detik waktu
Melangkahi beribu tanah dan batu-batu
Melampaui segala musim yang rutin berganti
Kadang kita takut ada sesuatu yang tidak menyenangkan di depan sana
Tapi kamu membuatku kuat
Dan malihatku kuat, membuatmu menjadi kuat
Kadang kita lelah dengan perjalanan yang tak tau ujungnya
Tapi kamu menuntunku melewati semuanya
Dan dengan kepastianku, hilang ragumu
Kadang kita cemas, menghawatirkan nasib kita sendiri
Tapi kamu membuatku yakin bahwa aku akan baik-baik saja disisimu
Dengan pengharapanku, kamu membimbingku dengan tenang
Kita akan tetap berjalan meneruskan langkah ini
Melanjutkan kesepakatan yang sudah kita buat sejak semula
Entah apa yang ada di depan sana
Mungkin kita akan takut, khawatir dan ada sesuatu yang buruk terjadi
Tapi asal bersamamu aku akan melewati itu
Saat aku memutuskan berjalan denganmu
Aku akan melalui segala hal bersamamu
Jatuh bersamamu dan bangun bersamamu
Sedih bersamamu dan bahagia bersamamu
Menangis bersamamu dan tertawa bersamamu

Menjalani hidup denganmu dan tua bersamamu
Menjadi yang bersamamu hingga akhir nafasku

(Inspired by : ending kisah Kim Tan dan Eun Sang dalam drama The Heirs)

Jumat, 14 November 2014

Apa Kamu Tau?

Seperti yang kamu bilang
Aku bukan penulis yang baik
Aku tidak pandai bercerita
Aku bukan pembicara yang handal
Dan kalimat paling akhir
Yang mungkin kamu ciptakan
Hanya untuk menyenangkan hati
Yang pada saat sebelumnya kamu lemahkan
Bahwa aku adalah pendengar yang baik
Itu cukup bagimu untuk membiarkanku
Tetap duduk di sampingmu
Aku selalu merepotkanmu
Memaksamu mengajari segala ketidaktauan-ku
Tapi itulah satu-satunya cara mendapat perhatianmu
Aku akan selalu pura-pura tidak tau
Agar kamu terus mengajariku
Agar kamu tetap disampingku 


Benar juga kata Agnes Monica : "Cinta ini kadang-kadang tak ada logika"
Aku rela menyembunyikan pengetahuanku dan dengan sukarela kamu anggap bodoh, hanya untuk mencuri perhatianmu yang sangat mahal itu. Apa kamu tau???

Diary waktu SMP .... :) He..he..

Kamis, 13 November 2014

Rindu Raut Datarmu

Iya, kamu memang tidak begitu akrab dengan rasa yang sedang tumbuh dihati beberapa orang ini
Rupanya, matematika lebih membuatmu tertarik dari pada aku
Aku yakin, seandainya aku berubah jadi bidadari pun, kamu tidak akan peduli
Nilai ulanganmu jauh lebih penting kan daripada nasib perasaanku?
Lebih baik melihatku jatuh saat lomba lari kan daripada ulanganmu dapat nilai enam?
Mungkin semua organ dalam tubuhmu sudah berubah menjadi otak semua
Untung saja ini jaman modern, sudah ada handphone untuk mengirim pesan
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau kita hidup di jaman dahulu kala
Setiap aku menulis surat untukmu, pasti akan kamu balas dengan mengoreksinya
Aku bersyukur ada yang menciptakan barang canggih itu
Setiap aku mengetik, huruf depannya otomatis kapital
Juga setelah aku menggunakan tanda baca, sudah otomatis semua
Kata yang disingkat-singkat juga sudah menjadi hal yang wajar, kamu akan kehabisan bahan
Dan kamu juga tidak perlu membuang-buang kertas hanya untuk membalas pesanku dengan singkat

"Haiiii ... Met siang. Udah sampe rumah belum? Cepetan makan siang ya. Terus istirahat. Belajarnya nanti sore saja lagi. Kasihanilah otakmu. :) :)"

"Ya."
Kamu tau tidak, Bombom dan Mamanya di sinetron Bidadari itu selalu membuatku geregetan. Tapi balasan SMS darimu itu selalu jauh lebih membuatku gemas rasanya. Kalau saja HP itu tidak mahal, mungkin sudah kulempar berulang-ulang.

Kamu juga jarang sekali tertawa. Mungkin kamu kelebihan zat besi, sehingga expresimu jadi lempeng begitu. Tidak bisa melengkung sedikit kah? Bahkan aku rasa, film Tom & Jerry itu harus melambaikan tangan ke kamera, karena tidak pernah berhasil membuatmu tertawa.

Tapi...........

Setelah kali ke tiga aku menyaksikan Flamboyan bersemi, aku baru menyadari semuanya. Bahwa memang kamu bukanlah orang yang dengan mudahnya mengumbar tawa. Kamu hanya tersenyum, itupun tidak pada semua orang. Karena, semakin kamu tersenyum, semakin mereka akan terpukau. Jadi, yang kamu lakukan waktu itu, adalah untuk menjaga perasaanku. Kamu juga ingin nilaimu selalu bagus, karena kamu yakin, orang yang cerdas akan memiliki tempat yang baik saat bekerja nanti. Dan dengan pekerjaan yang baik itu, ayahku akan menerimamu kan?
Dan aku sadar, aku ini orang yang mudah larut. Kamu membalas pesanku dengan singkat, agar aku tidak kelewat batas menggunakan benda canggih itu. Agar aku tau, saat yang paling tepat untuk menggunakannya.
Apa yang aku kirimkan padamu harus kupakai sendiri kan?

Pulang sekolah-langsung ke rumah-makan siang-istirahat-belajar di sore hari. Selesai.
 

Rabu, 12 November 2014

_ _ _ _ _ _

Kenyataannya, hingga detik ini aku masih tak berani dekat denganmu, Mas.
Mas sendiri yang menggariskan jarak batas untuk kita. Mas tidak ingin kita berada pada jalan yang menyesatkan, bukan?
Aku juga tak berani menatapmu lama-lama. Aku belajar darimu Mas. Bahwa bertatapan lama-lama bisa memperdaya kesadaran diri kita. Mas selalu menyembunyikan penglihatan. Menjaga mata Mas dari hal-hal yang diharamkan untuk dilihat.
Aku tetap memandangimu dari tempat dudukku, melalui celah jendela. Aku tau Mas sadar akan keberadaanku. Mas tetap membersihkan halaman dengan seolah-olah tak peduli. Agar aku tidak berharap dapat bermanja dengan Mas sebelum waktunya.
Bada Maghrib aku selalu mengulur waktu berdoaku sedikit lebih lama. Berharap, saat jamaah selesai beribadah dan pulang ke rumah, Mas akan menghampiriku. Sekedar berucap 'Assalamualaikum' atau apa begitu. Tapi selalu, Mas malah sibuk mempersiapkan tempat dan materi untuk anak-anak yang mengaji.
Hufffhhhh...... mencintai dengan cara yang benar itu memang susah ya Mas. Aku tidak boleh memandangmu lama meski senyummu itu bisa menenangkan setiap gelisahku. Kita tidak boleh bertemu tanpa adanya mahram yang mendampingi, sedangkan orang yang jatuh cinta inginnya hanya berdua saja.
Aku merenungkan ini dengan senyum-senyum sendiri Mas. Aku selalu membayangkan jika kisah cinta kita seperti yang ada di FTV. Tapi tentu saja itu salah. Dan aku paham benar Mas, Bahwa Mas ingin menjagaku, diri dan kesucianku. Mas telah mencintaiku secara benar. Mas ingin aku menjadi pendamping yang setia sampai di kehidupan kedua. Oleh karena itu, aku akan patuh dengan cara mencintai seperti ini, aku akan tetap menunggu di tempatku yang suci.

ttd

:)

Selasa, 11 November 2014

Desember

Kepada Bapak,
Masih di sebuah tempat yang belum ku tau jelasnya..

Bapak, bagaimana kabar Bapak?
Semoga Bapak selalu dalam kesehatan dan perlindungan-Nya.
Bapak, sekarang bulan November, dan aku bahagia karena sebentar lagi Desember.
Iya Bapak, bulan Desember aku berjanji untuk menemuimu.
Aku sudah mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari. Tentang pakaian mana saja yang mau kubawa, oleh-oleh apa yang kiranya bisa membuat Bapak suka. Aku jadi seperti seorang gadis beranjak dewasa yang baru pertama bertemu pacarnya.
Bapak, aku sudah membayangkan bagaimana pertemuan kita nanti. Saat pesawat sudah landing kemudian aku berjalan menuju pintu keluar bandara, dan saat pintu itu terbuka, ada Bapak yang tersenyum sambil menitikkan sedikit air mata, lalu menawarkan pelukan hangat padaku. Dan aku tanpa pikir panjang akan segera menyambut pelukan itu. Aku akan menangis bahagia sejadinya.
Setelah itu kita pulang ke rumah Bapak, aku bisa menyeduh kopi untuk Bapak. Aku bisa masak bubur ayam kesukaan Bapak. Bapak tidak perlu khawatir, aku sudah pandai membedakan garam dan vitsin, aku juga sudah lihai membedakan ketumbar dan merica. Bapak akan menikmati masakanku dan mengacungkan dua jempol setelah itu, aku janji.
Bapak, Bapak akan tau bahwa putri yang dulu tak mau makan saat Bapak pamit akan pergi, kini sudah serupa dengan Ibu. Saat Bapak berbincang denganku di teras rumah nanti, Bapak akan sadar bahwa Bapak sebentar lagi akan dipanggil Kakek oleh seorang cucu. Bapak akan sadar, bahwa Bapak hanya memiliki sedikit waktu untuk mengisi shaf paling depan dari jajaran sholatku. Karena mungkin, cepat atau lambat, tempat Bapak akan digantikan oleh Imam yang lain. Imam yang berhasil mengambil hatiku darimu, Bapak.
Bapak, saat malam tiba, aku akan meminta Bapak untuk tidur bersamaku. Biarkan istri Bapak mengalah dahulu. Biarkan dia tau, bahwa rasa kangenku ini sudah seperti satu bilangan yang dibagi dengan angka nol - tak terdefinisi. Agar aku bisa mendekap Bapak erat-erat, meskipun malam itu gelap, tapi dia tak menakutiku. Tapi aku akan pura-pura takut, agar Bapak sedia untuk tak meninggalkanku sebelum aku bangun pagi esok hari.
Aku akan mengajak Bapak jalan-jalan menelusuri kampung selepas Subuh nanti. Aku terus menggandeng tangan Bapak seperti sepasang pengantin baru. Aku akan sedikit menyandarkan kepalaku yang tepat sejajar dengan bahu Bapak, aku akan melepas rindu. Rinduku akan tuntas pada hari itu Bapak. Hari saat aku menemuimu.
Bapak, ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu. Tentang pertama kali aku jatuh cinta. Bagaimana aku patah hati. Saat pertama aku tidak mengacaukan dapur lagi. Saat pengambilan rapor dan teman-teman diambilkan oleh orang tuanya, dan aku... Bapak jauh disana, Ibu sakit dan tak bisa keluar rumah. Aku sangat sedih, bahkan nilai sembilan pada raporku seakan tak bernilai apa-apa. Maaf Bapak, aku kebablasan, seharusnya tidak ada hal sedih dalam surat ini. Biarlah cerita ini kusimpan dulu. Aku harus menunggu sampai kita bertemu. Cerita ini akan Bapak simak baik-baik diwaktu sore, saat kita menikmati pisang goreng dan teh hangat bersama diteras rumah.

Bapak, semoga Allah meridhoiku, bulan Desember kita akan bertemu...

Dari yang selalu merinduimu,

Diah Nofita Dewi Binti Suroso (putri sulungmu)

Senin, 10 November 2014

Tanpa Judul

Dan akhirnya kedua kakiku memaksa untuk berhenti karena sudah mencapai puncak lelahnya. Nasib ini seperti debu yang dipontang-pantingkan angin. Hujan tak segera turun. Kemarau tak kunjung berakhir. Diperbatasan musim ini, segala rasa berubah bentuknya. Suram, sayu, resah. Tak mengerti bahasa apa lagi untuk menceritakan keadaan ini. Tak tau gerakan apalagi untuk memberitahukan bahwa aku terpaksa berhenti disini. Dipertengahan waktu yang tak mau beralih dalam jarak dekat. Menunggu kabar baik yang diharap-harap bisa membawanya pergi jauh meninggalkan tempat yang tak layak tinggal ini. Bunyi gaduh riuh di tepi jalanan tak akan lagi terdengar membisingkan, karena masa ini terlampau lebih bising dari suara kendaraan yang tak henti bersahutan. Dalam bungkam, hati ini menjerit-jerit. Tak bisa menemukan kata paling tepat untuk melepas semua beban yang menghadang nafas keluar dari rongga-rongga. Sampai tak terasa lagi jika ada yang mengusik, karena keadaan ini sudah jauh lebih tidak asyik. Keinginan untuk segera lepas dari penakaran ini sudah membabi buta. Mencari celah dari sudut ke sudut, berharap menemui jalan keluar. Tapi hanya berputar-putar ditempat yang sama. Entah tersesat, bingung atau bagaimana. Tapi yang jelas, aku masih disini, ribut dengan kegelisahanku sendiri. Dan masih belum menemui, jalan untuk kembali.

Tulisan yang tak sengaja kuketik dalam keadaan ngigau berat...

Minggu, 09 November 2014

Pu.Isi

Jika aku diijinkan lagi untuk mengenalmu
Itu akan kulakukan
Karena mengenalmu adalah awal bahagiaku
Jika aku diijinkan lagi untuk menyayangimu
Sudah pasti akan kulakukan
Karena menyayangimu adalah kebahagiaanku setiap waktu
Jika aku diijinkan menjadi milikmu
Sudah pasti aku bersedia
Karena setelah mengenal dan menyayangimu
Menjadi milikmu adalah tujuan terakhirku ...

Sabtu, 08 November 2014

Penghuni Hutan Gundul

Malam ini terpaksa kuluangkan waktu untuk menulis tentang  mantan tukang pijitku yang naluri eksisnya sudah akut : Nur Miftakhul Jannah. Tolong jangan salah paham, dia tidak se-wow namanya.... hahahaha

Jadi, beberapa waktu yang lalu, Si Mifta ini minta aku nulis tentang dia. Sebenarnya males banget sih. Tapi yaahh itung-itung menyenangkan hati orang dan lumayan buat olahraga jari, jadi ya gini aku nulis juga deh. Untuk Mifta, jangan ge-er ya... :D

Mifta ini teman SMA-ku, aku mengenalnya saat kelas X. Kita beda kelas, tapi aku lupa dengan cara apa kami bertemu dan akhirnya bersahabat (dia pengen banget disebut sahabat soalnya). Entah kenapa juga Tuhan menyatukan kami dalam sebuah kamar kos. Ditambah lagi kelas XI & XII kami sekelas di program IPA. Mifta itu pinttttteeeeeeerrrrrrr sekali, dia selalu juara umum. Dia juga baik. Kenapa aku menyebutnya baik? Itu karena dia rajin membawakan cemilan kulit melinjo kesukaanku. Ya, neneknya seorang pedagang snack di kantin sekolah dasar di desanya yang tertinggal. Desanya amat terpencil, bahkan jin saja malas tinggal disana. Kalau misal aku datang ke rumahnya hari ini, saat aku pulang ke rumah mungkin desaku sudah jadi provinsi statusnya. Iya gitu. Kalian percaya saja, aku jujur kok orangnya.
Mifta itu sebenarnya ga rajin-rajin amat, dia belajar sewajarnya, tapi ga tau kenapa dia bisa pinter banget kaya gitu. Dia juga punya semangat yang luar biasa besar. Dia ingin memperbaiki hidupnya dan membuat keluarganya sejahtera. Karena dia anak tertua dan ayahnya sudah meninggal sejak dia masih kecil. Dia punya adik laki-laki dan yang paling boncel perempuan. Ibunya bekerja di Malang, dan ibunya keren. Aku sempat berburuk sangka, jangan-jangan Mifta itu tertukar sama anak jin. Tapi setelah aku pikir-pikir, jin kan ga ada yang mau tinggal didesanya Mifta. Oke, mungkin tertukar dengan anak kadal. Iya itu baru mungkin.
Tapi bagaimanapun bentuknya, Mifta adalah salah satu sahabat yang kusayang-sayang. Dia sering aku ajak menginap dirumahku. Karena dirumahku banyak orang yang selera humornya tinggi, jadi aku harap dia bisa tertawa. Dia itu suka sekali sama bakso. Pada suatu hari aku pernah menyisihkan uangku untuk mengajaknya makan bakso bersama di kedai bakso solo di jalan kecil arah ke kanan dari terminal Kesamben (aku harap dia terharu). Dan dia makan dengan lahapnya, entah kenapa hal kecil itu membuatku bahagia.
Tapi aku juga sering sebal sama dia, soalnya dia itu susah banget dimintai contekan. Mungkin dia ingin mengajari aku dan teman-teman untuk berusaha dan tidak mengambil jalan pintas. Tapi kami semua salah paham. Dan sering sebal sama dia. Iya sekali-kali dia memang harus disebelin satu kelas, biar greget. Anggap saja cobaan hidup ya Mif... hehehe
Aku juga sempat kecewa sama Mifta, kalau ga salah waktu itu kelas XII. Semakin hari nilainya merosot. Ternyata dia sudah berani pacaran. Entah sejak kapan dia berkenalan dengan namanya cinta. Aku cuma pengen ketemu pacarnya buat bilang supaya dia jadi pacar yang membawa hal positif. "Hal Positif" ya bukan "Positif" aja (catet)... eh jadi nglantur. Terus setelah itu mungkin dia sadar nilainya turun akhirnya dia bangkit kembali. 100 buat Mifta.
Setelah lulus aku jarang komunikasi dengannya. Dia sombong sekali, bisa-bisanya mengacuhkan anak orang nomer satu di negeri ini. Nomernya juga sering ganti, difikirnya dia artis yang dikejar-kejar banyak fans apa..... idihhh males banget.
Dan setelah beberapa abad mengadu nasib di kota besar, Malang, Surabaya dan sekitarnya, Mifta akhirnya memutuskan untuk menyerahkan jiwanya kepada seorang laki-laki pilihan hatinya. Dan bulan September kemaren lahirlah malaikat mungil dari rahimnya, Jessica siapa gitu, Mifta kasih namanya susah sih. Tapi, Mifta pasti sangat bahagia. Sekarang dia hidup dengan keluarga kecilnya, dia usaha kue dirumah. Dia tetap memperjuangkan hidupnya. Dia tidak pernah berhenti berusaha. Dia adalah orang yang kuat. Orang yang selalu membuatku ingat bahwa hidup ini bukan hanya untuk tidur nyenyak dan makan enak. Tapi untuk mendapat itu semua perlu perjuangan keras. Tidak bisa ongkang-ongkang kaki dan menunggu uang milyaran jatuh dari langit.
Masih banyak hal tentang Mifta, tapi kalau aku ceritakan semua mungkin bisa lebih panjang dari sejarah penjajahan Belanda. Ini bukan tulisan inspirasi, cerita bagus atau apalah. Aku menulis ini agar yang membaca tau, aku punya sahabat sehebat Mifta. Seorang anak sok imut dari daerah tertinggal yang punya semangat belajar tinggi. Berjuang sekeras mungkin untuk mengenyam pendidikan. Dan disinilah akhirnya, dia bahagia bersama keluarga kecilnya. Selamanya (harapan kami semua)
Oiyaaaa, lupa menjelaskan tentang judulnya. Saat Mifta memintaku untuk menulis tentangnya aku menyanggupi dan aku bilang aku akan menulis dengan judul "Penghuni Hutan Gundul". Dan dia sebal. Karena membuatnya sebal adalah caraku bergembira jadi aku teruskan saja. Hey Mifta, semoga kamu sebal membaca isi postingan ini. Semakin kamu sebal, semakin aku bahagiaaaaaa..... ahahahahahahaha

:) Persahabatan itu indah. Jika tidak ada pertimbangan untung rugi didalamnya. Cintailah sahabatmu, dia adalah orang yang tak memiliki hubungan darah denganmu, namun bisa menyayangimu lebih dari keluarga. Jangan lupa tersenyum yaaaa :)

Senin, 03 November 2014

Akhirnya Saya Tahu

Ada pejalan kaki yang sedang singgah dibawah pohon rambutan samping rumah. Dengan kaos, celana pendek dan topi lusuhnya. Dialah yang biasa membantu mengatur lalu lintas di pertigaan depan, bukan polisi hanya sukarelawan. Di seberang tempatnya berteduh, seorang lelaki lain  dengan pakaian rapi dan segar sedang bersandar di mobilnya. Sembari bercakap-cakap dengan entah siapa. Membicarakan bisnis jual beli motor lawas. Dengan tawa yang sesekali lepas. Di jalan yang sama-sama ada di depan mereka, berjalanlah seorang perempuan yang hilang akalnya. Yang berjalan menunduk terseok tanpa perhatian terhadap sekelilingnya. Kemudian dia pingsan. Saya ada dilantai dua, tak bisa segera turun. Saya tetap melihat dari atas, karena saya berfikir meskipun siang itu sepi, tapi ada dua orang lelaki yang ada di dekat perempuan setengah baya itu. Dan ada hal yang membuat saya terkejut....

Lelaki pebisnis tadi langsung menghentikan teleponnya, dengan tergesa-gesa dia mendekati perempuan yang telah pingsan dihadapannya, langsung dia bopong ke bawah pohon rambutan tempat singgah lelaki pengatur jalan tersebut, karena hanya disitulah tempat berteduh. Setelah mengambil minuman di dalam mobil dan sebotol kecil berwarna hijau (mungkin minyak kayu putih), lelaki itu duduk kembali di bawah pohon rambutan dan memberikan pertolongan pertama. Menunggu perempuan itu sadar, mereka saling berbicara. Samar-samar saya mendengarkan perbincangan mereka.
Pengatur jalan : Mas, sampean ga risih bantu orang gila ini? Baju dan badannya kotor sekali. Terus kalau sudah sadar, nanti dia mengamuk.
Pebisnis : Saya tidak bisa membiarkan orang lain kesusahan. Entah dia normal atau tidak, selagi saya bisa bantu akan saya bantu. Kalau tadi saya tidak ada disini, cuma mas misalnya, apa mas ga tolongin?
Pengatur jalan : Ya mungkin tidak mas. Saya tinggal pergi saja. Saya takut mas, dia kan gila. Orang gila kan ga bisa mikir.
Pebisnis : Sampean ga kasihan?
Pengatur jalan : Kasihan sih kasihan, tapi kalau menyusahkan diri sendiri ya ga mau. Saya ini sudah susah mas, masa mau nambah lagi susahnya.
Pebisnis : Saya yakin perempuan ini juga tidak mau jadi gila. Mungkin dia sangat tertekan dengan keadaan. atau entah karena apa. Tapi dia juga berhak ditolong. Bagaiman kalau seandainya sampean atau kerabat sampean yang gila? Jika diperlakukan seperti itu bagaimana?
Pengatur jalan : Yaaa, untungnya keluarga dan kerabat saya ga ada yang gila mas.

Pebisnis itu diam dan terus mengoleskan minyak kayu putih ke perempuan tadi. Mungkin pebisnis itu heran dengan cara berfikir pengatur jalan itu. Dan saya lebih heran lagi. Saya berfikir, orang bawah tau bagaimana rasanya susah, maka dia akan saling bantu terhadap orang lain. Dan orang atas, saya memandang mereka kebanyakan adalah pribadi yang angkuh. Dan benar apa kata orang bijak "don't judge a book by its cover".... Memang demikian, kita tidak bisa membuat kesimpulan sebelum kita selesai membaca bukunya. Saya perlu meminta maaf kepada pebisnis tersebut karena sebelumnya saya menyangka bahwa yang akan menolong perempuan itu adalah si pengatur jalan. Dan saya salah.

Baik atau buruknya seseorang bukan karena kedudukannya. Siapapun dia, jika dia memang baik, kaya atau miskin dia akan berlaku baik. Dan sebaliknya. Memang tidak ada yang sempurna. Ada yang baik buruk seimbang. Ada yang dominan baik. Ada yang dominan buruk. Dan jadilah orang yang dominan baik, kamu akan bahagia.

Akhirnya saya tahu ...

Sabtu, 01 November 2014

Akulah Rumahmu

Aku bukanlah pelabuhan
Tempat semua kapal berhenti berlayar

Aku bukanlah tanah lapang
Tempat rumput-rumput liar akan tinggal

Aku bukanlah sungai
Yang siap menampung seberapa banyakpun air hujan

Aku adalah rumahmu
Tempat yang setia menanti saat kau tinggal pergi
Tempat yang selalu berusaha membuatmu betah lama-lama
Tempat yang tidak akan membiarkanmu terlantar
Tempat yang tetap menunggu untuk kepulanganmu

Ingatlah selalu...
Bahwa akulah rumahmu ...

Jumat, 31 Oktober 2014

Saat Aku Menutup Aurat

Ba'da Maghrib di Rumah Allah....

Ada gelisah beberapa hari ini, ada yang ingin kutanyakan pada Ustadz kesayangan:

Aku : Ustadz, saya sudah mulai berhijab beberapa minggu yang lalu.
Ustadz : Alhamdulillah, syukur kalau begitu.
Aku : Tapi saya takut kalau saya sudah berhasil menutup aurat saya, tapi saya belum berhasil menutup hati dan prasangka saya dari segala keburukan.
Ustadz : Menutup aurat itu perintah Allah, kalau kamu sudah melakukannya berarti kamu telah mengerjakan kebaikan. Dan saat kamu mengerjakan kebaikan, maka kebaikan lain akan mengikuti. Hati dan prasangkamu akan terbiasa untuk selalu dalam kebaikan. Ada lagi yang masih membuatmu bimbang?
Aku : Iya Ustadz, setelah saya mengenakan jilbab, ada beberapa kata tidak enak masuk dalam telinga saya.
Ustadz : Apa?
Aku : Katanya jaman sekarang semua orang sudah "gila", jika ada yang mengerjakan kebaikan mereka menganggap sok suci.
Ustadz : (tersenyum).... Ada lagi?
Aku : Ada Ustadz, katanya kalau saya berdandan, rambut saya terurai dan memakai pakaian modis seperti trend sekarang, maka saya akan terlihat lebih cantik dan lebih mudah mendapatkan pasangan.
Ustadz : (tersenyum) ..... Ada lagi?
Aku : Ada Ustadz, saya pernah bertanya kan Ustadz, kalau saya memakai busana muslimah yang modis seperti hijaber di TV atau majalah apakah boleh dan Ustadz bilang saya boleh memakai model atau motif apapun asal lekuk tubuh saya tidak terlihat dan aurat/aib yang seharusnya tidak dilihat orang tertutup sempurna. Saya harus bisa membedakan antara menutup aurat atau membalut aurat. Iya kan Ustadz?
Ustadz : Iya, lalu kenapa?
Aku : Setelah itu saya pergi ke toko. Saya beli baju-baju muslimah yang sesuai ketentuan. Tapi justru banyak yang bilang bahwa dengan seperti itu saya terlihat seperti emak-emak atau mereka selalu bertanya mau pengajian kemana, begitu Ustadz. Saya sedikit risih. Pertanyaan saya selesai Ustadz.
Ustadz : (tersenyum) ... Baiklah. Setiap kita sholat, kita membaca doa iftitah. Ingat bagian ini, Inna shalaati wanusukii wamah yaaya wama maatii lillaahi rabbil ‘alaamiina. Kamu tau apa artinya?
Aku : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah karena Allah, Tuhan semesta alam.
Ustadz : Jadi apapun yang kamu lakukan biarlah Allah yang menilai. Jika kamu sudah mengerjakan kebaikan namun dipandang kurang baik, biarkan saja.Yang penting itu, penilaian Allah terhadapmu. Jika kamu baik dimata Allah, maka Allah akan membaikan penilaian orang lain terhadapmu. Itu untuk pertanyaan pertama dan ketiga. Untuk yang kedua, masalah pasangan... Mereka yang taat pada Allah juga akan memilih pasangan yang taat pada Allah. Jika banyak yang mengejarmu padahal kamu dalam keadaan tidak taat, itu justru laki-laki yang kurang baik untukmu. Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang   baik. (Qs. An Nur:26).... Ingat kan ayat itu ?
Aku : Iya ustadz
Ustadz : Sudah paham sekarang?
Aku : Sudah Ustadz, Alhamdulillah
Ustadz : Alhamdulillah... Sekarang Ustadz yang tanya.
Aku : Apa Ustadz?
Ustadz : Kenapa kamu menutup aurat?
Aku : Alasannya banyak Ustadz. Saya ingin menjadi muslimah yang baik. Saya ingin melindungi diri saya dari pandangan yang disertai nafsu hewani. Saya tidak ingin ayah saya terseret dalam neraka karena saya.Tapi yang terpenting niat saya karena Allah, karena saya ingin mematuhi perintah Allah. Saya ingin menjadi kesayangan Allah.
Ustadz : Apa yang kamu rasakan sekarang?
Aku : Tenang.
Ustadz : Tidak panas?
Aku : Panas Ustadz, apalagi di Surabaya. Tapi, sepanas-panasnya dunia, api neraka itu jauh berkali-kali lipat panasnya kan Ustadz?
Ustadz : Bagus ... (tersenyum)

Setelah mengucapkan salam dan rasa terima kasih, aku pulang ke kos'an. Demikian teman-teman. Semoga bermanfaat. Jika ada salah, tolong diingatkan. Jangan lupa bersyukur. Jangan lupa tersenyum :) :)



Kamis, 30 Oktober 2014

Kamu dan Waktu itu

Kau hening , akupun begitu
Kita sama-sama menyembunyikan suara
Tak banyak yang kulihat darimu
Aku tak berani menatapmu lebih jauh
Dalam beberapa menit ini
Kita sama-sama menjadi yang terasing
Haruskah aku mengulurkan tangan
Lalu bertanya siapa namamu
Dari mana kamu datang
Untuk tujuan apa kamu menemuiku

Aku tetap diam disampingmu. Aku sedang sibuk mengenang waktu itu, waktu kamu masih menjadi yang sangat dekat. Saat bersamamu, permainan kelereng menjadi tak penting lagi untuk ditentukan siapa pemenangnya. Saat bersamamu, sungai dan sawah menjadi tempat yang nyaman untukku. Aku mulai terbiasa bergelut dengan siput, katak dan ikan-ikan kecil disungai. Dan aku tidak pernah menangis saat dicubit kepiting, aku takut membuatmu khawatir. Saat bersamamu, aku tidak takut lagi saat hujan deras. Aku tidak takut kilat yang suaranya menggelegar. Kamu bilang, aku bisa tidur tenang dibalik selimutku yang hangat. Kamu bilang, aku akan mimpi indah. Dan semuanya hanya sebatas waktu itu. Kini, saat bersamamu, aku tidak lagi bisa menikmati waktu. Aku sudah tak lagi tau, siapa yang sedang duduk di sampingku .....

Waktu memang begitu. Seseorang bisa dengan mudahnya berubah. Andai saja kamu masih sama, aku pasti bahagia.

Senin, 27 Oktober 2014

Farel, Bulik Akan Rindu Padamu

Sayang, hari ini hari terakhir bulik menciummu, sebelum kita dipertemukan kembali dua tahun lagi. Bulik tidak akan bisa menyaksikan saat kamu mulai merangkak. Tidak turut mendampingi saat kamu belajar berjalan. Bulik tidak akan tau kata pertama apa yang kamu ucapkan saat kamu mulai bisa berbicara.
Sayang, bulik akan sangat rindu padamu. Bulik akan kehilangan kelucuanmu saat bulik lelah pulang kerja. Bulik akan rindu suara tangismu yang menggemparkan seisi rumah karena popokmu basah atau karena ibumu sedang repot dan terlambat memberikan asi untukmu.
Sayang, saat kita bertemu nanti, pasti pipimu sudah semakin mudah untuk kucubit. Jari-jarimu pasti sudah bisa membalas cubitan gemas bulik. Kamu pasti sudah bisa memegang sendiri mainan yang bulik belikan. Kamu juga pasti sudah boleh makan apa saja, jadi bulik tidak akan sebal lagi masuk minimarket hanya untuk membeli bubur instan.
Sayang, bulik tidak sabar menunggumu. Bulik ingin segera menggendongmu lagi. Kalau kamu sudah besar nanti, bulik akan jelaskan bahwa bulik sangat tidak suka perpisahan. Supaya kamu tidak meninggalkan bulik lagi. Kita akan tetap bersama, bulik akan menyanyangimu dengan baik.
Sayang, mungkin hari ini kamu belum merasakan kesedihan yang sama. Kamu masih belum bisa mengenal semuanya. Karena itu, bulik janji bahwa bulik akan mempersiapkan cara terbaik untuk memperkenalkan ulang padamu, siapa bulik ini, padamu dua tahun lagi. Jadi kamu baik-baik ya disana. Ayah ibumu pasti akan merawatmu dengan penuh kasih sayang.Kamu akan tumbuh dalam kebahagiaan. Bulik akan berusaha tegar meski beberapa waktu lalu bulik adalah orang yang paling tidak setuju dengan keputusan orang tuamu. Mudah-mudahan ini memang yang terbaik untuk semua. Semoga kamu tetap sehat, dan tumbuhlah jadi anak yang soleh, taat pada Allah, pada agama, patuh pada orang tua. Dan jadilah manusia bumi yang penyayang.

Dibalik jendela kamar saat waktu mendekati senja... dengan air mata yang entah simbol ikhlas atau ketidakrelaan... bulik tulis ini untuk keponakan tercinta yang baru terlahir untuk mengenal dunia.. Farelku, kekasih kecilku... Bulik sayang padamu ..... :):

Jumat, 24 Oktober 2014

Kepada Takdirku (Siapa pun Itu)

Kepada kamu - Yang kelak akan mendampingi dunia akhiratku
Di - manapun kamu berada kini


Di suatu masa, saat aku mengucapkan kata cinta tanpa tau maknanya, aku mencoba bermimpi tentang sebuah masa depan yang indah. Pada saat  itu, aku berangan-angan bahwa aku akan tumbuh menjadi gadis yang cantik kemudian bertemu dengan pangeran dan menikah. Lalu hidup bahagia selama-lamanya. Mungkin, dongeng yang sering ku dengar telah mempengaruhiku saat itu.

Di suatu masa berikutnya, saat aku sedikit demi sedikit mulai bisa memaknai kata cinta, aku mendambakan masa depan yang indah. Aku tumbuh dewasa. Dalam bayanganku waktu itu, suatu hari saat aku akan berangkat bekerja, tanpa sengaja aku hampir tertabrak oleh pria tampan dan kaya. Pria itu meminta maaf padaku dan mengantarkanku pulang. Akhirnya kami saling jatuh cinta. Beberapa waktu setelahnya, pria itu melamarku dan kami menikah. Endingnya, selalu sama. Bahagia selamanya. Mungkin, saat itu aku terinspirasi dari ftv yang tanpa bosan kuikuti setelah pulang dari sekolah sambil menikmati makan siangku yang tak habis-habis kukunyah.

Dan saat ini, saat aku memahami bagaimana sesungguhnya hidup dan mengartikan cinta lebih dari maknanya, aku mendambakan kehadiranmu. Tempat terakhir untuk kusinggahi. Nanti, saat kamu sudah ada disini, aku akan menyayangimu sepenuh hati. Karena Allah sendiri yang memberikanmu untukku. Kamu pasti lelaki terpilih, yang terbaik menurut Allah.
Aku akan mengagumimu seperti aku mengagumi ayahku. Karena selama hidupku, satu-satunya lelaki yang menyayangiku dengan utuh, yang selalu berkorban untukku, yang dengan lantang melindungiku, yang selalu memelukku agar aku tidak ketakutan, yang menjagaku dari kesedihan, bahaya dan rasa sakit, adalah ayahku. Dan aku mendambakanmu adalah sosok seperti itu. Sosok yang akan aku kagumi dalam waktu apapun.
Aku akan berusaha membuatmu nyaman, agar kamu tidak perlu berfikir untuk mencari tempat lain lagi. Aku akan setia padamu, karena aku tau bagaimana rasanya dikhianati, dan lebih sakit lagi saat ditinggal pergi. Aku tidak akan menukar hidupku dengan apapun dan dengan siapapun saat kita telah bersama nanti, karena aku adalah sutuhnya hakmu saat kamu mengikrarkan janji suci dihadapan ayahku, suatu hari nanti. Aku akan patuh untuk membahagiakanmu, barangkali dengan bahagia yang kuberi kamu akan berfikir-fikir ulang saat terlintas keinginan untuk lari.

Aku akan menyambut kedatanganmu dengan bahagia. Dengan cinta yang Karena Allah. Dengan pengabdian suci seperti kisah-kisah istri para Nabi. Dan kamu, lelaki yang dipilihkan Allah untukku, semoga kamu segera datang dan tak akan pergi lagi. Menetap disini bersamaku, dan tetap bersamaku sampai di kehidupan terakhir seluruh umat, nanti.

Jumat, 03 Oktober 2014

Yang Kuharap

Entah rasa ini akan berujung pada peristiwa apa
Yang ku tau hanyalah, rasa sayang yang enggan diungkapkan
Bukan karena malu atau belum siap menyampaikan
Tapi membiarkan waktu menguraikan apa yang disembunyikan

Ada namamu yang sengaja kuselipkan disetiap simpuhku
Kamu adalah milik-Nya, aku tak berhak atasmu
Aku ingin kamu menjadi tangan yang menuntunku
Aku meminta dengan sungguh pada Yang Memilikimu

Tak hanya itu, aku sedang mempersiapkan diri
Menjadi yang pantas untuk mendampingimu
Sesuai janji-Nya, yang baik akan bersanding dengan yang baik
Aku berbenah, membangun ulang yang sudah berantakan
Mengikat erat segala kebaikan

Aku tak ingin hanya menjadi penumpang yang duduk diam
Aku ingin menjadi pengingat saat kau lupa arah
Aku ingin menjadi penunjuk saat kau dalam kesesatan
Aku ingin menjadi bagian saat jalan kita menemui hambatan

Dengan penuh harap, aku memintamu pada-Nya
Agar kau dijadikan penggenggam tunggal tanganku
Kau pilihan pasti yang akan membawaku di jalan-Nya
Kau lentera yang sinarnya tak dapat kupungkiri lagi
Kau yang kuberi senyum setiap hari, kaulah pilihan hati :)

Kamis, 02 Oktober 2014

Semesta Juga Tau

Persawahan di bawah Gunung Kawi - Dusun.Celeng, Desa Tulungrejo , Kec. Gandusari, Kab. Blitar - Jawa Timur (Hasil jepretan Fendi Eko Cahyono dengan telepon genggamnya)

Tidak pernah ada yang bisa menyangkal Kebesaran Tuhan. Terlebih aku, yang selalu sadar bahwa aku terlalu kerdil untuk bermimpi menjadi penguasa bumi. Kenapa gunung bisa setinggi itu, di dalamnya ada kawah panas yang bisa meluap sewaktu-waktu. Ada pohon-pohon besar yang tumbuh disana. Ada berbagai binatang yang tinggal, yang buas atau yang bisa diburu. Jika manusia yang membuat, bagaimana mereka mengumpulkan berbagai material tanah dan batu-batuan lalu membentuknya pepat bergunduk-gunduk setinggi dan sebesar itu? Lalu menumbuhinya dengan pohon-pohon besar rata di setiap sisinya. Berapa ribu tahunkah akan selesai sesempurna itu? Dan siapa yang berani memendam lahar yang panasnya menggila di dalam gunung yang mereka ciptakan? Terlalu rumit untuk membayangkan sulitnya menanam perpaduan pasir, kerikil, air atau material lain yang panas dan jumlahnya bermiliar liter di dalam perut gunung. Dan kalaupun manusia berhasil membuatnya (gunung yang indah berseri, berlekuk menjulang tinggi dengan pohon dan tanaman indah lain) lalu kenapa ada kawahnya? Manusia kurang kerjaan mana yang mau membuang waktu untuk menciptakan sesuatu yang bisa menghancurkan diri sendiri? Ya ampun, dari semua ini, masih adakah yang ragu tentang Kuasa Tuhan....

Sawah, ditumbuhi berbagai jenis tanaman padi, jagung, sayur mayur dan lain-lain. Yang membuatnya berjajar dan berpetak-petak memang petani. Untuk memberi batas kepemilikan. Para petani berbondong-bondong memilih bibit unggul, menanamnya dan pada akhirnya akan sumringah jika musim panen tiba. Iya, petani-petani itu menanam benihnya, mengairi dan memberi pupuk. Tapi apa benar-benar mereka yang membuatnya tumbuh? Bagaimana sebuah biji di tanam di dalam tanah dengan perawatan yang semestinya, bisa tumbuh perlahan-lahan. Dari sebuah biji, akhirnya muncul tunas, lalu terus tumbuh. Satu senti, dua senti, tiga senti dan seterusnya hingga tinggi. Tumbuh daun-daun dengan bentuk yang berbeda-beda. Akhirnya muncul bunga dan buahnya. Buah tangan petani kah?
Yang membuatku bingung adalah :
* Sama-sama tumbuh di sawah kenapa padi bijinya terurai dan kecil-kecil dan menghasilkan beras berwarna putih dan merah (Indonesia banget) ada yang hitam dari jenis ketan. Sedangkan jagung, menempel rapi pada janggel dan dibungkus dengan helaian seperti daun. Dan bijinya lebih besar dari padi, berwarna orange atau kuning atau merah atau kadang-kadang putih. Dan kenapa kandungan glukosa beras/padi lebih tinggi? Oiya, kenapa rasanya gurih atau manis, kenapa bukan rasa pizza, BBQ, sapi panggang, ayam bakar dan sebagainya seperti rasa keripik olahan manusia?? (Imajinasiku terlalu jauh hehe :d)
* Sama-sama berdaun sejajar, kenapa padi dan jagung tumbuh biji yang bisa dimakan sedangkan alang-alang tidak?? Yang kutau sejauh ini adalah, ketiganya bisa dijadikan makanan sapi oleh para tetanggaku. Iya gitu.
* Sama-sama sayuran kenapa kol itu bentuknya bulat dan sawi tidak. Sama-sama terbenam dalam tanah kenapa kentang bentuknya bulat (meski agak benjol sedikit) sedangkan wortel bentuknya panjang dan lancip/tumpul dibagian ujungnya. Kentang warnanya coklat dan wortel warnanya orange. Rasanya juga berbeda. Dan bawang, ada yang putih ada yang merah ada yang gedhe(bombai), rasanya juga beda lho. Jadi bagaimana semua itu bisa terjadi?
Bukan petani penciptanya. Petani hanya melakukan usaha, dan selebihnya Tuhan yang menentukan mau jadi apa. Sebenarnya pertanyaan anehku masih banyak, tapi berhubung biar nyambung sama gambarnya yaitu gunung dan sawah jadi cukup sekian, daripada panjang lebar malah tambah ga karuan.

Demikian teman-teman. Berawal dari nemu foto indah area persawahan Dusun Celeng di FB-nya Mas Fendi (kakak sepupuku). Lalu imajinasiku mulai menjalar dengan liar dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan aneh seperti diatas. Padahal tidak usah ditanya, semesta juga tau jawabannya. Itulah Kuasa dan Rahasia Tuhan dalam memanjakan hamba-hambaNya. Hehheeeee
Semoga bermanfaat ,,, abaikan saja setiap tanda tanya konyol di atas, ambil sisi baiknya ya. Tentang beragam keindahan ciptaan Tuhan beserta manfaatnya. Jangan lupa bersyukur dan jangan lupa tersenyum :)

Senin, 29 September 2014

Doa Ibuku

Tiba-tiba teringat ibu. Aku selalu merasa ketakutan setiap kali mengingat ibu. Aku selalu ketakutan saat ibu berulang tahun. Banyak orang memaknai hari ulang tahun sebagai momen yang bahagia. Tapi setiap hari kelahiran ibu, aku akan ingat bahwa ibu semakin bertambah usia. Dan semakin berkurang kesempatannya di dunia. Aku takut kehabisan waktu untuk membahagiakanmu bu.
Aku sedang berusaha memperbaiki hidup dunia dan akhiratku bu. Karena salah satu kunci ahli surga adalah anak yang sholeh. Dan aku ingin menjadi sebabmu diterima di surga-Nya (Allah) kelak. Aku tidak ingin memberatkanmu di hari akhir nanti. Aku juga tidak ingin membebanimu di dunia ini.
Aku takut menangis di depanmu bu, karena ibu pernah berkata jika aku sedih ibu akan dua kali lebih sedih. Dan jika aku bahagia ibu akan berkali-kali lipat lebih bahagia. Dan aku akan selalu berusaha bahagia karena alasan itu bu.
Aku pernah mendengarkanmu berdoa di suatu malam, saat aku pura-pura tidur di sampingmu:
"Ya Allah, lindungilah putriku dimanapun dia berada. Bimbinglah langkahnya. Ingatkanlah ketika dia lupa. Kuatkanlah imannya. Berikanlah dia kesehatan jasmani dan rohani. Berikanlah perlindungan dan keselamatan lahir batin. Berikanlah kemudahan dalam segala urusan, dalam menimba ilmu dan dalam pekerjaannya. Berilah ia rizki yang halal, bermanfaat dan barokah. Dan berilah hamba kesembuhan, agar hamba bisa mendampinginya sampai tua nanti. Membantunya merawat cucu-cucu hamba jika Engkau mengijinkan. Hamba sangat menyayanginya, jadikanlah ia anak yang sholeh yang selalu berbakti dan sayang kepadaku. Ridhoilah Ya Allah. Amin."
Aku ingat sampai sekarang. Doa itu ibu panjatkan berulang-ulang setiap malam. Hingga aku sangat berhati-hati dalam melangkah. Aku takut membuat ibu sedih. Aku takut melukai ibu. Ibu selalu berdoa untukku, sampai ibu lupa berdoa untuk ibu sendiri. Saat ibu meminta diberi kesembuhan, itupun juga karena aku. Dan Allah akan selalu mengabulkan doa-doa dari hati yang mulia seperti ibu, percayalah. Aku janji bu, aku akan selalu berusaha menjadi orang yang dekat dengan Allah, agar doa-doaku untuk ibu mudah dihijabah.
Kita adalah dua wanita yang berjuang dengan doa yang saling menguatkan. Tanpa ayah, ibu selalu bisa melindungiku. Tanpa ayah, aku selalu berusaha menjaga ibu. Kita kuat sampai hari ini bu, karena Allah. Jangan lupa terus komunikasi dengan-Nya ya bu, agar kita tetap bersama dalam kehidupan kedua nanti. Di tempatnya orang-orang yang taat pada-Nya. Amin.
Love you, need you, miss you MOM .... as always!

Sabtu, 27 September 2014

Damai Ditanganmu


Akhirnya setelah beberapa waktu nulis tentang cinta, galau dan sebangsanya, kali ini saya menulis tentang pelajaran hidup yang saya dapat kemarin (Kamis, 25 September 2014). Tentang ketidak-tenangan hati karena melihat orang lain lebih beruntung.

Kadang atau sering, kita berkeinginan untuk mendapatkan sesuatu diluar batas kemampuan yang kita miliki. Ingin sesuatu yang lebih lagi dari yang sudah ada. Keinginan-keinginan itu bisa berujung pada perasaan iri, salah satu bentuk penyakit hati. Memang tidak melanggar hukum, tapi rasa iri tersebut akan membuat kita merasa tidak tenang. Namanya juga penyakit, pasti tidak enak rasanya. Setiap saat berfikir untuk dapat memperolehnya dengan singkat. Dan semua itu membuang-buang waktu. Menimbulkan stress karena yang diingini belum tentu bisa dimiliki. Setiap saat resah, hingga akhirnya menganggap dunia tidak adil. Dan itu salah besar. Semua itu berawal dari pemikiran-pemikiran negatif diri sendiri. Karena kita melakukan sebab-sebab yang merusak damai hati, seperti :
  • Tidak pernah merasa cukup. Dalam hidup, kita memang harus selalu berjuang. Tapi kita juga harus mengenal batas-batas. Lebih baik mempertahankan dan menghargai yang sudah ada. Daripada menggebu-gebu untuk sesuatu yang terlalu mempersulit hidup kita. Itulah kenapa, menimbang sebelum memutuskan itu sangat perlu. Jika memang itu baik dan kita merasa mampu, tidak akan ada masalah jika kita ingin mengejar. Semua orang memiliki batas kemampuan, jadi jika kita merasa kesulitan mengejar, lebih baik berhenti daripada menambah masalah baru. Waktu kita terlalu singkat, sedangkan bahagia tidak selalu ada pada hal yang ingin kita dapatkan.
  • Ingin memiliki semuanya. Sudah memiliki A,B dan C masih ingin memiliki D-Z. Sifat serakah itu memang susah dikendalikan. Seandainya kita mau berfikir, untuk apa memiliki terlalu banyak hal, jika dengan memiliki yang sedang saja sudah cukup. Meski kita memiliki banyak hal, kita tetap akan menggunakan sebagian saja, dan sebagian yang lain akan terabaikan. Malah tidak bermanfaat. Mubadzir. Jadi raihlah yang menjadi prioritas, jika ada kebutuhan kedua raihlah jika sudah mampu dan memang memiliki manfaat kedepannya.
  • Ingin berada di puncak tertinggi. Jika kita memiliki kedudukan tinggi, orang lain akan lebih "menganggap" kita. Tapi jika kita belum memiliki pijakan yang kuat, kita akan mudah jatuh. Saat kita melihat orang-orang yang sedang ada di atas, kita ingin seperti mereka. Rasanya semua hal mudah mereka lakukan. Tapi mereka tidak berada di sana begitu saja. Ada yang memang benar-benar berjuang dan ada yang memang memiliki akses besar untuk menujunya. Jadi, pandai-pandailah memahami diri sendiri. Kondisi mental tidak bisa sekuat keinginan yang kita miliki. Lakukanlah yang terbaik dimanapun posisimu. Di atas atau pun dibawah hasilnya tergantung dari tanganmu. Jika kamu mengerjakan kebaikan hasilnya juga akan baik, dan sebaliknya.
  • Ingin seperti orang lain. Saat kita bertemu dengan orang lain yang memiliki sesuatu lebih dari kita, mungkin rasa cemas akan hadir. Merasa posisi kita terancam. Khawatir kalau orang-orang di sekitar akan lebih peduli pada dia yang memiliki kelebihan itu. Kita berupaya untuk bisa seperti dia atau kalau bisa lebih dari dia. Seharusnya tidak perlu seperti itu, semua orang memiliki kemampuannya masing-masing. Jika kita terlalu sibuk untuk berusaha menjadi orang lain, kita akan lupa bahwa sebenarnya kita juga memiliki kelebihan sendiri. Lebih baik fokus, mengembangkan kemampuan sendiri. Lebih baik menjadi kita yang pertama daripada orang lain yang kedua. 
  • Tidak suka melihat orang lain bahagia atau kehidupannya lebih baik (sukses) dari kita. Ini yang terpenting. Penyakit hati yang paling berbahaya. Saat kita melihat orang lain lebih enak hidupnya kita jadi resah, jadi benci pada orang tersebut. Padahal orang itu tidak bersalah pada kita. Tapi kita terlanjur tidak suka karena keadaan yang kita impikan ada padanya. Segala sesuatu yang dia lakukan akan selalu kita pandang buruk. Kita berusaha mencari celah sedetail mungkin untuk menjatuhkannya. Tapi untuk apa semua itu. Kalaupun kita berhasil menjatuhkannya, apakah semua yang dia miliki akan menjadi milik kita? Kalaupun iya, apa yang bisa dibanggakan dengan mengambil paksa hak orang lain? Apa kita bisa jamin hidup kita akan lebih baik setelah itu? Tidak perlu repot dan buang waktu, lihat saja apa yang sudah kamu miliki. Bahagia itu bukan ketika kita memiliki segala hal. Tapi saat kita tidak membanding-bandingkan milik kita dengan milik orang lain.
Mungkin masih ada banyak hal lagi mengenai rasa iri atau ketidak-nyamanan hati karena perbandingan hidup kita dengan orang lain. Tapi itu yang saya pelajari dari kejadian kawan saya kemarin. Dan mungkin kita bisa mulai belajar membersihkan hati dengan beberapa cara:
  • Mengendalikan diri / mengontrol keinginan
  • Sadar dengan keadaan
  • Memahami kemampuan
  • Mensyukuri apa yang sudah dimiliki
  • Berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain
  • Merasa cukup dan tidak muluk-muluk
Yang terpenting : tetap semangat , berusaha , berdoa dan berserah diri. Menyadari bahwa segala hal sudah di atur oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak pernah memeberikan kita sesuatu yang sia-sia. 

DEMIKIAN TEMAN-TEMAN. SEMOGA BERMANFAAT. DAN JANGAN LUPA TERSENYUM :) :)


Rabu, 24 September 2014

Daun Mangga Tua

Menjelang sore
Daun-daun mangga disapu angin ke timur dan ke barat,
ke selatan dan ke utara
Berputar-putar, berserakan
Daun mangga tua yang sudah tiada daya
untuk menggantung diranting-ranting muda
Mungkin sudah waktunya melepaskan diri
Sudah tidak kuat lagi berkelana di udara
Sudah terlalu tua untuk bertengger diatas sana
Tangannya pun semakin renta
Sengaja lepas, terbang bersama angin
Dan inilah hidupnya sekarang
Jatuh ke bawah tersapu tak tentu arah
Sampai waktu membenamkannya ke dalam tanah

Nasibmu kini, daun mangga tua depan rumah

Kamis, 18 September 2014

Sejak Hari Itu

Aku sudah mencintaimu
Sejak aku mendengarmu mengumandangkan adzan
Pada Subuh pertama aku berada disini
Aku sudah mencintaimu
Sejak melihatmu menyampaikan kalimat Allah
Pada mereka yang terhitung masih suci
Kamu mengajaknya ke jalan yang lurus dengan penuh kesabaran
Ilmu yang tidak pernah terputus
Selalu kamu sampaikan
Aku sudah mencintaimu
Sejak aku mengintipmu dari jendela kamarku
Kamu sapu bersih daun-daun kering dibawah pohon mangga
Agar rumah Allah selalu bersih, sebersih hati yang mendatanginya
Kamu, hamba Allah yang telah menyita perhatianku
Yang meneduhkanku dengan rupa balutan air wudhu
Dan suara yang mampu menggerakkan kakiku
Panggilan sholat yang kamu kumandangkan
Mampu membuatku segera bangkit dari setiap kemalasan
Kamu, bawalah aku ke surga Allah besertamu
Kita tetap bersama sampai di taman surga
Yang mengalir sungai susu dan madu dibawahnya
Seperti janji Allah bagi hambanya yang bertakwa ...

Pembawa teduh,pembawa tenang. Pembawaku ke jalan Allah. Terima kasih.

Jumat, 12 September 2014

Bicaralah Kepadaku

Selain hembusan angin yang samar-samar, dan detak jantungku sendiri yang redup-timbul, tak ada lagi suara lain yang dapat ku dengar. Aku juga tak berani membuka mulutku kecuali untuk menguap agar mengurangi sedikit dilemaku. 
Jangankan untuk bertanya macam-macam, beralih duduk mendekat saja sungguh terasa berat. Setelah perpisahan yang terlalu lama, aku seperti orang yang baru bertemu dengannya. Serba kaku. Setelah bertanya kabar dan dia menjawab, sudah berhenti disitu. Aku hanya menunduk sambil terus memainkan jari-jariku. Dia, duduk tenang dan menoleh menyerong dari arahku. Mungkin dia juga sama, masih kaku. Tapi dia selalu lebih tenang.
Sebelumnya aku berfikir, saat dua orang bertemu setelah sekian lama berpisah pasti rasanya akan bahagia dan sangat lega. Tapi kenapa aku tidak. Rasanya seperti anak baru gedhe yang sedang janjian bertemu dengan teman dekat hasil sms nyasar. Mau tanya ini, mau tanya itu tapi malu. Mau bercerita banyak hal tapi mungkin belum saatnya. Harus bagaimana?

"Ayolah, cairkan suasana yang semakin beku ini. Menolehlah ke arahku. Ajaklah aku bicara sepanjang dan selebar yang kau mau.... Kamu pasti masih ingat aku ini tidak pandai menyembunyikan perasaanku. Aku bisa gelagapan jika harus bertanya padamu lebih dulu. Bertanyalah sesukamu, aku akan mencari kata paling baik untuk menjawabnya. Tenangkanlah aku, bicaralah kepadaku... Hai kamu, yang sudah lama tidak bertemu."

Rabu, 10 September 2014

Definisi Rindu

Libur akhir semester yang biasanya ku tunggu-tunggu sekarang jadi terasa lama sekali. Jadwal dari sekolah tetap satu minggu, tapi rasanya sudah seperti berabad-abad. Dan saat libur usai, rasanya seperti seorang pengembara yang berjalan ditengah gurun lalu menemukan air minum. Sekolah lagi, bangun pagi-pagi dan berangkat setengah berlari. Aku sampai di taman sekolah, menunggu dia yang selalu memberi senyum pertamanya saat memasuki pintu gerbang.
Aku menyambutnya dengan suka cita, kutebarkan senyum sumringah yang paling keren yang aku bisa.
"Kenapa?"
"Apanya yang kenapa?"
"Tersenyum selebar itu?"
"Apa tidak boleh. Aku senang bertemu lagi denganmu. Setelah libur panjang itu."
"Satu minggu kamu bilang panjang?"
"Iya. Menurutmu tidak panjang?"
"Tidak."
"Selalu saja. Menjawab dengan singkat. Aku kira kata-kata pertama yang akan kamu ucapkan itu lebuh so sweet, selamat pagi dengan senyum menawan misalnya. Tapi ternyata malah menanyaiku kenapa tersenyum lebar padamu."
"Selamat pagi." dengan wajah datar dan tanpa senyum.
"Seharusnya tadi."
"Ya sudah, aku pergi." Lalu membalikkan badan dan akan melangkah pergi.
"Tunggu dulu..." teriakku kesal.
"Ada apa?"
"Kenapa meninggalkanku? Aku ... rindu."
"Rindu???"
"Setiap saat aku memikirkanmu. Ingin cepat masuk supaya bisa bertemu. Apapun yang aku lakukan seperti selalu membawaku untuk mengingatmu. Aku menanti-nanti kabar darimu. Kalau aku sms katamu mengganggu. Aku jadi serba salah. Saat aku makan, rasanya nasi dipiring berjajar membentuk namamu. Saat mau tidur, tiba-tiba ada namamu di doaku. Entah kenapa..."
"Oya?? Bukankah nasi itu sengaja kamu bentuk dipiring jadi huruf-huruf dalam namaku?"
"Sebenarnya iya. Habis mau bagaimana? Kamu ingin mengatakanku bodoh?"
"Iya, tapi kamu sudah lebih dulu mengatakannya."
"Selalu saja."
"Dan doamu, terima kasih selalu membawa namaku dalam doamu."
"Yang benar saja?? Jadi kali ini aku berguna?"
"Iya sedikit."
"Haaaaa tidak apa-apa. Yang penting aku berguna, sedikit juga tidak apa-apa. Lalu, apa kamu tidak rindu?"
"Apa itu rindu?"
"Apa? Kamu tidak merasakannya? Ingin bertemu aku atau teringat-ingat terus dengan wajahku?? Tidak sama sekali kah?
"Sepertinya tidak. Aku menjalani hariku dengan biasa. Hanya saja..."
Sebelum melanjutkan kata-katanya, dia menatap persis mataku.
"Aku merasa jenuh terhadap waktu. Aku merasa kegiatan yang biasa kukerjakan di waktu libur menjadi tidak menarik lagi bagiku. Dan satu-satunya yang ingin kulakukan setelah libur usai adalah, memberikan senyum pertamaku untuk gadis aneh yang selalu menungguku di bawah pohon flamboyan."
Mendengar jawabannya, membuatku tersenyum malu-malu. Iya, dia rindu kepadaku.
"Lalu kenapa tidak datang ke rumahku?"
"Tidak. Aku membiarkan rasa ini. Biarkan membengkak, supaya saat bertemu denganmu, hatiku bisa merasakan bahagia yang luar biasa."
Aku mengangguk, melihatmu tersenyum semanis itu padaku. Entah apa pengertiannya, tapi yang jelas, rindu itu rasanya tidak enak sekali. Serba resah, serba menyalahkan waktu yang kuanggap berjalan terlalu pelan. Saat aku kesal kenapa matahari dan bulan tidak segera berganti peran. Saat aku hanya menginginkan satu hal saja dalam hidupku. Yaitu, bertemu.

Selasa, 09 September 2014

Pulanglah.. Kembalilah ...

Yang dihadapanku kini,
Bukan yang biasa kukenali
Arahmu sudah semakin membelok
Kakimu seperti tak dapat dikendalikan
Kamu, nahkoda yang kehilangan haluan

Aku meneriakkimu,
Kembali... Cepat kembali...
Sebelum ombak menggulungmu
Sebelum angin melemparmu ke daratan
yang tidak akan mau bersahabat denganmu

Aku ingin sekali mengejarmu
Tapi seperti yang kamu tau, aku tidak bisa berenang
Aku hanya memanggilmu dengan lantang
Entah kamu dengar atau kamu abaikan

Pulang ... Pulanglah ...
Ada aku disini, kamu tidak sendiri
Aku menerimamu, pulanglah kepadaku
Pulang ... Pulanglah ...
Berdirilah dihadapanku lagi
Aku lah rumah tempatmu untuk kembali

Jumat, 05 September 2014

Yang Kau Sembunyikan

Apa yang mau kau katakan??
Apa yang ingin kau coba jelaskan padaku?
Aku tidak ingin mendengarnya jika yang kamu sampaikan itu tidak benar adanya.
Tenanglah... kita sudah menghabiskan banyak waktu bersama. Sudah banyak tanah yang kita pijak berdua. Aku selalu mengikutimu, bahkan ketika kamu tidak ingin diikuti. Sekarang kamu ingin menjauh karena rasa bersalahmu telah mengecewakanku.
Tidak perlu berlaku sebodoh itu. Kamu pasti tau, bahwa aku akan selalu menerimamu. Semua orang punya sisi gelap dalam hidupnya. Dan aku menawarimu untuk merakit sinar-sinar agar gelapmu perlahan-lahan menghilang. Aku tidak akan menuntutmu macam-macam. Aku tidak ingin kamu semakin larut dalam kegelapan.
Katakanlah, bahwa kamu tidak akan membuatku kecewa dua kali. Jika kamu merasa bersalah, bukankah kau akan memperbaiki? Jika kamu pergi, kesalahanmu mungkin tak akan mudah untuk kumaafkan lagi. Aku ingin kamu disini dan membenahinya.
Cinta itu benar-benar buta kan? Hanya aku yang masih ingin melihatmu disaa-saat terpurukmu. Dan aku berbangga menjadi satu-satunya yang ada disampingmu. Aku tetap akan mendampingimu. Sampai kamu benar-benar sadar bahwa kata maaf saja, itu tidak cukup. Kamu harus melakukan pembuktian, mencari obat yang paling ampuh untuk menyembuhkan lukanya.
Aku memang sudah memaafkanmu, bahkan sebelum kamu memintanya. Tapi saat aku telah memafkanmu, itu bukan berarti rasa sakitku telah sembuh. Aku perlu untuk kamu obati. Bisakan, jika kutukar kata maafku dengan obat darimu?
Tidak sulit untuk membuatku bahagia. Tidak susah memulihkan kepercayaanku yang terlanjur kamu buat berantakan. Kamu hanya perlu tetap tinggal, menjalani hidupmu dengan baik. Dan buatlah aku bangga menjadi yang ada disampingmu. Menjadi yang kamu perhitungkan. Menjadi yang ingin kamu bahagiakan... Bisakan???

Kamis, 04 September 2014

Lelah-mu

Lelahmu... tidak perlu kamu sembunyikan
Tidak perlu kamu utarakan
Dengan diammu, aku sudah membacanya
Dari bisumu, aku tau kamu sedang terluka

Jangan berikan senyuman itu padaku
Aku tau senyummu pura-pura
Kamu berikan senyum itu supaya aku berfikir
Bahwa kamu baik-baik saja

Bersedihlah jika kamu ingin bersedih
Semua orang memiliki batas untuk menjadi kuat
Semua orang berhak berhenti jika ia merasa lelah
Kamu tidak perlu memaksa diri untuk tetap melangkah

Menangislah bila perlu
Pandanganku tidak akan berubah terhadapmu
Aku tidak ingin kamu menjadi pembohong
Bahkan dengan alasan ingin menyenangkan orang lain sekalipun

Aku akan pergi
Dalam beberapa waktu akan kubiarkan kamu sendiri
Aku tidak akan datang untuk menemani
Aku tau, kamu butuh waktu untuk menenangkan hati

Tapi, ingatlah...
Jangan terlalu lama dalam keadaan itu
Jangan terlalu lama membisu
Jangan terlalu lama membuatku menunggu
Jika tenagamu sudah cukup, cepatlah berlari

Berlari kesini.... Iya, ke arahku. Manusia yang dengan senang hati menunggumu....

Aku Membaca Kesepianmu

Aku tau itu bukan dirimu.
Kamu tidak sedang menjadi dirimu sendiri. Kamu hanya mengikuti peran yang diminta untuk kamu mainkan, dan kamu tidak cukup percaya diri untuk menolaknya. Kamu hanya ingin orang-orang mengakui keberadaanmu. Kamu mencoba mencari kembali perhatian yang selama ini kamu damba-dambakan dengan cara itu. Dan pada ujungnya, kamu tau itu salah.

Hingga di titik ini, saat kamu gagal memainkan peran, orang-orang memalingkan mukanya darimu. Kamu dianggap telah menyalahi aturan. kamu di tempatkan dalam keadaan yang serba tidak nyaman. Dan disaat seperti itu, kamu mencoba kembali pada dirimu yang sebenarnya. Keadaan tidak berubah. Kamu tetap dipersalahkan.

Kamu terus berjalan menggeluti waktu. Ke desa-desa, ke gunung-gunung, ke laut-laut yang belum pernah kamu kenal sebelumnya. Membawa diri bersama setengah keberanianmu. Kamu menyapa rimba, mencoba bersahabat dengannya. Mencoba mencari perlindungan barangkali suatu waktu ada binatang buas yang siap memangsamu. Mencoba bersahabat dengan karang, barangkali suatu waktu ada ombak yang siap mengombang-ambingkanmu di tengah lautan. Kamu merasa lelah. Sangat lelah. Kamu singgah ke desa, barangkali suatu waktu ada yang bersedia menjadi rumah untukmu berlindung dari panas dan hujan.

Di bawah pohon kekar yang menantang langit itu, kamu duduk dan menyandarkan lelahmu. Matamu terpejam, mencoba mengulang yang ada di belakang. Perlahan-lahan penyesalanmu membeku, merubah bentuknya ke dalam butiran air, merambati matamu yang sedikit terpejam. Menuruni pipimu, hingga jatuh di dadamu. Penyesalanmu sesak memenuhi dada, kemudian menjadi sesuatu yang kamu pikirkan, memenuhi isi kepalamu hingga akhirnya, karena kepala tidak sanggup menampung semua, dikeluarkan sedikit demi sedikit melalu air mata itu. Hingga jatuh kembali, di atas dadamu.

Kemudian kamu merasa sedikit lega, kamu membuka mata. Melihat disekitarmu dengan jelas. Rupanya airmatamu telah menyapu dengan bersih seluruh debu yang sebelumnya telah membuat kabur pandanganmu. Kamu berdiri meninggalkan pohon yang sudah mulai gerah menyanggah punggungmu. Kamu berjalan, selangkah demi selangkah. Meninggalkan, desa-desa, gunung-gunung dan laut-laut yang sudah mengajarimu bertahan hidup di dunia liar. Yang kini sudah menjadi sahabatmu. Pada akhirnya kamu harus mengucapkan selamat tinggal pada mereka. Lambaian tangan dan senyum yang mengembang mewakili rasa terima kasihmu yang amat dalam. 

Kamu berjalan, semakin menjauh. Semakin menjauh. Kamu sampai di halaman. Kamu berdiri tepat di depan pintu. Di sanalah rumahmu. Kamu telah kembali. Kamu pulang. Kamu tidak lagi kesepian.


Selasa, 02 September 2014

Aku Mempercayaimu

Aku berjalan ke arahmu
Dengan konflik batin yang menderu
Keinginan ini terlalu kuat untuk mendekatimu
Sedangkan aku juga masih menyimpan malu
Aku bukan siapa-siapamu
Tapi aku ingin menjadi orang yang paling erat menggenggam tanganmu

Aku sampai di hadapanmu

Kamu sedang menundukkan wajahmu
Yang kemudian kamu angkat untuk menatapku
Dan kamu bilang "duduklah di sampingku"

Aku menuruti katamu
Aku duduk dan bertanya "ada apa denganmu?"
Kamu tidak mengeluarkan sedikit kata pun untuk menjawabku
Aku tau kamu sedang memerangi amarahmu

aku ada di sini untukmu
bahkan ketika orang-orang sudah tidak lagi mempercayaimu
mereka menghakimimu
mereka memberikan tuduhan-tuduhan yang tidak benar terhadapmu
saat ini, sebagian orang membencimu
mereka tidak memberimu kesempatan untuk menjelaskan
mereka sudah terlanjur menganggapmu bersalah

mereka tidak melihat apa yang ada dibelakangmu
mereka tidak merasakan bagaimana sulitnya menjadi kamu
mereka membiarkanmu terperangkap dalam malu
mereka memaksamu mengakui apa yang bukan menjadi kesalahanmu

aku belum benar-benar mengenalmu
sejak dulu aku melihatmu hanya dari rasa cintaku
sedangkan kadang cinta bisa saja membutakan mataku
tapi melihatmu tertunduk seperti itu membuatku menjadi tau
aku melihatmu dari sisi lain mataku
kamu sedang terbelunggu
seseorang sedang berusaha menjatuhkanmu
dan kamu tidak memiliki pijakan yang kuat untuk mempertahankan kebenaran itu

aku tidak bisa berbuat banyak hal untuk menyelamatkanmu
aku hanya bisa menjadi orang yang tetap mempercayaimu
mungkin inilah satu-satunya yang kamu butuhkan saat ini
dan inilah satu-satunya yang bisa kuberi

Aku ada disini.. dan mempercayaimu ..

Minggu, 31 Agustus 2014

Aku Masih Ragu

Aku tidak sengaja lari agar kau kejar
Aku hanya tidak berani mendekat
Aku sedang menjaga hatiku dari rasa sakit
Aku takut, suatu hari perasaan ini akan kau kecewakan

Aku tidak sengaja menghindar agar lebih kau perhatikan
Aku hanya sedang menahan hatiku agar tidak jatuh terlalu dalam
Aku takut, jika hari ini aku adalah orang yang kau perjuangkan
Suatu hari aku akan menjadi orang yang kau abaikan
Aku takut, jika hari ini aku adalah orang yang selalu kau ingat
Suatu hari aku akan menjadi orang yang kau lupakan

Aku takut, jika rasaku dan rasamu tidak bisa tumbuh menjadi satu

Aku masih ragu ...

Namanya Jatuh Cinta

Dear sore yang jingga,

Kali ini aku tidak duduk di teras rumah untuk melihat anak-anak kecil pergi mengaji.
Aku di dalam rumah, di depan televisi. Sambil membolak-balik hp yang sebelumnya tidak pernah kuperlakukan seperti ini.
Kamu tau apa sebabnya?
Beginilah hati orang yang sedang menumbuhkan rasa. Yang membiarkan hatinya jatuh agar ada yang mengambilnya.

Pesan singkat yang hanya berisi selamat pagi atau sekedar menanyakan kabar saja bisa kubaca berulang-ulang. Dari awal percakapan sampai tanda titik (.) terakhir yang dia tulis, kupandangi lama-lama. Berfikir ulang, adakah kata lain yang lebih menarik untuk mejawab pertanyaan tentang kabarku hari ini.
"Aku baik-baik saja".. ahh itu sudah biasa.
"Hatiku sedang terganggu (olehmu)" ini jawaban yang aneh.
"Aku sedang bahagia." Tidak, aku rasa jawaban ini tidak tepat.
Pertanyaan "apa kabar" saja menjadi begitu sulit dicari jawabannya. Aku seperti sedang mengisi te-te-es, satu pertanyaan bisa dijawab dengan beberapa kata. Namun hanya satu kata yang bisa sesuai dengan jumlah kolom. Dan hurufnya bisa bersambung untuk jawaban berikutnya.

Susahnya menjadi orang yang sedang jatuh cinta, hal yang biasa dilakukan dengan mudah, bisa berubah menjadi sedemikian susahnya. Takut kalau-kalau yang dilakukan bisa menjauhkannya dari orang yang diharapkannya.

Namanya jatuh cinta...

Rabu, 27 Agustus 2014

Pita Kupu-Kupu

"Dasar anak SD..."
Jika orang lain yang mengatakan, mungkin aku tidak akan peduli. Tapi setiap kata yang kamu ucapkan selalu menjadi penting untuk ku tanggapi.
Kamu bilang tidak ada anak SMP yang memakai pita kupu-kupu sepertiku. Kamu bilang, pelajaran matematika saja bisa semakin keren, kenapa aku tidak.
"Aku fikir saat kamu bilang aku seperti anak SD itu karena wajahku masih imut."
Iya, itu juga pemikiran anak SD. Selalu mengambil kesimpulan yang menyenangkan. Jika ada yang mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kondisiku, seharusnya aku bisa menimbang-nimbang apa alasannya. Tidak menyimpulkan begitu saja.
Semenjak itu, aku melepasnya. Rambutku, ku urai dengan biasa. Tanpa asesoris apapun. Dengan begitu aku akan berada pada kondisi yang netral. Tidak disebut seperti anak kecil. Tidak dipandang terlalu dewasa.
Pagi itu, tanpa kusangka-sangka, kamu memberikan kotak kecil untukku. Dan aku membukannya. Pita kupu-kupu...
"Kenapa?"
"Aku ingin kamu tetap memakainya."
"Setauku kamu bukan orang yang bisa merubah keputusan dengan mudah."
"Memang. Tapi saat kamu berhenti memakainya, aku merasa lebih berbeda. Ternyata..."
"Ternyata apa?"
"Pita kupu-kupu itu yang membuatku rindu."
Haaahhh????? Waktu itu aku pikir, telingaku sedang dibisingkan oleh angin ribut. Atau bunga flamboyan sedang gugur dan tidak sengaja masuk ke telingaku sehingga suaramu tidak jelas kudengar.
Saat guruku menyebut namaku dengan keras karena aku menjadi bintang kelas, aku sangat bahagia. Tapi kata-katamu waktu itu. Lebih membuatku bahagia.
"Tapi aku tidak akan memakainya sesering yang dulu."
"Kenapa? Kamu takut kalau aku bilang seperti anak SD lagi?"
"Sebenarnya, apapun sebutan untukku, jika sebutan itu darimu, aku tidak akan peduli."
"Terus kenapa?"
"Jika dengan melepas pita kupu-kupu ini bisa membuatmu merindukanku, lalu untuk apa aku memakainya?"
Kamu tersenyum tipis. Senyuman yang tidak kamu buat-buat. Senyuman yang tidak kamu lebih-lebihkan agar aku senang. Senyummu sederhana, membuatku bahagia. Dan kali ini kamu yang tersipu. Seakan kamu malu untuk mengakui bahwa kamu sudah masuk dalam perangkap yang telah kamu buat sendiri. Lalu kita beranjak dari tempat duduk kita. Aku menyimpan pitanya ke dalam saku. Aku pergi ke kelasku.
Dan, membiarkanmu tetap merindu.

Senin, 25 Agustus 2014

Aku Tidak Ingin Mengulang

Ingatkah?
Hari kemarin saat kita masih memberikan hormat untuk bendera yang sama?
Saat itu, berjemur di lapangan upacara tidak pernah lagi ku rasakan panasnya.
Saat lagu Indonesia Raya bukan hanya menjadi simbol kemerdekaan bangsa.
Setiap liriknya terasa lebih membahagiakan melebihi lagu orang yang sedang membangun cinta.
Saat lagu Hymne Pahlawan bukan hanya menjadi jeda untuk mengheningkan cipta.
Setiap liriknya terasa lebih menyedihkan seperti lagu orang yang sedang dipatahkan hatinya.
Saat pembacaan Undang-Undang Dasar bukan hanya menjadi amanat Negara.
Setiap barisnya seperti membawa pesan-pesan berharga. Lebih bernilai dari puisi-puisi karya penulis ternama.
Aku tidak dalam keadaan lelah atau kepala yang berkunang-kunang ingin pingsan karena kepanasan.
Aku merasakannya dengan penuh kesadaran.
Kehadiranmu, menyelipkan nada bahagia dalam setiap suara yang kudengar.
Bahkan, teguran guru Sejarah saat aku ketiduran ditengah pelajaran seakan menjadi pujian yang bisa kubanggakan.
Senyummu selalu menciptakan ilusi-ilusi mustahil untukku.
Menyiratkan raut sempurna pada setiap apa yang kulihat.
Bahkan saat aku melihatmu berjalan beriringan dengan orang lain pun aku masih terus berusaha bahagia.
Mencoba menipu perasaanku yang kubiarkan tetap tumbuh cintanya.

Untuk apa?
Sekarang, saat logikaku telah bisa mengimbangi perasaanku yang selalu ingin dimanja, aku baru bisa melihat dengan benar. Aku baru merasa tidak mengerti tentang kebodohanku waktu itu. Saat seseorang yang kusayangi tidak memilihku, seharusnya aku pergi. Aku juga masih tidak mengerti tentang pilihanku saat itu. Untuk tetap mengikutimu yang telah berjalan bersama orang lain. Dan berharap kamu akan berpaling. Entah kenapa saat aku masih ABG, aku berfikir bahwa patah hati adalah bagian dari keindahan mencintai seseorang.

Dan aku sedang menertawai diriku sendiri, sekarang.

#Aku tidak ingin mengulang.

Kamis, 14 Agustus 2014

R a P a T

Selama hidupku, aku tidak pernah mengagumi apa yang dinamakan "RAPAT".
Sebuah kegiatan yang membuatku duduk diam diantara beberapa orang. Mendengarkan satu suara saja, kemudian baru saling timpal satu sama lain jika memang ada yang perlu diberi tanggapan. Kegiatan yang tidak memberikan hiburan. Membuatku merasa tua dalam beberapa saat. Dengan topik-topik yang sebenarnya tidak kupahami. 

Dan siang ini kegiatan yang membosankan itu disebut dihadapanku. Rapat pengurus OSIS menjelang Masa Orientasi Siswa baru. Aku juga tidak tau, jari dengan kesalahan syaraf mana yang telah menunjukku untuk menjadi salah satu anggota pengurus OSIS itu. Aku tidak suka berorganisasi. Aku lebih suka mengurangi gunungan bakso di kantin sekolah. Atau hal lain yang lebih membuatku merasa bahagia, diam-diam memetik buah kakao di taman sekolah misalnya. Ya, aku suka menghabiskan waktuku di taman sekolah. Aku suka membuat pengurus taman marah pagi-pagi. Aku selalu memetik bunga Tanjung tiap kali datang, karena aromanya yang membuatku tenang. Terlebih saat pelajaran Sejarah. Bunga Tanjung menina-bobokkan-ku dengan indah. Aku juga sering memetik bunga sepatu yang sudah mekar, untuk kujadikan penghias kolam di samping Mushola. Karena aku menyayangkan, kolam itu seharusnya bisa lebih enak dilihat jika ada bunga-bunga Teratai yang bermekaran. Tapi yang kulihat berbeda. Setiap aku datang ke kolam, pemandangannya selalu katak yang berenang-renang dengan bahagiannya. Ada juga yang sedang menggendong katak lain yang kupikir anaknya, sebelum akhirnya temanku memberitau bahwa yang digendong itu adalah pasangannya. Entah dapat ide darimana, aku pura-pura percaya saja.

Aku begitu tidak tega meninggalkan kegiatan bahagiaku itu untuk sebuah rapat yang hanya akan membuatku menguap berkali-kali. Tapi bagaimana pun juga, aku ini siswi yang tau adat. Aku hadir dengan langkah kaki yang susah sekali diajak maju. Seperti ada sekarung pasir diikatkan ke sisi kiri dan kanan kakiku. Jarak antara kelasku dan ruangan OSIS biasanya bisa ditempuh dengan mudah. Dengan memejamkan mata pun bisa. Tapi kali ini rasanya aku seperti di suruh lari marathon 42,195 km dengan posisi jalan yang menanjak. Dan saat akan memasuki ruangan aku sudah melihat beberapa orang termasuk ketua OSIS sedang mendiskusikan sesuatu. Aku tidak berniat untuk tau, sama sekali tidak berminat. Kira-kira lima menit kemudian kursi-kursi kosong yang berjajar rapi seperti tatanan upacara itu sudah terisi penuh dengan kepala-kepala yang tidak rata posisinya. Aku duduk paling belakang, dekat pintu kedua. Dengan rencana saat rapat selesai aku bisa langsung loncat keluar ruangan yang penuh dengan siswa siswi dengan wajah yang biasa dibuat serius itu. 

Seperti yang sudah kuprediksikan, ketua menjelaskan sejumlah agenda dan apa saja yang harus kami lakukan nanti. Setelah penjelasannya usai, ketua berkata "Ada yang ingin ditanyakan?". Pertanyaan yang ingin sekali kujawab jika aku memiliki suara lantang. Batinku sudah meronta-ronta "Ada ketua. Saya sama sekali tidak paham mengenai masalah seperti ini. Jadi boleh tidak jika saya tidak usah ikut. Saya tidak bisa apa-apa. Ini serius dan saya tidak sedang bercanda!!!". Sayangnya aku masih tau malu, jadi kata-kata yang sudah siap berbunyi itu kusembunyikan dengan rapi. Dan aku heran, teman-teman justru berebut mengacungkan tangan. Ada yang bertanya, ada yang memberi masukan. Itu interaksi yang bagus. Dan aku lebih memilih untuk menggumam "Apa lagi ini. Kapan selesainya kalau begini."
Kemudian ada suara yang menjawab pertanyaanku itu, "Sudah diam saja. Mereka juga tidak sedang benar-benar bertanya. Mereka hanya mengulur waktu untuk kembali ke kelas. Kegiatan ini membuat mereka bebas bernafas dari pelajaran atau ulangan."
Suara itu terdengar persis di sebelah kananku, aku menoleh. Dia berdiri menyandarkan sebagian tubuhnya di pintu yang terbuka itu, DIA. Sejak kapan DIA disini. Aku menelan ludahku sedikit demi sedikit. Orang yang sangat ingin kuajak bicara dan kutanyai banyak hal kali ini menjawab pernyataanku. Mungkin ini kebetulan. Atau aku salah lihat dan mendengar karena efek rapat yang membosankan. 
"Kenapa melihatku seperti itu?"
Hah, dia bertanya lagi. Aku sedang kebingungan menyusun kalimat yang baik. Ini lebih mengerikan daripada pelajaran Bahasa Indonesia. Semoga aku tidak salah bicara.
"Sejak kapan kamu disini? Kamu OSIS juga ya?" Aku balik bertanya dengan nada sok akrab.
"Aku ada disini, sudah pasti aku OSIS." Jawabnya selalu dengan nada datar.
"Terus.....?" aku mengatakan dengan nada panjang dan sedikit lirih
"Terus apa? Sejak kapan aku disini?" Aku mengangguk
"Lumayan, sudah cukup untuk melihatmu menahan dagu, melipat dahimu, menggaruk kepalamu yang tidak gatal dan sudah cukup lelah juga menghitung berapa kali kamu menguap dan menutupinya dengan topimu."
Dia dari tadi disini. Ya Tuhan, seharusnya aku bisa terlihat baik di depannya. Andai saja aku tau sejak awal bahwa DIA juga akan ada disini, pasti aku bisa datang dengan membawa sedikit alasan. Dengan perasaan yang sudah pasti bisa membunuh rasa kantukku. Perasaan yang bisa merubah suasana rapat menjadi lebih menyenangkan.
"Kamu melamun atau bagaimana sih?" Tanyanya mengagetkanku.
"Maaf."
"Dasar lemot. Ditanya apa jawabnya apa." Dan entah kenapa kata lemot darimu bisa langsung menempel dikepalaku. Seolah olah aku ingin terus mendengarmu berbicara padaku, bahkan dengan kata lemot sekalipun. 

Rapatpun selesai. Semua bubar. Aku mencarinya dan sudah tidak ada. Aku mampir ke kantin sebelum kembali ke kelas. Aku minum teh sisri rasa apel yang dibungkus kantong plastik ukuran 1/2 kiloan dengan es batu yang benjol besar dan sedotan yang rupa-rupa warnanya. Tiba-tiba ada yang duduk di sebelahku, aku menoleh. DIA (lagi).
"Tetap saja melihatku seperti itu." Singkat menegurku. "Kenapa? Mau bertanya lagi, sejak kapan aku disini?"
"Tidak. Kupikir kamu sudah kembali ke kelasmu. Kamu sudah tidak ada waktu rapat bubar tadi."
"Jadi kamu mencariku?" 
Hah, aku salah bicara lagi. Aku merasa seperti tersangka yang disuguhi barang bukti dalam sidang penentuan hukuman.
"Bukan begitu. Kan ini, kita kan banyak orang ya. Aku amati satu-satu kok. Terus pas bubar, aku masih melihat mereka, kecuali kamu. Sudah itu saja."
"Aku yakin kamu tidak mengamati satu-satu. Sejak masuk ke ruangan rapat, matamu sudah menciut. Turun berwatt-watt."
Ya ampun, harus menjawab bagaiman lagi untuk menangkis pernyataan maut itu. Salah satu cara untuk membela diri adalah alasan untuk kembali ke kelas.
"Ehmm,,, aku kembali ke kelas dulu ya."
"Tidak usah. Lima belas menit lagi bel ganti pelajaran. Sudah tanggung. Kita ke perpustakaan saja."
"Hah? Untuk apa? Disana kan tidak ada novel atau komik. Satu-satunya yang bagus cuma resep membuat kue." Tanpa menunggu jeda dia langsung tertawa.
"Kamu tertawa lepas. Ya ampun, dapat doa apa dari ibuku tadi pagi sampai aku bisa membuatmu tertawa seperti ini." Kataku dalam hati.
Kemudian DIA berdiri, aku mengikutinya. Saat diperpustakaan, DIA mengambil koran harian. Aku duduk diam saja disampingnya melihat dia membaca sekilas lalu kemudian bergumam sendirian.
"Kamu kenapa?" Tanyaku
"Klup sepakbola yang ku andalkan kalah tadi malam."
"Ohhhhhhh...." Nada panjang
"Ga usah Ohh.. Kamu juga ga ngerti kan masalah bola."
"Darimana kamu tau?"
"Aku pernah melihatmu diprotes teman-temanmu karena kamu memasukkan bola ke gawangmu sendiri."
"Yang itu ya. Aku sengaja. Biar permainan cepat berakhir." Jawabku dengan sok bijak, ini upayaku menutupi malu.
"Kalau cari alasan yang keren sedikit. Mau kamu masukin bola seribu kali permainan tidak akan berakhir sebelum 2 x 45 menit."
Ya ampun, aku malu lagi. "Memangnya seperti itu ya? Kan pelajaran olah raga cuma 90 menit. Jadi waktu itu pokok ada tim yang menang udah selesai. Kan ga main beneran."
Aku masih mengelak menyelamatkan rasa maluku.
"Sudah diam saja.Kamu pikir aku tidak tau."
Lalu aku diam daripada salah bicara lagi dan semakin menambah rasa maluku. Dan akhirnya belpun berbunyi, dia mengantarku kembali ke kelas. Kelas kami dibatasi oleh 4 kelas lain.
"Sebenarnya aku bisa ke kelas sendiri. Nanti kalau gurumu sudah masuk kelasmu lebih dulu bagaimana?" Kataku yang merasa sedikit tidak enak, dan lebih banyak merasa bahagia.
"Aku yang mengajakmu tadi. Jadi aku harus mengantarmu. Tidak usah menyuruhku untuk mampir. Ini bukan dirumahmu."
"Iya,, iya. Memangnya siapa yang mau berlaku konyol seperti itu?"
"Bukannya kamu sudah biasa berbuat konyol?"
"Apa???" Nadaku agak tinggi
"Sudah masuk. Aku mau kembali ke kelas." 
Dan dia berlalu begitu saja. Seandainya aku bisa mengulur waktu lebih lama lagi.  Seandainya aku tau kalau dia ada di belakangku sejak rapat dimulai. Seandainya aku berani menyapanya sejak lama. Pasti saat-saat indah seperti ini akan kujumpai setiap hari.
Aku masih terus memandangimu yang pergi ke arah Selatan dari kelasku. Aku terus menatap punggungmu yang tetap rata sekalipun kamu sedang mempercepat langkahmu. Aku sudah terbiasa melihatmu seperti ini. Dengan sembunyi-sembunyi ataupun dengan terang-terangan tapi tetap tidak kamu sadari. Dan hari ini, Tuhan mengajariku satu bahasa lagi. "RAPAT" bukan hanya kegiatan berkumpunya beberapa orang dalam suatu tempat untuk membahas topik tertentu. Kini, sejak percakapan kita tadi, aku menerjemahkan rapat ke lain arti. 
 RAPAT , membuat jarak antara kamu dan aku menjadi dekat. Membawa kita pada percakapan-percakapan biasa yang ku artikan dengan istimewa. Membuatku bahagia dengan perlakuanmu yang belum pernah kuduga sebelumnya. Aku mengejarmu, selalu mengejarmu. Dan setelah aku lelah berlari, kamu sendiri yang datang padaku. Dengan membawa air untuk mengikis rasa dahagaku. Membuatku merasa canggung, menyambut kenyataan yang pernah kujalani dalam khayalan. Mimpi yang menjadi nyata itu bahagia rasanya. Semoga tidak berhenti disini, semoga aku dan kamu selalu lebih dekat. Semoga ikatan ini menjadi kian RAPAT.

Ini penggalan cerita saat aku berada di Sekolah Menengah Pertama. Yang tidak bisa kugambarkan duka bahagianya. Cerita ini untuk mengabadikan rasa. Karena rasa, tidak bisa didokumentasikan bentuknya.

Rabu, 13 Agustus 2014

Reuni Akbar Tahun Depan

Aku sedang mempersiapkan diri untuk pertemuan itu. Yang sudah kunanti-nanti sejak dulu, sejak hari kelulusan. Reuni akbar tahun depan. Aku sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari seperti ini. Aku orang yang tidak bisa tergesa-gesa, kamu mengetahuinya.

Aku mempersiapkan penampilanku. Bukan karena aku ingin terlihat sempurna oleh banyak mata nanti. Aku juga tidak sedang menghindari malu karena salah kostum atau bedak yang tidak rata diwajahku. Aku hanya tidak ingin saat kamu melihatku nanti, kamu akan berkata seperti ini "kamu sudah berubah". Aku benar-benar tidak ingin kamu menilaiku seperti itu. Aku tetap ingin menjadi orang yang kamu kenal dulu.

Aku mempersiapkan telingaku baik-baik. Aku tidak ingin rasa rindu mengurangi fungsi pendengaranku. Aku takut telingaku salah menangkap kata-kata darimu. Aku takut jika kamu bertanya "bagaimana kabarmu?" akan masuk ke telingaku dengan "aku merindukanmu". Aku tidak mau keliru. Aku tidak ingin kesalahanku menangkap pertanyaanmu justru akan membuatmu merasa risih padaku.

Aku melatih dengan keras lidahku yang bisa saja tergelincir sewaktu-waktu. Aku takut jika jantung yang berlari dengan keras setiap bertemu denganmu ini akan mengendalikan perkataanku. Aku takut jika tiba-tiba mulutku mengeluarkan uneg-uneg yang sudah membatu, "aku masih mencintaimu". Maka dari itu, aku sedang mengajari fikiranku agar tidak mudah menuruti kata hatiku. Aku tidak ingin kamu anggap kejiwaanku sedang terganggu. Aku tetap ingin ada untukmu dan kamu bisa tersenyum padaku tanpa terbebani dengan igauan-igauanku yang tidak lucu.

Nanti, dipertemuan itu. Aku ingin kamu menilaiku sebagaimana penilaianmu dulu. Aku tidak berharap kamu puji-puji. Aku tidak berniat untuk kamu sanjung-sanjung. Aku hanya ingin melakukan satu hal yang selalu ku usahakan sejak dulu, membuatmu tersenyum - karena aku. Dan aku ingin mengulangnya dalam pertemuan itu.

Aku menunggumu - dalam reuni akbar tahun depan.