Minggu, 14 Februari 2016

Surat Kepada Suamiku

Kepada yang tercinta ,,, Suamiku.

Sekali lagi, terima kasih telah memilihku untuk menjadi teman dalam menghabiskan waktumu di dunia ini. Semoga aku selalu menjadi bagian terbaik dalam hidupmu. Semoga aku dapat menjadi teman perjalanan yang senantiasa membahagiakan bagimu.

Suamiku …,

Ini adalah surat pertama yang ku tulis sejak tanggal halal kita ditetapkan. Aku ingin membuat pipimu merona dan perasaanmu berbunga-bunga ketika membacanya. Begitu banyak kata yang ingin ku tulis. Begitu banyak ungkapan rasa yang ingin ku utarakan. Tapi aku terbungkam, jariku menggenggam. Aku terlalu bahagia. Hingga aku terpaku tanpa daya. Masih teringat jelas, tiga minggu yang lalu kau ucapkan sebaris kalimat di hadapan penghulu, dengan tenang dan penuh keyakinan. Segalanya begitu syahdu, hingga aku menjadi milikmu.

Suamiku,

Aku adalah gadis kecil yang dengan berat hati melepaskan diri dari genggaman orang tuaku. Memberanikan diri untuk melangkah bersamamu. Dengan rasa bahagia, ragu, takut yang berkecamuk menjadi satu. Tapi telah kubulatkan tekad sebelum langkah kita di mulai. Jadi, tetaplah membuatku yakin dan percaya akan cintamu. Cintamu yang setulus cinta kedua orang tuaku. Yang senantiasa menuntun dan membimbing langkahku dengan sabar dan penuh kelembutan. Yang senantiasa mengajariku banyak hal dengan penuh kasih dan sayang. Yang mengajakku berbicara dengan halus untuk mengingatkanku pada kebenaran. Yang memelukku dengan penuh kehangatan. Dan apabila sewaktu-waktu aku merindukan mereka, ijinkanlah aku berada di antaranya. Ijinkanlah aku tetap memiliki mereka dalam hidupku. Biarkanlah cinta mereka tetap menyertaiku. Dan jika kau berkenan, ijinkan mereka menua bersama kau dan aku.

Siamiku,

Aku bersyukur karena kau selalu mensyukuri adanya aku dalam hidupmu. Aku bahagia karena kau selalu berkata bahwa kau bahagia memilikiku. Semua kau katakan dengan tatapanmu yang murni, dari lubuk hati. Kau selalu mengatakan bahwa aku yang terbaik (semoga). Rasa cintamu seolah menutup kedua matamu dari segala kekuranganku. Setiap kesalahan yang ku lakukan seperti tak pernah tampak di depanmu. Ruang maafmu selalu besar kepadaku. Maka, maafkanlah aku untuk kesekian kali jika aku belum mampu melaksanakan tugasku dengan baik untukmu. Aku masih sering luput dari kewajibanku. Aku masih sering lupa bahwa aku tak lagi hidup dengan diriku sendiri, sudah ada kau di sisi. Semoga rasa maklummu tetap ada. Aku akan terus menyadarkan diriku siapa aku saat ini. Memahat dengan baik setiap kewajiban dalam ingatan lalu mewujudkannya dalam tindakan. Semoga aku menjadi terlatih seiring waktu.

Suamiku,

Aku menyayangimu, begitu menyayangimu.
Ijinkanlah aku menjadi yang terakhir bagimu. Mendampingimu hingga akhir waktu.
Ijinkan aku mencintaimu hingga nafas terakhirku.
Ijinkan aku bersamamu dalam mendakwahkan agama kita.
Ijinkan aku menjadi alarm di saat kau lupa.
Ijinkan aku bersamamu dalam setiap pengabdian kepada – Nya.
Ijinkan aku tetap tersenyum dan melayanimu sepenuh hati di saat tua kita.
Ijinkan aku mengingatkan setiap kenangan perjalanan rumah tangga kita jika barangkali usia menelan sebagian ingatanmu tentang kita.
Ijinkan aku menjadikanmu tokoh utama setiap kali aku mendongen pada cucu-cucu kita.
Ijinkan aku tetap ada di sampingmu apapun keadaannya.
Ijinkan aku menuntaskan kontrak seumur hidup kita untuk bersama.
Dan jika masa kita telah berakhir, aku akan tetap setia menantimu di sana. Jemputlah aku untuk memasuki pintu surga – Nya.

Suamiku,
Ijinkanlah cintaku yang tulus ini bersemayam selamanya dalam kalbumu.
Dan cintailah aku sepenuh hatimu.



Surabaya, 13 Februari 2016
  Dewi
 Istrimu dengan penuh rasa cinta

Senin, 21 Desember 2015

Teman Perjalanan

Hidup adalah sebuah perjalanan. Perjalanan mengenal banyak hal. Memahami diri sendiri.
Perjumpaan dengan orang-orang tertentu. Kadang hanya orang yang tak sengaja bertemu, saling sapa kemudian berlalu. Kadang hanya orang yang sekedar hadir sebagai pelengkap cerita. Kadang adalah orang yang menemani barang setengah jalan saja. Dan kadang, adalah orang yang setia menemani hingga titik akhir perjalanan kita.
Bagaimana pun bentuknya, mereka adalah orang-orang yang berharga.

....

Semula, enggan rasanya untuk mengenal kalian, aku terlalu sibuk menikmati perjalananku sendiri. Hingga aku lupa, perjalanan ini terlalu indah untuk ku nikmati sendiri. Keindahan yang harusnya dapat ku bagi-bagi.
Kalian hadir memecah sepi. Mengusik perjalananku yang sendiri. Menarik lenganku dan membawaku berlari. Membebaskan langkahku dari jeratan diri sendiri. Membiarkanku berteriak, tertawa lepas dan menari-nari tanpa rasa malu lagi.
Tiada lagi sunyi. Kalian tak pernah berhenti menarik kedua ujung pipiku. Menjadi lengkung senyum yang tak kan mudah hilang ditelan waktu. Membuatku menjadi lebih dari apa yang pernah terfikir olehku. Kalian memberiku ruang yang tak terbatas untuk menjadi siapa diriku.

Terima kasih telah bersedia menemani perjalananku sejauh ini. Terima kasih telah menjadi warna dalam hitam putih ceritaku. Terima kasih untuk menjadi temanku.

Kalian adalah teman perjalanan terbaikku. :')

Jumat, 27 November 2015

Ayah, ini hari Jumat. Sudahkah Ayah pergi ke Masjid menunaikan kewajiban Ayah terhadap Tuhan kita?

Semoga sudah. Sepanjang yang ku tau, Ayah adalah orang yang taat. Yang selalu membimbingku. Menunjukkan padaku jalan-jalan kebaikan. Mengingatkanku untuk memenuhi semua kewajiban.

Ayah, ingatkah engkau? Setiap engkau menuntunku, menuju surau kesayangan kita. Tempat kita mengkaji ilmu-ilmu Allah. Kau selalu penuh semangat bercerita bagaimana bahagianya menjadi umat muslim. Kau yakinkan aku bahwa ajaran agama kita sangatlah indah. Kau berikan aku berbagai contoh nikmat Allah dan karya-Nya yang sungguh luar biasa. Kau membawaku pada kebaikan sejak dini. Terima kasih banyak untukmu.

Ayah, kini semua telah berlalu. Aku telah tumbuh dewasa tanpa ada kau di sampingku. Akhirnya, segalanya kulakukan sendiri. Aku memulai hariku sendiri. Melewatinya sendiri. Dan menutupnya sendiri. Aku ingin sekali, pergi ke sekolah atau bekerja di antar olehmu. Aku ingin kau bertanya lagi, "Bagaimana hidupku hari ini?". Aku ingin kau menjemputku dan kita berkeliling dahulu. Mencari makanan favorit kita, dan membuat ibu menunggu dengan rasa khawatirnya. Ah... rasanya kita sudah terbiasa menjahili ibu. Membuatnya resah menunggu. "Kemanakah suami dan anakku pergi, mengapa belum pulang, apa mereka baik-baik saja?"
Kita harus mendatangi ibu dan meminta maaf bersama-sama, Yah. Terlalu banyak yang ibu korbankan untuk kita dan kita membalasnya dengan tidak setimpal. Jika ada peribahasa yang cocok, mungkin "air susu dibalas dengan air tuba" haha, iya itu cocok Yah.

Ayah, seandainya kau tau bagaimana aku menuliskan ini. Jemariku berjalan seperti memiliki alat pemandu otomatis. Yaitu oleh hati yang sedang rindu. Dan derai air mata yang mengalir di pipiku.

Kuharap ada Ayah di sampingku. Mendekapku, mencium keningku. Membelai rambutku dengan lembut. Menghapus airmataku. Memelukku dengan hangat kasih sayang darimu.

Ayah, apapun yang kau lakukan. Di mana pun engkau berada. Tetaplah menjadi Ayahku. Biarkan aku selalu bergelar putrimu. Biarkan aku selalu mencintaimu.

Ayahku.

Minggu, 27 September 2015

Terima kasih, Ya Allah :')

Terima kasih, Ya Allah ....
Terima kasih untuk hari ini
Dan setiap detik dalam hidupku
Untuk panjangnya perjalanan hidup yang telah kutempuh
Untuk segala masa
Yang akhirnya membuatku tau hidup ini untuk apa

Terima kasih untuk segala pelajaran yang Kau ijinkan untuk ku pahami
Untuk banyak hal yang Kau ajarkan padaku
Melalui hal-hal yang bahkan tak pernah terpikir olehku sebelumnya
Karena begitulah Engkau, selalu memberi kejutan terbaik-Mu
Kau lebih tau bagaimana membahagiakan hati hamba-Mu

Terima kasih untuk segala hubungan yang baik
Yang semakin baik dan yang berubah menjadi baik
Terima kasih telah memberiku tenteram disaat aku merasa hidupku begitu sulit
Terima kasih selalu membukakan pintu bagi setiap kesulitanku
Terima kasih telah menjadikanku kuat setiap kali aku ingin menyerah
Terima kasih telah mengingatkanku tiap kali aku melalaikan kewajibanku

Terima kasih untuk cinta-Mu yang tanpa batas, yang tanpa syarat, dan satu-satunya cinta yang kekal

Terima kasih untuk semua kasih sayang-Mu, yang membawaku sampai pada hari ini

#diaryusangdengansedikitperubahan
#Surabaya~13Januari2012(21:56)

Sabtu, 19 September 2015

Rumah

Rumah bukan hanya sebuah bangunan dengan atap peneduh, kamar-kamar untuk beristirahat, jendela-jendela untuk menikmati keindahan dan pintu untuk mempersilakan sanak saudara yang berkunjung.

Bagiku, rumah adalah sebuah tempat dimana aku ingin selalu pulang. Yang selalu menyambutku hangat ketika aku kedinginan. Dan yang meneduhkanku di saat aku kepanasan.  
Yang menjadi tujuan utamaku setiap kali kakiku melangkah keluar. Yang menjadi tempat istirahat paling nyaman di saat lelahku tak lagi tertahankan. Yang membukakan pintu lebar-lebar setiap kali aku datang ~ dalam keadaan apapun.

Sebuah tempat bernanung untuk berbagi cerita. Untuk berkasih sayang sepenuhnya. Untuk saling memeluk dan menguatkan. Untuk saling memberi dukungan. Untuk saling melengkapi. Untuk saling menabur kebahagiaan.

Siapapun berhak memiliki rumah bukan? Bahkan seekor serigala yang telah menikam banyak mangsa. Atau manusia buruk rupa yang membuat takut banyak orang. Atau seorang yang hina di mata banyak orang sekalipun. Siapapun berhak memiliki rumahnya. Siapapun berhak pulang ke manapun dia merasa tenang. Siapapun berhak di terima di rumahnya setiap kali ia ingin pulang.

Ku harap rumahku juga demikian. Selalu membuka pintunya dengan lapang kapan pun aku ingin pulang. Dan memberiku hangatnya kebahagiaan.

"When I chose you to be my sweet home, then I know you are my happiness."

Senin, 10 Agustus 2015

Ketika (Puisi Patah Hati)

Ketika kau pergi
Ketika kau tak di sini
Ketika aku harus sendiri
Ketika itu aku berhenti berlari

Ketika kau hilang
Ketika kau tinggal kenangan
Ketika semua hanya sebatas kenangan
Ketika itu aku kesepian

Ketika kau tak lagi ada
Ketika aku terbenam luka
Ketika semua tak lagi sama
Ketika itu aku berduka

Ketika aku tinggal sendiri
Ketika tak ada yang kuharap lagi
Ketika aku telah patah hati lagi dan lagi
Ketika itu aku berhenti bersembunyi
Ketika itu aku berpasrah diri
Ketika itu segalanya akan berganti

Ketika duri tak lagi melukai
Ketika mawar semakin mewangi
Ketika itu dukaku telah diakhiri

Kamis, 06 Agustus 2015

Kemudian aku berlari menyambutmu. Ketika ku tau kau datang untuk menjemputku. Dengan lonjakan ringan sampai awang-awang. Dengan rasa bahagia yang tak dapat kulukiskan bagaimana bentuknya.

Ketika waktuku sering terkuras untuk memikirkan tentang kita. Ketika nasehat-nasehatmu yang sederhana, ku terima sebagai rangkaian kata yang luar biasa. Ketika hal yang semula ku anggap bukan apa-apa kini menjadi istimewa.
Mungkin, kau ini semacam strawberry essence pada susu sebelangga. Hanya setitik saja, dan kau berpengaruh sekian banyaknya.

Ada yang berubah dalam hatiku. Kadang aku begitu memikirkanku. Kadang aku rindu. Kadang aku tak peduli. Dan kadang, aku masih bertanya dalam hatiku, siapa kamu?

Perasaanku naik turun setiap hari.
Kadang aku dengan sukarela menyerahkan hatiku padamu, seolah kau adalah perisa baja terbaik untuk melindunginya. Dan terkadang aku enggan memberikannya padamu. Aku takut bahwa kau akan mencacahnya menjadi beberapa bagian, lalu kau lumat-lumat, dan akhirnya kau buang tak bersisa.

Ah..., lupakan saja. Mungkin beginilah perasaan seorang gadis yang memutuskan untuk mengakhiri kesendiriannya. Rasa yang campur aduk. Tapi setidaknya rasaku tak lagi hambar. Kau sudah menaburinya dengan gula, garam, bubuk cabe dan beberapa rempah-rempah. Jadi, terima kasih ya. Semoga harimu menyenangkan.