Senin, 10 Agustus 2015

Ketika (Puisi Patah Hati)

Ketika kau pergi
Ketika kau tak di sini
Ketika aku harus sendiri
Ketika itu aku berhenti berlari

Ketika kau hilang
Ketika kau tinggal kenangan
Ketika semua hanya sebatas kenangan
Ketika itu aku kesepian

Ketika kau tak lagi ada
Ketika aku terbenam luka
Ketika semua tak lagi sama
Ketika itu aku berduka

Ketika aku tinggal sendiri
Ketika tak ada yang kuharap lagi
Ketika aku telah patah hati lagi dan lagi
Ketika itu aku berhenti bersembunyi
Ketika itu aku berpasrah diri
Ketika itu segalanya akan berganti

Ketika duri tak lagi melukai
Ketika mawar semakin mewangi
Ketika itu dukaku telah diakhiri

Kamis, 06 Agustus 2015

Kemudian aku berlari menyambutmu. Ketika ku tau kau datang untuk menjemputku. Dengan lonjakan ringan sampai awang-awang. Dengan rasa bahagia yang tak dapat kulukiskan bagaimana bentuknya.

Ketika waktuku sering terkuras untuk memikirkan tentang kita. Ketika nasehat-nasehatmu yang sederhana, ku terima sebagai rangkaian kata yang luar biasa. Ketika hal yang semula ku anggap bukan apa-apa kini menjadi istimewa.
Mungkin, kau ini semacam strawberry essence pada susu sebelangga. Hanya setitik saja, dan kau berpengaruh sekian banyaknya.

Ada yang berubah dalam hatiku. Kadang aku begitu memikirkanku. Kadang aku rindu. Kadang aku tak peduli. Dan kadang, aku masih bertanya dalam hatiku, siapa kamu?

Perasaanku naik turun setiap hari.
Kadang aku dengan sukarela menyerahkan hatiku padamu, seolah kau adalah perisa baja terbaik untuk melindunginya. Dan terkadang aku enggan memberikannya padamu. Aku takut bahwa kau akan mencacahnya menjadi beberapa bagian, lalu kau lumat-lumat, dan akhirnya kau buang tak bersisa.

Ah..., lupakan saja. Mungkin beginilah perasaan seorang gadis yang memutuskan untuk mengakhiri kesendiriannya. Rasa yang campur aduk. Tapi setidaknya rasaku tak lagi hambar. Kau sudah menaburinya dengan gula, garam, bubuk cabe dan beberapa rempah-rempah. Jadi, terima kasih ya. Semoga harimu menyenangkan.

Sabtu, 01 Agustus 2015

Selamat Hari Bahagiamu, Ibu

Hari ini aku bahagia. Bukan, bukan karena aku sedang ber-ulang tahun. Tetapi, karena ada seorang wanita yang sedang berbahagia di hadapanku.
Tepat dua puluh dua tahun yang lalu, wanita ini mendapatkan hari yang paling membahagiakan untuknya. Ketika makhluk mungil yang tidur lelap di rahimnya, yang ia bawa serta ke mana pun ia pergi, yang ia jaga sepenuh hati selama sembilan bulan lebih tiga belas hari, akhirnya tiba di pangkuannya.
Senyum bahagia dan air mata haru, dengan itu ia menyambut kehadiranku. Kemudian, cintanya menyertai pertumbuhanku sampai pada hari ini. Dua puluh dua tahun sudah. Dan hal itu akan tetap ia lakukan selamanya.
Mungkin kebersamaan kami hari ini tak cukup untuk menebus seluruh waktu yang telah ia curahkan padaku. Mungkin segala hidangan istimewa yang sedang kami nikmati saat ini tak akan pernah mampu menandingi masakan terbaik yang selalu ia suapkan padaku, yang diolah dengan tangannya sendiri,yang ia pastikan kualitasnya dan bumbu cinta yang tak akan ku dapatkan di restoran manapun.
Apapun yang telah ku perjuangkan untuknya tak akan mampu membayar pengorbanannya, mempertaruhkan nyawanya agar aku sampai pada dunia ini.

"Ibu, aku berhutang banyak padamu. Kasih sayangmu, jiwa ragamu, seluruh hidupmu - yang kau habiskan untuk memberi segala yang terbaik padaku. Kau mengajariku dari yang tak ku mengerti hingga aku tau banyak hal. Kau selalu membuatku kuat bagaimanapun keadaannya. Kau selalu peduli tentang banyak hal dalam hidupku.  Kau selalu ada untuk membimbingku. Ketika aku jatuh, kau ada di sampingku. Bersamamu, aku tak pernah takut untuk bermimpi. Dan karenamu, aku merasa berharga setiap hari."

Selamat hari bahagiamu yang ke dua puluh dua, ibu. Betapa aku ingin selalu melihat senyum bahagia di wajahmu. Dan akan ku lakukan apapun untuk itu.

Aku menyayangimu.