Kamis, 24 Juli 2014

Kalian Bukan Pelupa

Teman-teman sekarang aku masih dalam keadaan bimbang. Karena hatiku menolak mentah-mentah atas keputusan kalian. Aku masih terus mencoba meyakinkan otakku bahwa semua ini hanyalah omong kosong yang tanpa sengaja ku dengar. Aku ini pelupa, tapi aku tidak pernah bisa melupakan satu hal. Yaitu kehangatan yang sudah kudapat dari orang-orang tersayangku, kalian termasuk di dalamnya. Dan aku benci harus mengiyakan saat kalian berkata ingin pergi. Mungkin ini adalah pilihan yang terbaik untuk kalian. Tidak akan mungkin kalian akan tetap tinggal dalam keadaan tidak nyaman hanya demi ingin menggembirakan gadis cengeng bernyali ciut ini. Kalian punya kehidupan sendiri. Punya mimpi-mimpi sendiri. Aku tidak berhak menahan langkah kalian. Kalian memang harus pergi. Dan aku, masih akan tetap disini sampai hatiku bisa berkompromi. Sampai aku berhasil mengajari hatiku agar tidak terlalu memikirkan perasaan orang lain dengan mengorbankan perasaanku sendiri. Dalam beberapa hal mungkin aku memang harus egois. Aku juga akan melangkah pergi, sampai hatiku punya sedikit rasa tidak peduli. Agar nanti, aku bisa pergi tanpa rasa bersalah yang berlebihan karena banyaknya budi yang belum bisa kubalas semuanya.
Aku selalu ingat saat kalian dengan setengah jengkel mengajariku yang tidak mudah paham ini. Aku akan selalu merindukan tawa canda kalian yang begitu lepasnya karena aku yang sering tidak mengerti bahasa-bahasa baru yang kalian perkenalkan padaku. Pasti akan sangat sepi rasanya jika aku harus melalui 9 jam kerjaku tanpa omelan-omelan pedas yang membuatku ketagihan untuk mendengar. Aku pasti akan sangat lelah beradu dengan waktu tanpa adanya cerita-cerita kalian yang biasa kubawa pulang. Kalian, sudah terlalu banyak memberikan catatan-catatan indah yang pada akhirnya akan mendapatkan gelar "kenangan". Sebenarnya aku tidak pernah ingin ada kata "waktu itu" yang dibaliknya ada sebuah kesedihan. Dan aku masih tidak tau bagaimana harus menjawab keluhan hatiku jika hari-harinya hanya akan dipenuhi dengan rindu kebersamaan kita sebelum hari ini. Apa hanya aku yang merasa seperti ini?
Pada akhirnya, aku memang harus melangkah sendiri. Aku tidak berani membayangkan apa yang akan aku lewati di depan nanti. Aku tidak yakin pada diriku sendiri. Karena aku ini lemah dan kalian lah yang sudah membuatku kuat sejauh ini. Jadi, bisakah kalian membayangkan bagaimana kehidupan pohon saat dia kehilangan akar? Tapi bukan itu saja yang ku khawatirkan. Aku lebih khawatir lagi dengan ingatan kalian yang sewaktu-waktu bisa berubah karena keadaan. Hari ini kita masih bersama sehingga ikatan emosional kita masih sangat terasa. Tapi nanti saat kalian sudah menjalani hidup yang baru, apa ikatan ini masih sama kuatnya? Karena yang aku tau, perasaan sedih itu hanya ada saat detik perpisahan itu, setelahnya akan luntur seiring bergulirnya waktu. Aku sudah mengalami perpisahan semacam ini saat aku SD, SMP dan SMA. Semuanya sama. Dalam satu hari yang sudah di tetapkan, semua saling menangis dan merasa kehilangan. Rasanya ingin tetap tinggal. Rasanya sulit sekali mengakhiri perjalanan panjang yang sudah diperjuangkan bersama-sama. Kemudian semua berjanji untuk tidak saling melupakan dan akan tetap berkomunikasi seperti biasanya. Tapi nyatanya, lama-lama keadaan menjadi sedemikian basi tanpa disadari. Tidak ada lagi rasa kehilangan karena masing-masing sudah menemukan yang baru. Dan aku khawatir kalian akan seperti itu.
Jika aku tidak bisa menahan kalian untuk tetap tinggal, aku akan merengek untuk hal lain. Aku ingin kalian menjadi orang yang selalu ingat dan tidak menjadi seorang pengingkar janji. Aku ingin kalian tetap tertawa bahagia bersamaku dengan cerita kita yang akan kita bagi secara rutin seperti biasanya.

Jadi, kepada kalian yang ingin melangkah sendirian. Lihatlah ke belakang. Ada berapa banyak waktu mahal yang sudah kita lewati bersama? Aku tau, kalian bukan pelupa.

Dengan penuh kerinduan,

Anak didik tanpa pengakuan

Senin, 21 Juli 2014

Peringatan Untuk Hari

Beberapa waktu lalu, Hari tetanggaku yang masih ada hubungan saudara denganku, mengalami musibah kecelakaan. Innalillahi... :(
Dia masih kelas 2 SMP. Kalau pergi ke sekolah dia bawa motor sendiri. Motor yang sudah dirubah bentuk aslinya. Aku heran kenapa dia lebih suka motor yang bentuknya berantakan seperti itu. Ternyata kreatif sama kurang kerjaan itu beda tipis.
Hari selalu mengendarai motor kesayangannya itu dengan kebut-kebutan. Entah karena dia terlalu senang jalan kampungku baru di aspal atau karena apa tapi yang jelas ulahnya itu membuat geregetan warga kampungku. Sehingga para tetanggaku selalu berkata reflek seperti ini, "Ya ampuuunnnnn anak tuyul dipikir ini jalan tol apa. Seperti nyawanya dobel saja." Dan masih banyak gerutuan lain yang lebih tajam, misalnya "Anak kaya gitu kalau belum kecelakaan belum tau rasa." Dan ucapan adalah doa, beberapa bulan Hari kebut-kebutan akhirnya dia mengalami kecelakaan tunggal. Dia pulang dari belajar kelompok menjelang isya melewati area persawahan yang panjang di desa Tegalasri (kira kira 10 kilo dari kampungku). Disana 50m sekali baru ada lampunya. Itupun tidak bisa menerangi jalan sepenuhnya. Karena terlalu ngebut dan suasana lumayan gelap, Hari tidak tau bahwa jalannya membelok sehingga hari tetap lurus. Dan akhirnya dia jatuh menabrak pohon kelapa di samping jalan. Hari ditemukan orang yang lewat sekitar pukul 08.00 malam. Lalu orang itu mencari bantuan. Hari dibawa dengan ambulan ke RS Umum terdekat. Dan sayangnya, motor Hari dibawa kabur oleh orang yang memanfaatkan situasi genting tersebut. Hari baru sadarkan diri setelah kritis selama 5 hari. Dan setelah hampir 3 minggu di rumah sakit dia diijinkan rawat jalan. Itu pun harus masih terus kontrol 3 hari sekali. Dan Hari baru masuk sekolah setelah ijin 2 bulan lebih untuk menyembuhkan lukanya. Dia juga masih berjalan memakai tongkat sampai sekarang.
Sebagian orang ada yang mencibir, "syukurin.. baru tau rasa kan. Salahnya sendiri ugal-ugalan." Ada juga yang prihatin dan mendukung supaya cepat pulih. Banyak orang berfikir bahwa musibah yang dialami Hari itu adalah doa doa orang kampung yang dikabulkan. Tapi aku kurang yakin, karena itu adalah doa yang buruk. Sedangkan Allah selalu memberikan yang terbaik. Jadi aku mengambil kesimpulan yang berbeda dari mereka. Ini adalah peringatan untuk Hari. Bahwa Allah masih sayang pada Hari. Supaya Hari bisa lebih berhati-hati dikemudian hari. Maka dari itu Allah menegurnya dan memberikan dia kesempatan kedua. Kalau Allah tidak sayang sama Hari pasti Hari akan dibiarkan saja. Pasti Allah tidak akan peduli Hari mau naik motor sambil lompat lompat. Sambil jungkir balik dan bilang wow. Atau sambil manjat pohon dan teriak pucukk pucukk, pasti akan dibiarkan saja. Tapi nyatanya Allah memberikan pelajaran untuk Hari. Itu bukti bahwa Allah sayang Hari dan ingin Hari memperbaiki diri. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Semoga lekas sembuh ya Har, dan semoga kamu tidak jatuh pada lubang yang sama. Amin

Sekolah Menengah Pertama ~ Rasaku


Aku masih selalu mengingat setiap pagi itu. Kamu berjalan memasuki gerbang dan ada aku yang duduk di taman tanpa kamu  sadari. Aku mengikutimu dengan sembunyi sembunyi. Seperti detektif yang sedang ingin memecahkan kasus. Aku suka sekali menjadi bayang bayangmu. Bayangan yang sama sekali tidak memaknai hidupmu.

Sejak aku mengenalmu, banyak hal berubah dalam hidupku. Dulu aku semangat pergi ke sekolah agar aku bisa menimba ilmu sebanyak banyaknya. Tapi setelah hari dimana aku dengan sengaja ingin membuang topimu yang kamu letakkan tanpa perhatian di teras perpustakaan kala itu. Kamu kesal dan menganggapku kurang ajar. Lalu aku berbalik menyalahkanmu, kenapa bisa seteledor itu. Kenapa kamu baru peduli setelah topimu akan dibuang oleh orang asing yang kurang kerjaan sepertiku? Lalu kamu diam dengan geram. Kamu mengambil paksa topimu kemudian pergi melewatiku. 
Semenjak saat itu, tujuanku pergi ke sekolah agar aku bisa melihatmu dan mengganggu hidupmu dengan kelakuan kelakuan dramaku.

Aku bukan perempuan yang tomboi. Tapi aku juga tidak suka berdandan. Aku jarang sekali peduli dengan penampilanku. Aku akan berpenampilan sedikit lebih baik saat ada upacara saja. Tapi semua berubah sejak hari dimana aku beberapa kali berselisih untuk hal hal kecil denganmu. Saat aku tanpa sengaja menginjak kakimu. Aku jalan dengan setengah berlari bersama sahabatku karena bel masuk sudah berbunyi. Dan kamu juga sama. Kamu sedang berlomba maraton dengan waktu. Disana, di bawah pohon flamboyan kamu menatapku tanpa kedip, seperti singa yang telah diganggu tidurnya. Dan ternyata aku salah mengira, kamu tidak sekejam itu. Kamu hanya mengatakan bahwa aku ini seperti anak ayam yang berjalan tanpa haluan. Dan aku adalah perempuan paling aneh karena memakai pita kupu kupu disisi kiri dan kanan rambutku. Penampilan yang menurutmu buruk untuk anak yang bukan SD lagi. Lalu kamu pergi dengan terburu buru karena takut waktu akan mengalahkanmu. Aku juga pergi dengan langkah yang sedikit lambat tanpa berfikir bahwa waktu akan mendahuluiku. Aku masih setengah berfikir kata katamu itu reflek dari rasa kesalmu atau karena sesuatu yang belum aku tau. Kamu menjadi sepeduli itu padaku. Dan sejak kamu mengoreksi penampilanku, aku meluangkan waktu untuk memotong rambut panjang kebanggaanku menjadi sebahu. Dan aku beri voni sedikit seperti kebanyakan teman temanku. Entah kena hipnotis apa sehingga aku sangat peduli dengan penilaianmu. Seolah olah aku harus selalu tampil indah di depanmu.

Dulu aku keluar ruangan saat pelajaran berlangsung hanya jika ada perintah dari guru atau karena hasrat ingin berkunjung ke belakang terlalu menggebu. Tapi semua berubah sejak hari dimana kamu memergokiku memetik buah cerry di kebun belakang sekolah. Sebelum kamu berkata apa apa aku sudah dengan lantang membela diri. Aku bilang kalau aku sudah ijin ke pengurus kebun. Dan aku boleh memetiknya sesering yang aku mau. Kamu menghela nafas kemudian berkata bahwa aku sok tau. Kamu bilang bahwa kamu hanya ingin mengingatkanku kalau pohon cerry itu letaknya sangat menepi. Jika aku terlalu melonjak aku akan jatuh ke sungai. Lalu kamu berjalan mendekat memberiku isyarat untuk mundur dengan tanganmu. 
Kamu mengambil alih galah yang diujung atasnya sudah menempel botol minuman yang dipotong sebagian. Kamu mulai mencari cari buah cerry yang matang. Setelah cukup banyak yang kamu dapatkan, kamu menarik tanganku. Kamu menuangkan semua hasil usahamu. Kamu hanya mengambil satu yang masih setengah matang dan setelah itu pergi tanpa pamitan. Saat itu kebun yang penuh sesak dengan rumput rumput liar tiba tiba serasa berubah menjadi taman dengan bunga bunga indah seperti yang pernah kulihat di film film India. Setelah kejadian itu, aku sering mencari alasan untuk keluar kelas. Untuk mengintipmu dari kebun belakang sekolah, di samping kelasmu. Dan aku bisa melihatmu tanpa sepengetahuanmu.

Aku tidak tau kapan rasa itu mulai hadir.Aku terlambat menyadari bahwa hatiku perlahan lahan mulai membutuhkan perhatianmu. Inilah masa saat hatiku benar benar berfungsi untuk merasa. Saat perasaanku membunuh akal sehatku secara paksa. Saat aku bisa menikmati senyuman senyumanku yang tanpa alasan. Saat aku berfikir bahwa sedikit saja senyummu bisa mengobati segala kesedihanku. Saat aku mulai betah berlama lama di sekolah dan saat libur akhir semester menjadi sekian lamanya kurasa. Saat aku ingin menon-aktifkan alarm sekolah agar bel tidak berbunyi jam satu siang nanti. Aku ingin memperlambat waktu tanpa peduli dengan masakan ibuku yang biasa menggoda imanku. 
Saat hari hariku dipenuhi dengan rasa ingin bertemu. Rasa yang biasa disebut dengan rindu. Dimana lagu lagu yang biasa kudengar di radio menjadi berarti lebih untukku. Seakan akan akulah yang sedang diceritakan oleh lagu itu. Ajaib bukan? Satu rasa saja bisa merubah hidupku sedemikian jauhnya. Bisa membuatku menangis dan tertawa pada saat yang sama. Rasa yang tumbuh begitu saja. Rasa yang tidak bisa dipaksakan kedatangannya. Rasa yang tidak ada rumusnya. Rasa yang sama, yang masih selalu kubawa. 

Dan aku masih mencarinya.
Segenggam hati yang kau ambil dari tempatnya. Kini ... akulah sungai tanpa muara. 

Lupa Bersyukur

Manusia itu tempatnya lupa .... Biasanya orang orang mengatakan hal itu sebagai kalimat lain untuk menyudahi sebuah perdebatan karena kelalaian yang diperbuatnya.

Dalam hal bersyukur, mungkin kata "lupa" itu terlalu halus. Sebagai peringatan keras, seharusnya kata "sombong" lebih tepat. Dalam Surat Ar-Rahman dalil tentang nikmat Allah sampai diulang 31x. Dan ayat tersebut berbunyi :

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

Manusia berjalan di atas muka bumi ini, tapi mereka lupa Siapa yang sudah menciptakannya. Tanah-tanah yang bisa ditanami berbagai macam tumbuhan. Pohon-pohon yang rindang dan menghasilkan buah-buahan segar. Tanam-tanaman yang menghasilkan kebutuhan hidup manusia. Bunga-bunga yang menghiasi taman. Binatang-binatang ternak yang bisa diambil dagingnya. Beberapa binatang dan tumbuhan yang bisa dijadikan obat-obatan. Langit yang luas dengan kehidupan udaranya. Laut yang membentang dengan kekayaan di dalamnya, ada ikan, mutiara, terumbu karang dan untuk berlayar menyeberangi antar samudra. Matahari yang sudah diatur ketetapan terbitnya, dan bulan untuk menemani malam gelap kita. Bintang-bintang yang digantung dengan indahnya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Saat kita terbangun dari tidur, kita masih bisa melihat, masih bisa mendengar, masih bisa mencium, masih bisa merasa. Masih bisa bernafas.  Saat terbangun yang diingat selalu kehidupan dunianya, cintanya, pekerjaannya, sekolahnya, harta bendanya masih utuh atau tidak? Ada berapa pesan dalam ponsel pintarnya? Ada yang mengucapkan selamat pagi atau tidak? Dan sebagainya. Dan kita jarang sekali menyadari bahwa semua itu datang dari Siapa? Kenapa yang diingat itu-itu saja? Kesehatan jasmani dan rohani kerap sekali kita lupakan.
Kita baru mensyukuri kesehatan yang diberikan kepada kita setelah kita sakit. Kita baru menganggap bahwa kesehatan itu adalah nikmat yang besar. Kita tau rasanya sakit. Sakit itu tidak enak. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Lalu saat kita sehat, kita melupakan rasanya menjadi orang sakit. Kita menjalani hidup dengan bebasnya seakan-akan kita akan sehat selamanya. Harus berapa kali sakit dulu baru kita bisa mengucap syukur setiap hari untuk kesehatan ini? Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Kita sudah diberikan usia sepanjang ini. Kita lahir dan tumbuh hingga dewasa dan bisa melakukan banyak hal. Kita melenggang dengan indahnya tanpa rasa berdosa. Kita ini bukan semak belukar yang bisa tumbuh begitu saja, tanpa pupuk, tanpa menunggu musim. Dari bibit kemudian tumbuh merambat kemana-mana dengan suburnya. Lalu ketika sudah memenuhi kebun, dibabat tanpa sisa. Dari kecil kita sudah minum, makan, berpakaian,belajar. Kita baru sadar betapa besarnya anugerah yang kita miliki setelah kita menyaksikan sesuatu yang kita miliki tersebut tidak dimiliki orang lain. Banyak orang tidak memiliki kelengkapan fisik. Banyak orang yang indranya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Banyak orang yang dengan susahnya mencari sesuap nasi. Banyak orang yang tidak bisa mengenyam pendidikan dengan mudah. Kita baru menyadari betapa indahnya hidup kita setelah kita menyaksikan orang lain terkena musibah. Dan yang paling membuat kita akhirnya sadar untuk mensyukuri hidup kita dengan usia yang sudah panjang ini adalah ketika kita melihat orang lain meninggal. Kita baru merasa was-was, takut. Merasa bersalah dan memohon agar diberikan usia yang panjang supaya bisa melakukan amalan-amalan baik. Namun beberapa waktu kemudian ketika kematian seseorang sudah tidak memberikan kesedihan lagi, rasa bersyukur kita atas usia dan hidup ini juga akan menghilang lagi. Harus berapa banyak peringatan-peringatan yang dihadapkan di depan mata kita untuk membuat kita senantiasa mensyukuri segala karunia yang kita miliki? Apa harus menunggu penglihatan kita diambil dulu? Apa harus menunggu kaki dan tangan kita hilang dulu? Baru kita bisa bersyukur? Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Bagaimana kita bisa menjadi sesombong itu. Kesehatan diberi, harta diberi, kebahagiaan diberi. Nyawa pun diberi. Lalu kenapa bisa kita berjalan dengan angkuhnya. Betapa tidak tau diri dan tidak tau terima kasihnya kita sebagai manusia. Barulah kalau kita diberikan musibah, kita menangis menderu-deru memohon pertolongan Yang Maha Kuasa. Minta diberikan kekuatan, minta dihapus dosa-dosanya, minta diberikan kemudahan dalam segala persoalannya. Setelah semua itu kita dapat, dengan mudahnya lupa ingatan. Bayangkan saja jika sesuatu itu terjadi pada kita. Kita memiliki anak, kita rawat sejak kecil. Kita sertai pertumbuhannya dengan segala kasih sayang. Kita berikan semua apa yang dia mau. Kita mengajarinya berbicara, membaca dan menulis. Kita memberikan makanan terbaik untuknya. Kita memberikan mainan-mainan kesukaannya. Kita sekolahkan di tempat terbaik agar berpengetahuan baik sehingga kelak dia bisa berhasil. Lalu ketika anak kita sudah dewasa, dia mapan dalam hidupnya, menjadi orang kaya, menikah dan hidup bahagia, kemudian dia lupa kepada kita. Dia hanya mengurusi hidupnya sendiri. Tidak memikirkan bagaimana nasib dan perasaan kita. Bahkan kata "terima kasih" saja tidak pernah ia ucapkan untuk kita. Coba bayangkan, bagaimana rasanya???? 

Mulailah bersyukur dan jangan menjadi pelupa lagi. Meski kita sudah lupa sedemikian lamanya, pengakuan "maaf" dan "terima kasih" kita akan selalu diterima. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?









Selasa, 15 Juli 2014

Tentang Sebuah Kesalahan


Kepada Kamu: Yang sedikit keliru memahami perkataanku: "aku minta maaf"
       

      Sebelumnya aku ingin menjelaskan padamu, bahwa aku tidak pernah berniat buruk padamu.
Aku hanya sedang ingin melindungimu dan di sisi lain aku juga sedang menjaga hatiku dari rasa sakit.
Aku tidak ingin rasa peduliku ini membawaku pada cinta masa lalu.
Karena sejak lama aku sudah memutuskan untuk mengambil sendiri jalanku.
Aku hanya melakukan usikan-usikan kecil sebagai alarm kebaikanmu.
Aku tidak ingin kamu merubah jalur yang telah kamu perkenalkan kepadaku, dulu.
Aku merasa kamu berubah, apa karena ruang lingkupmu?
Atau memang kamu seperti itu sejak dulu dan aku yang terlambat menyadari?
Karena memang kamu sudah meninggalkanku sebelum aku mengenalmu lebih jauh lagi.
Ini bukan perlakuan kasar untuk membalasmu karena sudah menjatuh-bangunkan perasaanku sesukamu.
Bukan juga untuk menghukummu yang sudah membawaku terbang sedemikian tinggi kemudian menghempaskanku dengan keras ke tanah lagi.
Aku hanya peduli padamu.
Kepedulian dari ruang yang jika kamu tak keberatan ingin kuberi label "sahabat"
Ya... kata-kataku terlalu kasar kemarin.
Itu karena aku tau, jika aku menyuguhimu dengan kata-kata halus seperti aku yang biasanya, kamu tidak akan membuat nasehat-nasehatku menjadi berartiapa-apa.
Kamu akan mengabaikannya.
Aku sengaja menciptakan pukulan yang terlalu keras.
Agar kamu ingat bahwa yang sedang kamu lakukan itu akan membawa dampak yang jauh lebih keras lagi daripada peringatan-peringatan ini.
Kamu sedikit marah, itu hanya sebagai pengalihan terhadap sesuatu yang sudah kamu ketahui kadar keburukannya namun tetap kamu lakukan.
Kamu sudah dewasa dan berpengetahuan luas.
Tapi kenapa kamu menyakiti dirimu sendiri?
Aku punya sedikit kutipan Surat yang indah dari Allah:
"...Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan..." (Al-Baqarah ; 195)
Aku harap kamu bisa berfikir ulang.
Sebelum kamu terbawa derasnya arus terlampau jauh.
Selagi ada kemudahan untuk memperbaiki.
Maaf .... sekali lagi.
Jika kamu masih kesal dan tidak ingin mendengar ini keluar dari mulutku.
Anggap saja kamu sedang menyaksikan tayangan singkat yang biasa tayang menjelang adzan maghrib selama bulan Ramadhan ini.
Semoga langkahmu, langkahku, dan langkah kita semua selalu dibimbing ke arah yang lebih baik.
Amin

"BE KIND WHENEVER POSSIBLE. IT'S ALWAYS POSSIBLE" (DALAI LAMA)



Yours sincerely,

Dewi
 
 

Kamis, 10 Juli 2014

Maafkan Aku Budhe Tumini

Lebaran 3 tahun yang lalu ibu memintaku datang ke rumah Pakdhe Sutaji dan Budhe Tumini, tapi aku mengelak. Aku bilang aku belum bekerja, aku belum bisa membantu biaya hidup budhe, aku tidak tega.
Lebaran 2 tahun yang lalu ibuku meminta hal yg sama. Aku tetap tidak bisa datang, agendaku banyak. Ada temu kangen inilah, itulah dan lain-lain lah.
Lebaran 1 tahun yg lalu, aku sudah berniat kesana, tapi ibuku sakit dan keluarga jauh datang semua berturut-turut. Aku repot di rumah.
Sampai akhirnya 3 bulan yang lalu, bulan April. Mas Bambang menghubungiku dan memberikan kabar bahwa Budhe Tumini sudah pulang ke rumah Allah... (Innalillahi)
Ya Allah... aku menyesal. Harus bagaimana aku. Waktu tidak pernah bisa diputar ulang. Jarak rumahku dan budhe hanya sekitar 8 kilo meski harus menempuh jalan terjal dan tanjakan. Tapi betapa jahatnya aku. Meluangkan sedikit waktu saja tidak bisa. Sedikit waktu untuk budhe yang selama ini mengenalkanku pada aroma kebun teh, mengajariku memetik daun teh muda. Membuatkanku kare ayam yang lezat. Membawakan biji teh untukku bermain lumbung. Selalu menyambutku dengan senyum bahagia tiap aku datang. Bahkan budhe rela membawa pulang jatah kue dan minuman segar dari perkebunan, menahan lapar dan haus demi aku. Lalu apa yang sudah ku perbuat?? Maafkan aku budhe Tumini...
Aku ingin memeluk budhe, tapi budhe sudah tidur lelap di bawah tanah bertabur bunga. Aku ingin meminta maaf pada budhe, tapi budhe sudah tidak mendengar. Aku sangat menyesal budhe... maafkan Dewi.. "Dewi selalu sayang budhe"

QUOTES: Ajal itu tidak mengenal waktu, datang tiba-tiba. Memberi kejutan pada semua orang. Jangan menyepelekan waktu. Sempatkanlah untuk bersilaturahmi, sebelum kita tidak bisa berjabat tangan lagi.

Selasa, 08 Juli 2014

Impian Sederhana

Semua orang mempunyai mimpi..
Anak kecil punya mimpi, orang dewasa punya mimpi, aku punya mimpi..

Masa kecil adalah masa paling indah untuk bermimpi. Hal-hal yang mustahil pun diimpikan. Ada yang ingin jadi dokter, polisi dan berbagai profesi. Ada yang ingin jadi ibu rumah tangga saja. Ada yang ingin jadi bidadari, malaikat, alien, robot, power rangers, ada pula yang ingin jadi Nobita yang memiliki sahabat Doraemon.
Impian yang tanpa batas. Tapi anak kecil, dalam fikiran mereka, apa yang mereka impikan itu bisa terwujud dengan bantuan keajaiban. Mereka tidak pernah ambil pusing untuk mempersoalkan bahwa jika ingin menjadi dokter itu harus sekolah tinggi dulu. Mereka tidak berfikir jika impian mereka itu akan mempertemukan mereka dengan hal-hal yang rumit. Mereka ingin jadi peri seperti dalam dongeng yang mereka baca. Mereka belum tau kalau Malaikat itu utusan Tuhan, bukan manusia biasa yang karena sering bertapa di dalam gua akhirnya bisa menjadi sakti dan bisa terbang di langit dan mengawasi kehidupan manusia bumi. Anak-anak hanyalah sang pemimpi bukan pewujud mimpi.
Orang dewasa juga bermimpi, tapi yang lebih rasional. Dan mereka melakukan upaya untuk mewujudkan mimpi tersebut. Mereka sekolah tinggi untuk menjadi guru, polisi, perawat dan sebagainya. Orang dewasa sudah bisa menggunakan akalnya dengan baik. Jadi aku masih merasa lucu jika ada orang dewasa yang berkhayal ingin jadi orang kaya sedangkan mereka tidak mau bekerja. Mungkin waktu kecil dia belum pernah bermimpi, jadi cara bermimpinya anak kecil dia bawa sampai masa dewasanya kini. 
Waktu kecil aku juga bermimpi, aku ingin jadi presiden. Aku ditertawakan banyak orang, katanya kalau bermimpi ga usah ketinggian. Aku sedih, aku yakin didunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Dan itulah anak kecil, bebas bermimpi. Tapi saat aku mulai tumbuh dewasa, aku baru tau bahwa saat mereka menertawaiku waktu itu ada benarnya. Menjadi presiden itu sangat tidak gampang. Menjawab soal ujian saja sudah memberatkan otak, apalagi memimpin negara. Mimpinya anak kecil kadang-kadang kelewatan.
Waktu aku SMP aku sudah tidak ingin lagi menjadi presiden. Aku beralih ingin jadi perawat, sedangkan bapak ingin aku menjadi apoteker. Setelah menimbang-nimbang kami memutuskan agar aku memilih untuk menjadi perawat saja. Aku mulai giat belajar dan bapak semakin giat bekerja. Sampai bapak pergi ke Kalimantan Barat, membuka ladang karet kecil-kecilan sambil masih tetap mengambil kerja borongan membangun perumahan dinas. Aku juga tak kalah semangat, sampai akhirnya aku masuk program IPA. Harusnya aku menyampaikan kabar itu ke bapak, tapi semua sudah berbeda, dengan kemapanan bapak, beliau menjadi lupa denganku dan ibu. Bapak sudah memiliki keluarga baru. Jadi hasil kerja bapak dibagi-bagi. Dan sedikit untukku. Aku jadi tidak bisa melanjutkan seperti rencana kami sebelumnya. Huuuuuffhhh... mungkin ini sudah jalannya, aku harus ikhlas.
Dan sekarang, saat aku 21 tahun, aku juga bermimpi. Mengalihkan mimpiku yang ingin jadi perawat tadi. Mungkin mimpi itu kadang harus berevolusi, menyesuaikan diri. Sekarang mimpiku hanyalah, aku ingin menjadi wanita yang bahagia. Aku ingin menikah dengan seseorang yang tepat. Aku akan berhenti bekerja dan membuka usaha kecil-kecilan di rumah. Agar aku bisa melayani suamiku dengan baik. Agar aku bisa menyiapkan sarapan dan membuatkan kopi saat suamiku pulang bekerja. Karena aku sadar, aku adalah orang yang tidak bisa bekerja dengan cepat, aku tidak bisa mengerjakan banyak hal dalam sekali waktu. Aku juga tidak ingin membebani ibuku, ibuku sudah waktunya minum teh dan melihat berita artis di TV. Sekarang giliran aku yang berlelah-lelah. Aku juga hanya ingin menyaksikan anak-anakku tumbuh dewasa. Aku ingin selalu ada ketika mereka pulang sekolah dan ingin bercerita tentang kejadian hari-ini-nya. Merawat mereka dengan penuh rasa sayang. Menjadikan mereka anak yang soleh dan soleha. Itu lah mimpiku sekarang. Kata orang bahagia itu sederhana. Semoga.
Tapi itu pun masih mimpi, aku juga masih terus berjalan. Aku masih memilih rumah mana yang akan aku singgahi. Semoga mimpiku yang ini tidak akan berevolusi lagi. Semoga terwujud seperti ini atau yang lebih baik lagi dari pada ini.
Dan beberapa waktu lalu aku mendengar sebuah mimpi sederhana keluar dari bibir mungil sepupuku yang berusia 5 tahun, namanya Indah.

"Nanti kalau aku sudah besar, aku ingin bekerja dan punya uang. Kalau aku sudah punya uang, aku akan beli ikan lele 1/2 kilo terus aku masak buat makan malam bersama bapak dan ibu"

Itu impian paling sederhana yang pernah aku dengar. Itu impian paling rasional yang keluar dari mulut anak kecil yang pernah disampaikan kepadaku. Itu impian tulus yang keluar dari hati anak kecil yang menyayangi orang tuanya. Dan sekarang, aku tidak bisa berkata apa-apa........

Senin, 07 Juli 2014

Mereka (Teman-Temanku)

Kepada yang tercinta,
Teman-Temanku ...

Aku bahagia melihat teman-temanku saat ini. Ada yang sudah menikah bahkan sudah memiliki anak. Ada yang masih terus belajar mengejar cita-cita tertingginya. Ada yang sudah bekerja baik yang masih merintis ataupun yang sudah mapan dan lancar. Alhamdulillah....

Mereka sudah berani melepaskan diri dari kungkungan kehidupan sebelumnya. Mereka menyebar ke berbagai penjuru Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. Bukan mereka saja, aku juga. Tapi aku, tidak pernah berani melangkah sejauh mereka. Aku hanya berani berhenti di Surabaya, itupun sudah jauh menurutku. Teman-temanku ada yang di Hongkong, Singapura, Malaysia, Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan ada yang sekitar Jawa Timur-an saja.
Aku masih belum bisa membayangkan bagaimana hidup mereka yang menurutku sudah melompat terlalu tinggi. Mereka, teman-temanku, pastilah orang-orang yang dibekali kehebatan yang luar biasa. Mereka pasti bukan orang-orang yang diam dan lemah. Mereka punya keberanian tinggi untuk menghadapai segala hal. Mereka orang yang selalu memperjuangkan mimpi-mimpinya. Aku selalu yakin bahwa dengan ketekunan dan tekad mereka, suatu hari mereka akan mencapai apa yang mereka tuju.
Teman-teman ... aku ingin memiliki sedikit saja keberanian dari kalian. Aku ini orang yang bernyali kerdil, aku terlalu takut melawan arus. Aku membiarkan hidupku mengalir seperti air. Dalam hidupku yang seperti air ini aku juga memiliki perjuanganku sendiri, pastilah ada berbagai rintangan yang aku hadapi sebelum akhirnya aku bermuara di laut. Tapi perjuangan kalian yang bagiku melawan arus, pasti jauh lebih besar. 
Aku takut melangkah terlalu jauh, aku terlalu takut meninggalkan orang-orang tercintaku. Aku bukanlah orang yang pandai membendung rindu. Aku orang yang sama sekali tidak menyukai perpisahan, kecuali untuk beberapa hal buruk. Aku selalu tidak bisa dewasa untuk menyikapi pilihan harus pergi. Aku tinggal di Surabaya, dan baru pulang satu bulan sekali. Itu rasanya sudah lama sekali. Bagaiman dengan teman-temanku yang pulangnya 6 bulan sekali, 1 tahun sekali dan ada yang 4 tahun sekali. Bagaimana cara mereka menikmati kebahagiaan mereka sendiri? Bagaimana cara mereka menyumbat rasa berontak ingin pulang? Mereka orang-orang yang paling sabar melawan keadaan. Mereka orang-orang yang pandai menahan perasaan.

Aku takut melangkah jauh, aku takut sesuatu yang buruk terjadi padaku. Aku ini orang yang serba ragu-ragu, aku terlalu banyak mempertimbangkan dan jarang sekali mau mencoba hal yang baru. Aku takut orang-orang tidak menyukai perubahanku. Aku takut aku akan melangkah di jalan yang salah dan mengecewakan semua yang mendukungku. Padahal aku sudah menyatakan diri sebagai manusia dewasa yang tau mana yang baik dan mana yang bukan. Aku tau mana yang harus ku pilih. Tapi selalu, aku ragu-ragu. Dan teman-temanku, mereka tau apa yang mereka mau. Mereka berani mengambil segala resiko. Mereka, teman-temanku adalah orang yang berpendirian teguh.

Aku takut melangkah jauh, aku takut melampaui batas. Aku orang yang sering merasa tidak percaya diri. Aku orang yang jarang sekali memahami kemampuanku. Aku serba takut. Aku selalu sulit membedakan antara batas dan bayangan. Aku selalu menganggap semua sama. Dan kenyataannya, yang kufikir sama ternyata sangat jauh berbeda. Dan teman temanku, adalah orang yang peka. Mereka selalu bisa mengira, mana yang akan menggandeng mereka dan mana yang akan mematahkan sayap mereka. Dan mereka, teman temanku, pastilah orang yang tidak mudah digugurkan harapannya.

Teman-teman, aku berharap, apapun yang sedang kalian perjuangkan semoga kalian bisa meraih keberhasilan. Sukses bareng-bareng ya... Aku berharap, saat kita sama-sama tua dan mengadakan reuni, kita semua sudah berubah menjadi orang tua dengan senyum lebar yang melekat dibibir kita.
Aku bangga mengenal kalian...

Sabtu, 05 Juli 2014

Wajah Wajah Jalanan

Ini adalah beberapa kisah dari orang-orang yang kutemui di jalanan...

Ada beberapa hal yang kuperhatikan dari mereka. Sekarang aku paham bahwa kita tidak boleh menilai seseorang dari luarnya saja. Aku pernah bertemu dengan orang yang jujur dan ada yang pandai berakting. Berikut ini kejadian-kejadiannya :

Kejadian 1
Aku tinggal di Pondok Candra tidak jauh dari Juanda. Di dekatku ada pasar yang biasa disebut 'Pasar Gedongan' dan aku sering mampir kesana, entah untuk belanja atau sekedar melihat-lihat saja. Selain para pedagang yang sama aku juga menjumpai 'seseorang yang sama'. Seorang perempuan, usianya sekitar 36th dengan anak laki-lakinya yang usianya mungkin 6th. Ibu itu badanya lumayan gemuk dan segar, orangnya tangkas, tapi penampilannya selalu acak-acakan. Dia selalu memakai daster lengan pendek yang sudah bolong di beberapa bagian. Dengan membawa kantong plastik warna hitam berukuran sedang. Penampilan anaknya pun hampir serupa, kaos+celana pendek yang ada gambar tokoh kartun dan sudah memudar warnanya. Ibu itu meminta-minta dengan wajah yang seakan-akan meminta belas kasihan. Waktu pertama bertemu aku memberinya. Pertemuan berikutnya aku menahan diri, aku lebih memperhatikan ibu itu. Orang-orang di pasar juga sudah mengacuhkannya.
Suatu ketika aku mau pulang ke Blitar, aku naik angkot dari Pasar Gedongan dengan tujuan terminal Bungurasih. Sekitar pukul 02.00 siang aku naik dengan bangku yang hanya tersisa untuk 3 orang. Penumpang setelahku masuk, dan ternyata ibu-ibu yang kuceritakan tadi. Tapi penampilannya lumayan berbeda, wajahnya sudah tidak lusuh, mungkin dia sudah cuci muka. Dia memakai jaket dan jilbab. Dia telepon dengan santainya. Dan HP nya juga bagus. Lalu anaknya menarik-narik jaket ibu itu "Maaa,, ayo cepetan pulang. Disini panas sekali." dan ibu itu menjawab "Iya sebentar angkotnya nunggu penumpang". Dan dalam percakapan telepon itu, dia juga genit. Entah siapa yang ditelepon, tapi aku jadi bertanya, apa dia curang?? Apa ini sebabnya dia diacuhkan oleh oang-orang di pasar??

Kejadian 2
Saat aku naik bis kota, kondisinya selalu sesak. Selain penumpang juga ada pedagang asongan dan pengamen. Ada pengamen solo dan grup. Ada perempuan muda yang usianya sekitar 16th, dia mengamen hanya menggunakan alat sebut saja "icik-icik". Suaranya lumayan bagus. Dia menggendong bayi perempuan. Sebelum menyanyi dia menyampaikan sedikit sambutan, dalam sambutan itu ada bagian curhatnya, katanya dia ditinggal suaminya, anaknya baru berusia 2 bulan, dia tidak punya keluarga. Dia harus ngamen buat beli susu dan makan sehari-hari, anaknya diajak karena tidak ada yang bisa dititipi disekitar kosnya. Hampir semua penumpang bis simpati dan memberikan uluran tangan yang lebih. Di lain hari, waktu aku mau ke Tugu Pahlawan, seperti biasa aku masuk ke terminal Bungur untuk mencari bis yang kosong. Sebelum menemukan bis aku melewati kedai soto yang kebetulan sedang tutup. Disitu ada 3 perempuan muda kira-kira 16-18th, ada anak perempuan kira-kira 11th. Dan ada bayi berusia sekitar 1 th. Si A yang menggendong bayi itu berkata kepada B & C, sedangkan si D (11th) diam melihati mereka "Aku dapet yang joss hari ini. Cuma 25.000 sampe jam 2 siang. Sama susu sebotol aja nih." Si B dan C ingin merebut.
Si B : "Wah biar aku ganti 30 sampai jam 11 aja." 
Si A : "EEhhhhhh enak aja. Aku aja susah dapetnya."
Si C : "Gimana kalau kita gantian, hari ini kamu, besok B lusa aku. Gimana?'
Si A : "Dipikir nanti, yang penting sekarang aku dulu." Dengan wajah kegirangan.
Masyaallah,,, aku langsung pergi dan masuk ke bis. Semoga mba tempo hari yang bawa bayi berusia 2 bulan itu jujur. Ga seperti yang kulihat barusan. Dan semoga yang suka curang seperti tadi itu cepet sadar. Amin ..

Kejadian 3
Saat itu aku sedang perjalanan dari Blitar ke Surabaya, tapi aku harus oper bis dulu di Malang. Bis yang kutumpangi sudah hampir sampai di terminal Arjosari, sekitar 15 menit lagi. Ada pengamen laki-laki masuk membawa gitar. Penampilannya lebih kejam daripada preman. Usianya sekitar 29th, seperti biasa sebelum menyanyi ada selingan basa-basi. Dia bilang dia mantan copet yang sekarang insyaf cari rejeki halal buat anak istri. Suaranya bagus juga, dia membawakan lagi Iwan Fals. Aku tidak berniat memberi karena gayanya slengek'an, membuatku sebal.
Di lain hari, saat aku mau pulang ke Surabaya aku mengalami kesulitan kecil. Aku menahan buang air kecil sudah dari Kepanjen, sehingga begitu tiba di Arjosari aku langsung turun dan mencari toilet. Setelah kelar semua, aku baru sadar, kardus yang berisi rambutan tertinggal di bis yang tadi aku tumpangi. Ya Allah,,, aku panik, aku cari ke tempat dimana aku turun tadi, bisnya sudah tidak ada dan aku ini pelupa sampai aku tidak bisa mengingat aku tadi naik bis apa. Kemudian ada seorang laki-laki menghampiriku, pengamen waktu itu yang sempat kuragukan kebaikannya. Dia menanyaiku kenapa mondar mandir dengan panik, lalu aku menjelaskan persoalanku. Dia mengajakku ke suatu tempat, aku takut sehingga aku berjalan satu meter dibelakangnya dan aku sudah mempersiapkan tenaga untuk teriak jika sesuatu yang tidak kuharapkan terjadi. Dan ternyata pengamen itu membawaku ke pangkalan bis rute Malang-Blitar, disana kenek bis yang kutumpangi duduk di tangga masuk bis sambil memangku kardusku, dan dia memakan beberapa rambutanku. Pengamen itu menjelaskan ke kenek dan akhirnya kardus kembali ke pelukanku. Soalnya rambutan itu titipan yang sudah ditunggu-tunggu. Aku tidak tau bagaimana cara berterima kasih ke pengamen itu. Dan sejak saat itu setiap kali aku bertemu aku selalu 'membeli' suaranya yang lumayan itu. Selain itu hanya doa sebagai balas jasaku. Semoga dipermudah segala urusannya dan dibukakan pintu rahmat dan rejekinya. Amin

Kejadian 4
Aku sering kecewa saat ada pedagang asongan yang menawari berbagai macam gorengan yang harganya mahal dan tidak sebanding dengan rasanya. Dalam perjalananku pulang ke Surabaya (lagi-lagi), ada bapak-bapak yang usianya sekitar 47th. Dia penjual onde-onde jumbo yang harganya 3.000/biji dengan diameter onde-onde sekitar 5cm yang setelah dimakan akan mengempis karena yang besar itu kulitnya (kulitnya pun juga keras), sedangkan isinya hanya seukuran biji salak. Dia menawariku dengan banyak gaya, waktu itu masih sampai Karang Kates dan penumpang masih lumayan longgar, sehingga dia bisa duduk di bangku deretan sebelahku. Dan tiba-tiba dia beralih ke bangkuku. Aku kaget, jangan-jangan mau berbuat tidak senonoh. Dan ternyata, bapak itu hanya menasehatiku untuk berhati-hati. Dia mengatakan bahwa laki-laki muda yang baru turun melewatiku itu adalah copet. Lalu bapak itu menjelaskan kapadaku beberapa ciri copet dan tips-tips bepergian dengan aman. Aku menyesal sudah berprasangka buruk. Aku tidak tau harus bagaiman membalas jasanya selain mendoakan. Karena aku tidak suka onde-onde yang dijualnya tersebut, daripada mubadzir lebih baik tidak kubeli. Aku hanya menjabat tangannya dengan senyum semanis mungkin, lalu mengucapkan segenap rasa terima kasih dan mendoakan segala kebaikan baginya. Bapak penjual onde yang baik hati, semoga Allah yang akan membalas jasa baik Bapak. Amin.


Demikian ceritaku teman-teman. Aku ingin kalian tau apa yang aku tau. Terima kasih :)

Jumat, 04 Juli 2014

Semua itu Ada Masanya ! (Bersabarlah)

Aku menulis ini saat aku teringat seseorang yang pernah mengeluh tentang masalah materi dalam hidupnya. Aku tidak perlu menyebut namanya, aku hanya ingin membawa ceritanya. Waktu itu dia berkeinginan untuk pindah pekerjaan. Dengan ijazah sekolah menengah dan tanpa banyak kemampuan, dia ingin mencari pekerjaan yang mudah, tidak melelahkan, tidak banyak berfikir dan gajinya besar. Minimal 3jt/bulan begitu katanya.Waaahhhh.... kalau ada aku juga mau.

"Aku pengen cepet kaya, banyak uang. Kalau aku kaya kan semuanya mudah. Aku bisa memboyong orangtuaku ke kota. Aku cari rumah yang lebih besar. Aku punya motor bagus atau mobil gitu biar ada yang mau sama aku."

Iya itu cita-cita yang baik, ingin membahagiakan orang tua. Tapi aku takut kalau dia terlalu keras melawan takdir dan ambisinya berlebihan nanti malah akan mempengaruhi kesehatan jiwanya. Lalu aku mencoba mengingatkan dia barangkali nanti bisa merubah cara pandangnya.

Sebut saja Mr.X

"Mr.X sampean tau kan kalau rejeki itu sudah ada yang mengatur...(dia mengangguk). Kata orang kita bisa memperolehnya dengan cara berusaha dan berdoa. Bukankah sampean sudah melakukan keduanya? Saat ini sampean bekerja dengan cara yang halal, dan sampean sudah berdoa juga kan? (mengangguk lagi). Sampean sudah dapat rejeki kan, rutin tiap bulan, bisa memenuhi kebutuhan hidup, memberi sedikit ke orangtua dan menyisakan untuk tabungan?"

"Aku ga ada tabungan, tiap akhir bulan selalu habis uangku."

"Itu cara sampean yang salah dalam mengelola keuangan. Sampean program dulu Mr. Saya yakin dimanapun sampean bekerja dengan gaji banyak atau sedikit kalau sampean tidak bisa mengendalikannya ya akan sama saja, tabungan akan habis tiap akhir bulan."

"Terus kalau misal aku bisa mengelola uangku dengan baik. Apa aku bisa cepet jadi orang kaya?"

"Ya mungkin tidak secepat itu. Tapi setidak nya sampean membangun peluang sampean sendiri untuk mendapat apa yang sampean mau. Mr.X hidup ini tidak ada yang instan. Biasanya sih sesuatu yang didapat dengan instan akan mudah hilang semudah saat mendapatkannya. Sampean hanya perlu bersabar."

"Udah paling sabar ini. Masa suruh sabar terus. Hidup ini tidak adil"

"Mr.X, semua itu ada masanya. Hanya masalah waktu. Sampean tau anak bayi? (dia memandangku dengan tanda tanya). Saat anak bayi misal usianya 5 bulan, waktu melihat ibunya makan rempeyek ikan teri, dia ingin memakan yang sama lalu dia berusaha meminta pada ibunya. Tapi apa diberi sama ibunya? Enggak Mr. Dia belum waktuya makan rempeyek. Ibunya akan mempertimbangkan banyak hal. Si bayi belum punya gigi, ibunya takut kalau rempeyek itu terlalu keras jadi bisa melukai gusi si bayi. Dengan banyak bahan dalam rempeyek si ibu takut akan mengakibatkan masalah pada sistem pencernaannya. Ibunya akan tetap memberikan bubur padanya mas. Tunggu sampai dia berumur 1 tahun, saat sudah punya gigi dan sudah mulai beradaptasi dengan beberapa makanan orang dewasa. Iya kan? Atau kasus lain, misal ada anak kelas 5 SD sudah minta dibelikan motor. Orangtua yang sayang anak justru malah tidak diberikan. Orangtua berfikir bahwa anaknya masih terlalu kecil, emosinya masih labil sehingga tidak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi jalan. Belum lagi kalau ada hal-hal tak terduga misal ada orang yang belok tanpa memberi tanda sebelumnya, mungkin orang dewasa punya reflek yang bagus bagaiman caranya mengalihkan kendaraannya agar tidak terjadi sesuatu. Tapi kalau anak kecil yang emosinya masih labil, dia akan mudah panik, pikirannya buntu jadi tidak tau harus berbuat apa. Akhirnya celaka sendiri kan? Begitu juga dengan sampean Mr, saat ini beberapa keinginan sampean belum dikabulkan. Mungkin karena sampean terlalu menggebu-gebu. Tuhan pasti jauh lebih tau apa yang sampean pikirkan. Mungkin Tuhan tidak ingin sesuatu terjadi pada sampean."

"Misalnya?"

"Ya mungkin dengan harta yang banyak sampean jadi lupa diri, sombong, lalu memandang bahwa semuanya bisa dibeli dengan uang. Terus lagi mungkin dengan uang sampean jadi lalai sama kewajiban karena sampean lebih mengutamakan hak. Bisa juga karena sampean belum cukup dewasa (dalam berfikir) jadi nanti harta itu sampean salah gunakan dijalan yang kurang baik. Nanti sampean berfikir, mumpung ada uang. Tanpa mempertimbangkan banyak hal. Hanya menuruti kesenangan untuk membayar kesusahan sampean selama ini."

"Apa iya ya..???"

Dia diam, dan aku tidak mengoceh lagi. Aku memberi waktu dia untuk berfikir. Semoga kata-kataku memang difikirkan dan bisa merubah cara pandangnya. Bukan hanya sekedar selingan di jam makan siang. Ini hanya obrolan ringan yang semoga memberi banyak pelajaran. Dan semoga Mr.X makin dewasa dan lebih tau menetukan arah hidupnya. Amiiiiiinnn.......


(Kejadian ini terjadi saat menjelang Ramadhan tahun lalu)

Kamis, 03 Juli 2014

Sempurna? Adakah?

Sempurna ...

Sebuah kata yang selalu diinginkan oleh banyak orang. Penampilannya, rupanya,kemampuannya, keadaanya dan hidupnya seolah-olah harus berikat dengan kata sempurna. Seolah dengan kesempurnaan itu kita bisa mendapat apa yang kita mau. Dengan rupa yang cantik, seorang perempuan bisa mendapatkan pria yang tampan, dan sebaliknya. Dengan kemampuan yang sangat baik seseorang bisa memiliki karir yang baik pula. Dengan keadaan dalam level sangat mampu, seseorang bisa dengan mudah memiliki apa yang mereka inginkan. Seperti aladin yang memiliki lampu ajaib, meminta apapun dalam waktu sekejab akan segera ia dapat.

Banyak orang ingin memiliki semua itu. Semua kesempurnaan dalam satu jiwa saja. Tapi bisakah?
Kita ini diciptakan, bukan menciptakan diri sendiri. Layaknya sebuah patung yang diberi nyawa. Diijinkan untuk bernafas, diijinkan untuk berfikir, diijinkan untuk melakukan segala hal. Kemampuan hebat yang tidak dimiliki makhluk lain. Kita sudah diberi semua kelengkapan itu, nyawa diberi, kehidupan diberi tapi kita selalu menginginkan yang lebih lagi.

Kita diberi rupa yang baik, kemampuan baik tapi diberi keadaan yang kurang baik. Lalu kita protes, kita mengeluh. Merasa malu dengan keadaan itu, takut dikucilkan dan dicibir oleh orang orang sekitar. Kemudian menempuh segala cara  untuk mendapatkan keadaan baik dengan cara instan dan menghalalkan segala cara untuk menaikkan derajatnya dimata sosial. Agar diterima baik dimanapun dia berada. Ada yang mengambil hak orang lain, ada yang bersekutu dengan setan dan tak jarang yang rela menukar kehormatan dirinya. Kenapa bisa menjadi segila itu? Kamu kira semua itu tidak berdampak pada hidupmu? Mengambil hak orang lain bisa membuatmu terkurung dalam jeruji besi dalam waktu yang lama. Mempersulit hidup duniamu. Namamu tercemar dan membuatmu diasingkan. Menjual diri dan bersekutu dengan setan membuatmu merasakan hukuman di dunia kedua setelah kematianmu. Hukuman yang jauh lebih menyakitkan. Kamu lupa bahwa kamu memiliki kemampuan yang baik, manfaatkanlah. Kamu bisa mencari jalan yang baik untuk memperbaiki keadaanmu. Hasil akhirnya akan lebih membahagiakan, kamu akan menciptakan sesuatu yang baik. Dan hidupmu juga tetap akan baik-baik saja.

Ada yang diberi rupa baik, keadaan baik namun dengan kemampuan yang kurang baik. Lagi-lagi mengutuk Sang Pencipta. Dengan kemampuan yang kurang, seseorang bisa tidak diterima di sebuah wadah yang mereka inginkan. Lalu ia melirik pada keadaannya yang mampu. Lalu dia 'membeli' sebuah posisi dalam wadah tersebut. Tapi hasilnya, belajar atau bekerja tanpa kemampuan, hanya karena menang akses atau uang itu akan merugikan banyak pihak. Wadah itu akan merugi jika dipegang oleh tangan yang salah. Orang lain dalam wadah tersebut juga akan terkena dampaknya. Heeiii... Kamu memiliki keadaan baik gunakanlah untuk yang baik. Kamu bisa menggunakan keadaan baikmu itu untuk mencari banyak bahan yang bisa menopang kaki, tangan dan akalmu. Kamu bisa meraih sesuatu dengan cara hebat yang kamu cetuskan setelah kamu berhasil mempelajari banyak hal. Tukarlah sebagian uangmu untuk kemampuanmu, itu bisa menolong hidupmu.

Dan sekarang seseorang diberikan kemampuan baik, keadaan baik namun dengan rupa yang kurang baik. Lalu dia melakukan ini itu, mencari cara paling jitu untuk menyulap rupanya menjadi seindah para putri dalam negeri dongeng. Ada yang membuat hidungnya mancung, menyulam beberapa bagian wajahnya, membuat kulitnya berubah warna, dan sebagainya. Semuanya dilakukan tanpa memikirkan hasil akhirnya. Usaha, katanya. Tapi untuk apa? Jika kamu mau usaha, berusahalah yang baik. Kamu sudah diberi kelebihan. Tentang fisik kita, kita tidak memiliki kuasa. Kita diciptakan dengan keadaan seperti itu, syukurilah. Meski fisikmu kurang indah menurut pandanganmu, tapi kamu memiliki akal dan badan yang sehat. Perbaikilah budimu, kamu akan mudah menjalin kasih dengan siapapun.

Semua yang kamu inginkan untuk disempurnakan dan harapanmu agar kamu bisa mendapat segalanya, hilangkan. Seseorang yang menyayangimu, baik untuk menjadi temanmu, sahabatmu, saudaramu atau pendamping hidupmu akan menerimamu sebagaimana adanya kamu. Jika kamu terbiasa menyodori menreka dengan segala kesempurnaan, suatu hari jika kesempurnaan itu hilang, mereka juga akan turut menghilang.

Jadi jika kamu (yang membaca ini) adalah salah satu dari penjabaran diatas, mulailah berpindah jalan. Manfaatkan kelebihanmu dan jangan menyimpan kekuranganmu, perbaikilah dengan cara yang baik. Mulailah menghargai dirimu sendiri, dan kamu akan menciptakan sesuatu yang membuat orang lain menghargaimu, dengan sendirinya.


#UNTUKDIRENUNGKAN
#SEMOGABERMANFAAT 

Rabu, 02 Juli 2014

Langkahmu

Aku tidak sedang menguntitmu,
memata-mataimu atau mencari tau tentangmu
Aku hanya sedang ingin berjalan mengikutimu
Aku suka melihatmu dari belakang
Aku suka melihat pundakmu
Aku selalu membayangkan,
Bahwa kelak pundak itulah yang akan selalu ku lihat
setelah aku bangun dari sujudku
Aku selalu berharap bahwa kaki yang sedang
melangkah di hadapanku kini
Kelak akan menjadi panutan jalanku
Aku berharap tangan yang kulihat
sedang melenggang mengiringi langkah itu
Suatu hari akan menggenggam tanganku
Lalu mengajakku berjalan ke tempat terindah untuk dituju
Taman yang indah, yang mengalir sungai-sungai
Dengan madu dan susu yang berlimpah
Dengan beribu-ribu kebaikan dan rahmat Allah
Disana langkahmu akan membawaku
Dengan segala keindahannya, surga Allah
Amin . . .

Selasa, 01 Juli 2014

Aku Takut Bu

Surabaya, 01 Juli 2014
Kepada ibu yang dengan tulus menyayangiku...

Ibu, kali ini aku menulis untukmu. Tapi ketahuilah, dengan atau tanpa tulisan ini, aku akan tetap menyayangi ibu disetiap detik waktuku. Seperti yang selalu ibu lakukan padaku. Jika aku ingin bertemu ayah itu tak berarti aku akan meninggalkan ibu. Aku akan tetap kembali pada ibu. Meski ayah menawarkan kenyamanan, kelengkapan dan banyak hal. Tapi tidak ada yang bisa merawatku sebaik ibu. Tidak ada yang memiliki cinta kasih sebesar cinta kasih ibu. Tidak ada yang rela mengorbankan apapun agar aku bahagia, selain ibu. Bahkan jika harus menukarkan nyawa pun ibu mau.

Ibu,,, apapun yang terjadi aku akan tetap memilih ibu. Meskipun sama beratnya. Dan sebenarnya pilihan "ikut ayah atau ibu?" itu tidak pernah ku kehendaki sebelumnya. Tapi ini yang harus kujalani. Aku ingin ibu tau, sekarang aku bukan anak yang manja. Aku sudah memperjuangkan banyak hal untuk ibu. Aku bekerja dengan sepenuhnya hanya untuk melihat senyum melengkung dibibirmu bu. Aku memang tidak akrab dengan kehidupan yang begitu keras ini. Sejak kecil aku terbiasa menjadi anak yang senantiasa duduk manis dipangkuanmu. Dan kini, aku harus berjuang sendiri. Aku melawan semua yang kutakuti. Semua itu agar ibu tau bahwa kasihku kepada ibu juga sepanjang masa.

Bu,,, sekarang bulan Ramadhan. Aku ingat Ramadhan 14 tahun yang lalu adalah Ramadhan pertamaku. Ibu mengajariku dengan penuh kesabaran. Ibu selalu membangunkanku dengan tenang. Ibu menyiapkan semuanya. Ibu menyuapiku yang masih setengah ketiduran. Makananku lama sekali ku telan. Padahal ibu sendiri belum makan sahur. Setelah selesai menyuapiku, ibu akan langsung makan dengan setengah terburu-buru. Ibu takut subuh segera tiba. Apa lagi yang harus ku protes darimu bu? Semua sudah ibu berikan padaku.

Dan sekarang Allah sedang menguji ibu. Ibu sudah sakit selama 6 tahun ini. Ibu belum bisa puasa lagi. Tapi dalam keadaan sakit pun, ibu tidak pernah berhenti melakukan yang terbaik untukku. Ibu tetap bangun pagi menyiapkan sarapan untukku saat aku masih sekolah dulu. Dan ketika Ramadhan tiba ibu sudah bangun tengah malam. Ibu menitikkan airmata dan selalu membawa namaku dalam doa-doa ibu. Setelah itu ibu tetap seperti yang dulu, menyiapkan makan sahur untukku.

Bu,,, sekarang aku sudah dewasa. Aku sudah bisa melakukan semuannya sendiri. Aku ingin bertukar peran dengan ibu. Aku ingin merawat ibu dengan baik dan melakukan semua seperti yang ibu lakukan padaku. Aku selalu memohon agar ibu diberi kesembuhan. Bukan karena aku mengeluh atas segala ujian yang diberikan Allah bu. Tapi karena aku ingin ibu bisa melakukan semua tugas dan kewajiban yang sudah diperintahkan kepada kita. Aku ingin ibu bisa mengikuti Ramadhan lagi. Aku yang akan membangunkan ibu dengan tenang dan penuh kelembutan. Aku akan menyiapkan makan sahur kita. Aku ingin sekali bu. Dan aku juga akan selalu membawa nama ibu dalam setiap doaku.

Bu,,, aku selalu takut. Setiap ibu tidur aku memandang mata ibu yang terpejam. Aku takut jika mata yang selalu memancarkan kasih sayang itu tidak akan terbuka lagi. Aku takut jika nafas yang biasa ibu hembuskan tidak akan lagi memberikan kehangatan. Aku selalu tidur dengan memeluk ibu, karena aku takut kalau raga yang selama ini tidur disampingku, pada akhirnya akan meninggalkanku. Aku sangat takut bu, aku sangat takut. Aku tidak akan pernah siap. Bahkan sekalipun aku sudah membahagiakan ibu aku tetap tidak akan bisa kehilangan ibu.
Jadi tetaplah bersamaku bu, cepatlah sembuh. Disini putri tercintamu tidak sabar untuk berjalan denganmu. Ke rumah Allah denganmu. Menikah dengan seseorang yang tepat dan memberikan cucu untukmu. Aku akan terus melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan ibu.
Aku ingin selalu bersama ibu.
Aku ingin ibu bahagia karena aku.
Aku yang akan menuntun dalam kerentaan ibu.
Aku akan memikul segala lelah ibu.
Aku akan menukar semua hal untuk senyum bahagia dimasa tua ibu.
Terima kasih ibu.. aku menyayangimu..

Dari kaki kecilmu...