Sabtu, 05 Juli 2014

Wajah Wajah Jalanan

Ini adalah beberapa kisah dari orang-orang yang kutemui di jalanan...

Ada beberapa hal yang kuperhatikan dari mereka. Sekarang aku paham bahwa kita tidak boleh menilai seseorang dari luarnya saja. Aku pernah bertemu dengan orang yang jujur dan ada yang pandai berakting. Berikut ini kejadian-kejadiannya :

Kejadian 1
Aku tinggal di Pondok Candra tidak jauh dari Juanda. Di dekatku ada pasar yang biasa disebut 'Pasar Gedongan' dan aku sering mampir kesana, entah untuk belanja atau sekedar melihat-lihat saja. Selain para pedagang yang sama aku juga menjumpai 'seseorang yang sama'. Seorang perempuan, usianya sekitar 36th dengan anak laki-lakinya yang usianya mungkin 6th. Ibu itu badanya lumayan gemuk dan segar, orangnya tangkas, tapi penampilannya selalu acak-acakan. Dia selalu memakai daster lengan pendek yang sudah bolong di beberapa bagian. Dengan membawa kantong plastik warna hitam berukuran sedang. Penampilan anaknya pun hampir serupa, kaos+celana pendek yang ada gambar tokoh kartun dan sudah memudar warnanya. Ibu itu meminta-minta dengan wajah yang seakan-akan meminta belas kasihan. Waktu pertama bertemu aku memberinya. Pertemuan berikutnya aku menahan diri, aku lebih memperhatikan ibu itu. Orang-orang di pasar juga sudah mengacuhkannya.
Suatu ketika aku mau pulang ke Blitar, aku naik angkot dari Pasar Gedongan dengan tujuan terminal Bungurasih. Sekitar pukul 02.00 siang aku naik dengan bangku yang hanya tersisa untuk 3 orang. Penumpang setelahku masuk, dan ternyata ibu-ibu yang kuceritakan tadi. Tapi penampilannya lumayan berbeda, wajahnya sudah tidak lusuh, mungkin dia sudah cuci muka. Dia memakai jaket dan jilbab. Dia telepon dengan santainya. Dan HP nya juga bagus. Lalu anaknya menarik-narik jaket ibu itu "Maaa,, ayo cepetan pulang. Disini panas sekali." dan ibu itu menjawab "Iya sebentar angkotnya nunggu penumpang". Dan dalam percakapan telepon itu, dia juga genit. Entah siapa yang ditelepon, tapi aku jadi bertanya, apa dia curang?? Apa ini sebabnya dia diacuhkan oleh oang-orang di pasar??

Kejadian 2
Saat aku naik bis kota, kondisinya selalu sesak. Selain penumpang juga ada pedagang asongan dan pengamen. Ada pengamen solo dan grup. Ada perempuan muda yang usianya sekitar 16th, dia mengamen hanya menggunakan alat sebut saja "icik-icik". Suaranya lumayan bagus. Dia menggendong bayi perempuan. Sebelum menyanyi dia menyampaikan sedikit sambutan, dalam sambutan itu ada bagian curhatnya, katanya dia ditinggal suaminya, anaknya baru berusia 2 bulan, dia tidak punya keluarga. Dia harus ngamen buat beli susu dan makan sehari-hari, anaknya diajak karena tidak ada yang bisa dititipi disekitar kosnya. Hampir semua penumpang bis simpati dan memberikan uluran tangan yang lebih. Di lain hari, waktu aku mau ke Tugu Pahlawan, seperti biasa aku masuk ke terminal Bungur untuk mencari bis yang kosong. Sebelum menemukan bis aku melewati kedai soto yang kebetulan sedang tutup. Disitu ada 3 perempuan muda kira-kira 16-18th, ada anak perempuan kira-kira 11th. Dan ada bayi berusia sekitar 1 th. Si A yang menggendong bayi itu berkata kepada B & C, sedangkan si D (11th) diam melihati mereka "Aku dapet yang joss hari ini. Cuma 25.000 sampe jam 2 siang. Sama susu sebotol aja nih." Si B dan C ingin merebut.
Si B : "Wah biar aku ganti 30 sampai jam 11 aja." 
Si A : "EEhhhhhh enak aja. Aku aja susah dapetnya."
Si C : "Gimana kalau kita gantian, hari ini kamu, besok B lusa aku. Gimana?'
Si A : "Dipikir nanti, yang penting sekarang aku dulu." Dengan wajah kegirangan.
Masyaallah,,, aku langsung pergi dan masuk ke bis. Semoga mba tempo hari yang bawa bayi berusia 2 bulan itu jujur. Ga seperti yang kulihat barusan. Dan semoga yang suka curang seperti tadi itu cepet sadar. Amin ..

Kejadian 3
Saat itu aku sedang perjalanan dari Blitar ke Surabaya, tapi aku harus oper bis dulu di Malang. Bis yang kutumpangi sudah hampir sampai di terminal Arjosari, sekitar 15 menit lagi. Ada pengamen laki-laki masuk membawa gitar. Penampilannya lebih kejam daripada preman. Usianya sekitar 29th, seperti biasa sebelum menyanyi ada selingan basa-basi. Dia bilang dia mantan copet yang sekarang insyaf cari rejeki halal buat anak istri. Suaranya bagus juga, dia membawakan lagi Iwan Fals. Aku tidak berniat memberi karena gayanya slengek'an, membuatku sebal.
Di lain hari, saat aku mau pulang ke Surabaya aku mengalami kesulitan kecil. Aku menahan buang air kecil sudah dari Kepanjen, sehingga begitu tiba di Arjosari aku langsung turun dan mencari toilet. Setelah kelar semua, aku baru sadar, kardus yang berisi rambutan tertinggal di bis yang tadi aku tumpangi. Ya Allah,,, aku panik, aku cari ke tempat dimana aku turun tadi, bisnya sudah tidak ada dan aku ini pelupa sampai aku tidak bisa mengingat aku tadi naik bis apa. Kemudian ada seorang laki-laki menghampiriku, pengamen waktu itu yang sempat kuragukan kebaikannya. Dia menanyaiku kenapa mondar mandir dengan panik, lalu aku menjelaskan persoalanku. Dia mengajakku ke suatu tempat, aku takut sehingga aku berjalan satu meter dibelakangnya dan aku sudah mempersiapkan tenaga untuk teriak jika sesuatu yang tidak kuharapkan terjadi. Dan ternyata pengamen itu membawaku ke pangkalan bis rute Malang-Blitar, disana kenek bis yang kutumpangi duduk di tangga masuk bis sambil memangku kardusku, dan dia memakan beberapa rambutanku. Pengamen itu menjelaskan ke kenek dan akhirnya kardus kembali ke pelukanku. Soalnya rambutan itu titipan yang sudah ditunggu-tunggu. Aku tidak tau bagaimana cara berterima kasih ke pengamen itu. Dan sejak saat itu setiap kali aku bertemu aku selalu 'membeli' suaranya yang lumayan itu. Selain itu hanya doa sebagai balas jasaku. Semoga dipermudah segala urusannya dan dibukakan pintu rahmat dan rejekinya. Amin

Kejadian 4
Aku sering kecewa saat ada pedagang asongan yang menawari berbagai macam gorengan yang harganya mahal dan tidak sebanding dengan rasanya. Dalam perjalananku pulang ke Surabaya (lagi-lagi), ada bapak-bapak yang usianya sekitar 47th. Dia penjual onde-onde jumbo yang harganya 3.000/biji dengan diameter onde-onde sekitar 5cm yang setelah dimakan akan mengempis karena yang besar itu kulitnya (kulitnya pun juga keras), sedangkan isinya hanya seukuran biji salak. Dia menawariku dengan banyak gaya, waktu itu masih sampai Karang Kates dan penumpang masih lumayan longgar, sehingga dia bisa duduk di bangku deretan sebelahku. Dan tiba-tiba dia beralih ke bangkuku. Aku kaget, jangan-jangan mau berbuat tidak senonoh. Dan ternyata, bapak itu hanya menasehatiku untuk berhati-hati. Dia mengatakan bahwa laki-laki muda yang baru turun melewatiku itu adalah copet. Lalu bapak itu menjelaskan kapadaku beberapa ciri copet dan tips-tips bepergian dengan aman. Aku menyesal sudah berprasangka buruk. Aku tidak tau harus bagaiman membalas jasanya selain mendoakan. Karena aku tidak suka onde-onde yang dijualnya tersebut, daripada mubadzir lebih baik tidak kubeli. Aku hanya menjabat tangannya dengan senyum semanis mungkin, lalu mengucapkan segenap rasa terima kasih dan mendoakan segala kebaikan baginya. Bapak penjual onde yang baik hati, semoga Allah yang akan membalas jasa baik Bapak. Amin.


Demikian ceritaku teman-teman. Aku ingin kalian tau apa yang aku tau. Terima kasih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar