Senin, 21 Juli 2014

Lupa Bersyukur

Manusia itu tempatnya lupa .... Biasanya orang orang mengatakan hal itu sebagai kalimat lain untuk menyudahi sebuah perdebatan karena kelalaian yang diperbuatnya.

Dalam hal bersyukur, mungkin kata "lupa" itu terlalu halus. Sebagai peringatan keras, seharusnya kata "sombong" lebih tepat. Dalam Surat Ar-Rahman dalil tentang nikmat Allah sampai diulang 31x. Dan ayat tersebut berbunyi :

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

Manusia berjalan di atas muka bumi ini, tapi mereka lupa Siapa yang sudah menciptakannya. Tanah-tanah yang bisa ditanami berbagai macam tumbuhan. Pohon-pohon yang rindang dan menghasilkan buah-buahan segar. Tanam-tanaman yang menghasilkan kebutuhan hidup manusia. Bunga-bunga yang menghiasi taman. Binatang-binatang ternak yang bisa diambil dagingnya. Beberapa binatang dan tumbuhan yang bisa dijadikan obat-obatan. Langit yang luas dengan kehidupan udaranya. Laut yang membentang dengan kekayaan di dalamnya, ada ikan, mutiara, terumbu karang dan untuk berlayar menyeberangi antar samudra. Matahari yang sudah diatur ketetapan terbitnya, dan bulan untuk menemani malam gelap kita. Bintang-bintang yang digantung dengan indahnya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Saat kita terbangun dari tidur, kita masih bisa melihat, masih bisa mendengar, masih bisa mencium, masih bisa merasa. Masih bisa bernafas.  Saat terbangun yang diingat selalu kehidupan dunianya, cintanya, pekerjaannya, sekolahnya, harta bendanya masih utuh atau tidak? Ada berapa pesan dalam ponsel pintarnya? Ada yang mengucapkan selamat pagi atau tidak? Dan sebagainya. Dan kita jarang sekali menyadari bahwa semua itu datang dari Siapa? Kenapa yang diingat itu-itu saja? Kesehatan jasmani dan rohani kerap sekali kita lupakan.
Kita baru mensyukuri kesehatan yang diberikan kepada kita setelah kita sakit. Kita baru menganggap bahwa kesehatan itu adalah nikmat yang besar. Kita tau rasanya sakit. Sakit itu tidak enak. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Lalu saat kita sehat, kita melupakan rasanya menjadi orang sakit. Kita menjalani hidup dengan bebasnya seakan-akan kita akan sehat selamanya. Harus berapa kali sakit dulu baru kita bisa mengucap syukur setiap hari untuk kesehatan ini? Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Kita sudah diberikan usia sepanjang ini. Kita lahir dan tumbuh hingga dewasa dan bisa melakukan banyak hal. Kita melenggang dengan indahnya tanpa rasa berdosa. Kita ini bukan semak belukar yang bisa tumbuh begitu saja, tanpa pupuk, tanpa menunggu musim. Dari bibit kemudian tumbuh merambat kemana-mana dengan suburnya. Lalu ketika sudah memenuhi kebun, dibabat tanpa sisa. Dari kecil kita sudah minum, makan, berpakaian,belajar. Kita baru sadar betapa besarnya anugerah yang kita miliki setelah kita menyaksikan sesuatu yang kita miliki tersebut tidak dimiliki orang lain. Banyak orang tidak memiliki kelengkapan fisik. Banyak orang yang indranya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Banyak orang yang dengan susahnya mencari sesuap nasi. Banyak orang yang tidak bisa mengenyam pendidikan dengan mudah. Kita baru menyadari betapa indahnya hidup kita setelah kita menyaksikan orang lain terkena musibah. Dan yang paling membuat kita akhirnya sadar untuk mensyukuri hidup kita dengan usia yang sudah panjang ini adalah ketika kita melihat orang lain meninggal. Kita baru merasa was-was, takut. Merasa bersalah dan memohon agar diberikan usia yang panjang supaya bisa melakukan amalan-amalan baik. Namun beberapa waktu kemudian ketika kematian seseorang sudah tidak memberikan kesedihan lagi, rasa bersyukur kita atas usia dan hidup ini juga akan menghilang lagi. Harus berapa banyak peringatan-peringatan yang dihadapkan di depan mata kita untuk membuat kita senantiasa mensyukuri segala karunia yang kita miliki? Apa harus menunggu penglihatan kita diambil dulu? Apa harus menunggu kaki dan tangan kita hilang dulu? Baru kita bisa bersyukur? Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Bagaimana kita bisa menjadi sesombong itu. Kesehatan diberi, harta diberi, kebahagiaan diberi. Nyawa pun diberi. Lalu kenapa bisa kita berjalan dengan angkuhnya. Betapa tidak tau diri dan tidak tau terima kasihnya kita sebagai manusia. Barulah kalau kita diberikan musibah, kita menangis menderu-deru memohon pertolongan Yang Maha Kuasa. Minta diberikan kekuatan, minta dihapus dosa-dosanya, minta diberikan kemudahan dalam segala persoalannya. Setelah semua itu kita dapat, dengan mudahnya lupa ingatan. Bayangkan saja jika sesuatu itu terjadi pada kita. Kita memiliki anak, kita rawat sejak kecil. Kita sertai pertumbuhannya dengan segala kasih sayang. Kita berikan semua apa yang dia mau. Kita mengajarinya berbicara, membaca dan menulis. Kita memberikan makanan terbaik untuknya. Kita memberikan mainan-mainan kesukaannya. Kita sekolahkan di tempat terbaik agar berpengetahuan baik sehingga kelak dia bisa berhasil. Lalu ketika anak kita sudah dewasa, dia mapan dalam hidupnya, menjadi orang kaya, menikah dan hidup bahagia, kemudian dia lupa kepada kita. Dia hanya mengurusi hidupnya sendiri. Tidak memikirkan bagaimana nasib dan perasaan kita. Bahkan kata "terima kasih" saja tidak pernah ia ucapkan untuk kita. Coba bayangkan, bagaimana rasanya???? 

Mulailah bersyukur dan jangan menjadi pelupa lagi. Meski kita sudah lupa sedemikian lamanya, pengakuan "maaf" dan "terima kasih" kita akan selalu diterima. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?









Tidak ada komentar:

Posting Komentar