Senin, 29 September 2014

Doa Ibuku

Tiba-tiba teringat ibu. Aku selalu merasa ketakutan setiap kali mengingat ibu. Aku selalu ketakutan saat ibu berulang tahun. Banyak orang memaknai hari ulang tahun sebagai momen yang bahagia. Tapi setiap hari kelahiran ibu, aku akan ingat bahwa ibu semakin bertambah usia. Dan semakin berkurang kesempatannya di dunia. Aku takut kehabisan waktu untuk membahagiakanmu bu.
Aku sedang berusaha memperbaiki hidup dunia dan akhiratku bu. Karena salah satu kunci ahli surga adalah anak yang sholeh. Dan aku ingin menjadi sebabmu diterima di surga-Nya (Allah) kelak. Aku tidak ingin memberatkanmu di hari akhir nanti. Aku juga tidak ingin membebanimu di dunia ini.
Aku takut menangis di depanmu bu, karena ibu pernah berkata jika aku sedih ibu akan dua kali lebih sedih. Dan jika aku bahagia ibu akan berkali-kali lipat lebih bahagia. Dan aku akan selalu berusaha bahagia karena alasan itu bu.
Aku pernah mendengarkanmu berdoa di suatu malam, saat aku pura-pura tidur di sampingmu:
"Ya Allah, lindungilah putriku dimanapun dia berada. Bimbinglah langkahnya. Ingatkanlah ketika dia lupa. Kuatkanlah imannya. Berikanlah dia kesehatan jasmani dan rohani. Berikanlah perlindungan dan keselamatan lahir batin. Berikanlah kemudahan dalam segala urusan, dalam menimba ilmu dan dalam pekerjaannya. Berilah ia rizki yang halal, bermanfaat dan barokah. Dan berilah hamba kesembuhan, agar hamba bisa mendampinginya sampai tua nanti. Membantunya merawat cucu-cucu hamba jika Engkau mengijinkan. Hamba sangat menyayanginya, jadikanlah ia anak yang sholeh yang selalu berbakti dan sayang kepadaku. Ridhoilah Ya Allah. Amin."
Aku ingat sampai sekarang. Doa itu ibu panjatkan berulang-ulang setiap malam. Hingga aku sangat berhati-hati dalam melangkah. Aku takut membuat ibu sedih. Aku takut melukai ibu. Ibu selalu berdoa untukku, sampai ibu lupa berdoa untuk ibu sendiri. Saat ibu meminta diberi kesembuhan, itupun juga karena aku. Dan Allah akan selalu mengabulkan doa-doa dari hati yang mulia seperti ibu, percayalah. Aku janji bu, aku akan selalu berusaha menjadi orang yang dekat dengan Allah, agar doa-doaku untuk ibu mudah dihijabah.
Kita adalah dua wanita yang berjuang dengan doa yang saling menguatkan. Tanpa ayah, ibu selalu bisa melindungiku. Tanpa ayah, aku selalu berusaha menjaga ibu. Kita kuat sampai hari ini bu, karena Allah. Jangan lupa terus komunikasi dengan-Nya ya bu, agar kita tetap bersama dalam kehidupan kedua nanti. Di tempatnya orang-orang yang taat pada-Nya. Amin.
Love you, need you, miss you MOM .... as always!

Sabtu, 27 September 2014

Damai Ditanganmu


Akhirnya setelah beberapa waktu nulis tentang cinta, galau dan sebangsanya, kali ini saya menulis tentang pelajaran hidup yang saya dapat kemarin (Kamis, 25 September 2014). Tentang ketidak-tenangan hati karena melihat orang lain lebih beruntung.

Kadang atau sering, kita berkeinginan untuk mendapatkan sesuatu diluar batas kemampuan yang kita miliki. Ingin sesuatu yang lebih lagi dari yang sudah ada. Keinginan-keinginan itu bisa berujung pada perasaan iri, salah satu bentuk penyakit hati. Memang tidak melanggar hukum, tapi rasa iri tersebut akan membuat kita merasa tidak tenang. Namanya juga penyakit, pasti tidak enak rasanya. Setiap saat berfikir untuk dapat memperolehnya dengan singkat. Dan semua itu membuang-buang waktu. Menimbulkan stress karena yang diingini belum tentu bisa dimiliki. Setiap saat resah, hingga akhirnya menganggap dunia tidak adil. Dan itu salah besar. Semua itu berawal dari pemikiran-pemikiran negatif diri sendiri. Karena kita melakukan sebab-sebab yang merusak damai hati, seperti :
  • Tidak pernah merasa cukup. Dalam hidup, kita memang harus selalu berjuang. Tapi kita juga harus mengenal batas-batas. Lebih baik mempertahankan dan menghargai yang sudah ada. Daripada menggebu-gebu untuk sesuatu yang terlalu mempersulit hidup kita. Itulah kenapa, menimbang sebelum memutuskan itu sangat perlu. Jika memang itu baik dan kita merasa mampu, tidak akan ada masalah jika kita ingin mengejar. Semua orang memiliki batas kemampuan, jadi jika kita merasa kesulitan mengejar, lebih baik berhenti daripada menambah masalah baru. Waktu kita terlalu singkat, sedangkan bahagia tidak selalu ada pada hal yang ingin kita dapatkan.
  • Ingin memiliki semuanya. Sudah memiliki A,B dan C masih ingin memiliki D-Z. Sifat serakah itu memang susah dikendalikan. Seandainya kita mau berfikir, untuk apa memiliki terlalu banyak hal, jika dengan memiliki yang sedang saja sudah cukup. Meski kita memiliki banyak hal, kita tetap akan menggunakan sebagian saja, dan sebagian yang lain akan terabaikan. Malah tidak bermanfaat. Mubadzir. Jadi raihlah yang menjadi prioritas, jika ada kebutuhan kedua raihlah jika sudah mampu dan memang memiliki manfaat kedepannya.
  • Ingin berada di puncak tertinggi. Jika kita memiliki kedudukan tinggi, orang lain akan lebih "menganggap" kita. Tapi jika kita belum memiliki pijakan yang kuat, kita akan mudah jatuh. Saat kita melihat orang-orang yang sedang ada di atas, kita ingin seperti mereka. Rasanya semua hal mudah mereka lakukan. Tapi mereka tidak berada di sana begitu saja. Ada yang memang benar-benar berjuang dan ada yang memang memiliki akses besar untuk menujunya. Jadi, pandai-pandailah memahami diri sendiri. Kondisi mental tidak bisa sekuat keinginan yang kita miliki. Lakukanlah yang terbaik dimanapun posisimu. Di atas atau pun dibawah hasilnya tergantung dari tanganmu. Jika kamu mengerjakan kebaikan hasilnya juga akan baik, dan sebaliknya.
  • Ingin seperti orang lain. Saat kita bertemu dengan orang lain yang memiliki sesuatu lebih dari kita, mungkin rasa cemas akan hadir. Merasa posisi kita terancam. Khawatir kalau orang-orang di sekitar akan lebih peduli pada dia yang memiliki kelebihan itu. Kita berupaya untuk bisa seperti dia atau kalau bisa lebih dari dia. Seharusnya tidak perlu seperti itu, semua orang memiliki kemampuannya masing-masing. Jika kita terlalu sibuk untuk berusaha menjadi orang lain, kita akan lupa bahwa sebenarnya kita juga memiliki kelebihan sendiri. Lebih baik fokus, mengembangkan kemampuan sendiri. Lebih baik menjadi kita yang pertama daripada orang lain yang kedua. 
  • Tidak suka melihat orang lain bahagia atau kehidupannya lebih baik (sukses) dari kita. Ini yang terpenting. Penyakit hati yang paling berbahaya. Saat kita melihat orang lain lebih enak hidupnya kita jadi resah, jadi benci pada orang tersebut. Padahal orang itu tidak bersalah pada kita. Tapi kita terlanjur tidak suka karena keadaan yang kita impikan ada padanya. Segala sesuatu yang dia lakukan akan selalu kita pandang buruk. Kita berusaha mencari celah sedetail mungkin untuk menjatuhkannya. Tapi untuk apa semua itu. Kalaupun kita berhasil menjatuhkannya, apakah semua yang dia miliki akan menjadi milik kita? Kalaupun iya, apa yang bisa dibanggakan dengan mengambil paksa hak orang lain? Apa kita bisa jamin hidup kita akan lebih baik setelah itu? Tidak perlu repot dan buang waktu, lihat saja apa yang sudah kamu miliki. Bahagia itu bukan ketika kita memiliki segala hal. Tapi saat kita tidak membanding-bandingkan milik kita dengan milik orang lain.
Mungkin masih ada banyak hal lagi mengenai rasa iri atau ketidak-nyamanan hati karena perbandingan hidup kita dengan orang lain. Tapi itu yang saya pelajari dari kejadian kawan saya kemarin. Dan mungkin kita bisa mulai belajar membersihkan hati dengan beberapa cara:
  • Mengendalikan diri / mengontrol keinginan
  • Sadar dengan keadaan
  • Memahami kemampuan
  • Mensyukuri apa yang sudah dimiliki
  • Berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain
  • Merasa cukup dan tidak muluk-muluk
Yang terpenting : tetap semangat , berusaha , berdoa dan berserah diri. Menyadari bahwa segala hal sudah di atur oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak pernah memeberikan kita sesuatu yang sia-sia. 

DEMIKIAN TEMAN-TEMAN. SEMOGA BERMANFAAT. DAN JANGAN LUPA TERSENYUM :) :)


Rabu, 24 September 2014

Daun Mangga Tua

Menjelang sore
Daun-daun mangga disapu angin ke timur dan ke barat,
ke selatan dan ke utara
Berputar-putar, berserakan
Daun mangga tua yang sudah tiada daya
untuk menggantung diranting-ranting muda
Mungkin sudah waktunya melepaskan diri
Sudah tidak kuat lagi berkelana di udara
Sudah terlalu tua untuk bertengger diatas sana
Tangannya pun semakin renta
Sengaja lepas, terbang bersama angin
Dan inilah hidupnya sekarang
Jatuh ke bawah tersapu tak tentu arah
Sampai waktu membenamkannya ke dalam tanah

Nasibmu kini, daun mangga tua depan rumah

Kamis, 18 September 2014

Sejak Hari Itu

Aku sudah mencintaimu
Sejak aku mendengarmu mengumandangkan adzan
Pada Subuh pertama aku berada disini
Aku sudah mencintaimu
Sejak melihatmu menyampaikan kalimat Allah
Pada mereka yang terhitung masih suci
Kamu mengajaknya ke jalan yang lurus dengan penuh kesabaran
Ilmu yang tidak pernah terputus
Selalu kamu sampaikan
Aku sudah mencintaimu
Sejak aku mengintipmu dari jendela kamarku
Kamu sapu bersih daun-daun kering dibawah pohon mangga
Agar rumah Allah selalu bersih, sebersih hati yang mendatanginya
Kamu, hamba Allah yang telah menyita perhatianku
Yang meneduhkanku dengan rupa balutan air wudhu
Dan suara yang mampu menggerakkan kakiku
Panggilan sholat yang kamu kumandangkan
Mampu membuatku segera bangkit dari setiap kemalasan
Kamu, bawalah aku ke surga Allah besertamu
Kita tetap bersama sampai di taman surga
Yang mengalir sungai susu dan madu dibawahnya
Seperti janji Allah bagi hambanya yang bertakwa ...

Pembawa teduh,pembawa tenang. Pembawaku ke jalan Allah. Terima kasih.

Jumat, 12 September 2014

Bicaralah Kepadaku

Selain hembusan angin yang samar-samar, dan detak jantungku sendiri yang redup-timbul, tak ada lagi suara lain yang dapat ku dengar. Aku juga tak berani membuka mulutku kecuali untuk menguap agar mengurangi sedikit dilemaku. 
Jangankan untuk bertanya macam-macam, beralih duduk mendekat saja sungguh terasa berat. Setelah perpisahan yang terlalu lama, aku seperti orang yang baru bertemu dengannya. Serba kaku. Setelah bertanya kabar dan dia menjawab, sudah berhenti disitu. Aku hanya menunduk sambil terus memainkan jari-jariku. Dia, duduk tenang dan menoleh menyerong dari arahku. Mungkin dia juga sama, masih kaku. Tapi dia selalu lebih tenang.
Sebelumnya aku berfikir, saat dua orang bertemu setelah sekian lama berpisah pasti rasanya akan bahagia dan sangat lega. Tapi kenapa aku tidak. Rasanya seperti anak baru gedhe yang sedang janjian bertemu dengan teman dekat hasil sms nyasar. Mau tanya ini, mau tanya itu tapi malu. Mau bercerita banyak hal tapi mungkin belum saatnya. Harus bagaimana?

"Ayolah, cairkan suasana yang semakin beku ini. Menolehlah ke arahku. Ajaklah aku bicara sepanjang dan selebar yang kau mau.... Kamu pasti masih ingat aku ini tidak pandai menyembunyikan perasaanku. Aku bisa gelagapan jika harus bertanya padamu lebih dulu. Bertanyalah sesukamu, aku akan mencari kata paling baik untuk menjawabnya. Tenangkanlah aku, bicaralah kepadaku... Hai kamu, yang sudah lama tidak bertemu."

Rabu, 10 September 2014

Definisi Rindu

Libur akhir semester yang biasanya ku tunggu-tunggu sekarang jadi terasa lama sekali. Jadwal dari sekolah tetap satu minggu, tapi rasanya sudah seperti berabad-abad. Dan saat libur usai, rasanya seperti seorang pengembara yang berjalan ditengah gurun lalu menemukan air minum. Sekolah lagi, bangun pagi-pagi dan berangkat setengah berlari. Aku sampai di taman sekolah, menunggu dia yang selalu memberi senyum pertamanya saat memasuki pintu gerbang.
Aku menyambutnya dengan suka cita, kutebarkan senyum sumringah yang paling keren yang aku bisa.
"Kenapa?"
"Apanya yang kenapa?"
"Tersenyum selebar itu?"
"Apa tidak boleh. Aku senang bertemu lagi denganmu. Setelah libur panjang itu."
"Satu minggu kamu bilang panjang?"
"Iya. Menurutmu tidak panjang?"
"Tidak."
"Selalu saja. Menjawab dengan singkat. Aku kira kata-kata pertama yang akan kamu ucapkan itu lebuh so sweet, selamat pagi dengan senyum menawan misalnya. Tapi ternyata malah menanyaiku kenapa tersenyum lebar padamu."
"Selamat pagi." dengan wajah datar dan tanpa senyum.
"Seharusnya tadi."
"Ya sudah, aku pergi." Lalu membalikkan badan dan akan melangkah pergi.
"Tunggu dulu..." teriakku kesal.
"Ada apa?"
"Kenapa meninggalkanku? Aku ... rindu."
"Rindu???"
"Setiap saat aku memikirkanmu. Ingin cepat masuk supaya bisa bertemu. Apapun yang aku lakukan seperti selalu membawaku untuk mengingatmu. Aku menanti-nanti kabar darimu. Kalau aku sms katamu mengganggu. Aku jadi serba salah. Saat aku makan, rasanya nasi dipiring berjajar membentuk namamu. Saat mau tidur, tiba-tiba ada namamu di doaku. Entah kenapa..."
"Oya?? Bukankah nasi itu sengaja kamu bentuk dipiring jadi huruf-huruf dalam namaku?"
"Sebenarnya iya. Habis mau bagaimana? Kamu ingin mengatakanku bodoh?"
"Iya, tapi kamu sudah lebih dulu mengatakannya."
"Selalu saja."
"Dan doamu, terima kasih selalu membawa namaku dalam doamu."
"Yang benar saja?? Jadi kali ini aku berguna?"
"Iya sedikit."
"Haaaaa tidak apa-apa. Yang penting aku berguna, sedikit juga tidak apa-apa. Lalu, apa kamu tidak rindu?"
"Apa itu rindu?"
"Apa? Kamu tidak merasakannya? Ingin bertemu aku atau teringat-ingat terus dengan wajahku?? Tidak sama sekali kah?
"Sepertinya tidak. Aku menjalani hariku dengan biasa. Hanya saja..."
Sebelum melanjutkan kata-katanya, dia menatap persis mataku.
"Aku merasa jenuh terhadap waktu. Aku merasa kegiatan yang biasa kukerjakan di waktu libur menjadi tidak menarik lagi bagiku. Dan satu-satunya yang ingin kulakukan setelah libur usai adalah, memberikan senyum pertamaku untuk gadis aneh yang selalu menungguku di bawah pohon flamboyan."
Mendengar jawabannya, membuatku tersenyum malu-malu. Iya, dia rindu kepadaku.
"Lalu kenapa tidak datang ke rumahku?"
"Tidak. Aku membiarkan rasa ini. Biarkan membengkak, supaya saat bertemu denganmu, hatiku bisa merasakan bahagia yang luar biasa."
Aku mengangguk, melihatmu tersenyum semanis itu padaku. Entah apa pengertiannya, tapi yang jelas, rindu itu rasanya tidak enak sekali. Serba resah, serba menyalahkan waktu yang kuanggap berjalan terlalu pelan. Saat aku kesal kenapa matahari dan bulan tidak segera berganti peran. Saat aku hanya menginginkan satu hal saja dalam hidupku. Yaitu, bertemu.

Selasa, 09 September 2014

Pulanglah.. Kembalilah ...

Yang dihadapanku kini,
Bukan yang biasa kukenali
Arahmu sudah semakin membelok
Kakimu seperti tak dapat dikendalikan
Kamu, nahkoda yang kehilangan haluan

Aku meneriakkimu,
Kembali... Cepat kembali...
Sebelum ombak menggulungmu
Sebelum angin melemparmu ke daratan
yang tidak akan mau bersahabat denganmu

Aku ingin sekali mengejarmu
Tapi seperti yang kamu tau, aku tidak bisa berenang
Aku hanya memanggilmu dengan lantang
Entah kamu dengar atau kamu abaikan

Pulang ... Pulanglah ...
Ada aku disini, kamu tidak sendiri
Aku menerimamu, pulanglah kepadaku
Pulang ... Pulanglah ...
Berdirilah dihadapanku lagi
Aku lah rumah tempatmu untuk kembali

Jumat, 05 September 2014

Yang Kau Sembunyikan

Apa yang mau kau katakan??
Apa yang ingin kau coba jelaskan padaku?
Aku tidak ingin mendengarnya jika yang kamu sampaikan itu tidak benar adanya.
Tenanglah... kita sudah menghabiskan banyak waktu bersama. Sudah banyak tanah yang kita pijak berdua. Aku selalu mengikutimu, bahkan ketika kamu tidak ingin diikuti. Sekarang kamu ingin menjauh karena rasa bersalahmu telah mengecewakanku.
Tidak perlu berlaku sebodoh itu. Kamu pasti tau, bahwa aku akan selalu menerimamu. Semua orang punya sisi gelap dalam hidupnya. Dan aku menawarimu untuk merakit sinar-sinar agar gelapmu perlahan-lahan menghilang. Aku tidak akan menuntutmu macam-macam. Aku tidak ingin kamu semakin larut dalam kegelapan.
Katakanlah, bahwa kamu tidak akan membuatku kecewa dua kali. Jika kamu merasa bersalah, bukankah kau akan memperbaiki? Jika kamu pergi, kesalahanmu mungkin tak akan mudah untuk kumaafkan lagi. Aku ingin kamu disini dan membenahinya.
Cinta itu benar-benar buta kan? Hanya aku yang masih ingin melihatmu disaa-saat terpurukmu. Dan aku berbangga menjadi satu-satunya yang ada disampingmu. Aku tetap akan mendampingimu. Sampai kamu benar-benar sadar bahwa kata maaf saja, itu tidak cukup. Kamu harus melakukan pembuktian, mencari obat yang paling ampuh untuk menyembuhkan lukanya.
Aku memang sudah memaafkanmu, bahkan sebelum kamu memintanya. Tapi saat aku telah memafkanmu, itu bukan berarti rasa sakitku telah sembuh. Aku perlu untuk kamu obati. Bisakan, jika kutukar kata maafku dengan obat darimu?
Tidak sulit untuk membuatku bahagia. Tidak susah memulihkan kepercayaanku yang terlanjur kamu buat berantakan. Kamu hanya perlu tetap tinggal, menjalani hidupmu dengan baik. Dan buatlah aku bangga menjadi yang ada disampingmu. Menjadi yang kamu perhitungkan. Menjadi yang ingin kamu bahagiakan... Bisakan???

Kamis, 04 September 2014

Lelah-mu

Lelahmu... tidak perlu kamu sembunyikan
Tidak perlu kamu utarakan
Dengan diammu, aku sudah membacanya
Dari bisumu, aku tau kamu sedang terluka

Jangan berikan senyuman itu padaku
Aku tau senyummu pura-pura
Kamu berikan senyum itu supaya aku berfikir
Bahwa kamu baik-baik saja

Bersedihlah jika kamu ingin bersedih
Semua orang memiliki batas untuk menjadi kuat
Semua orang berhak berhenti jika ia merasa lelah
Kamu tidak perlu memaksa diri untuk tetap melangkah

Menangislah bila perlu
Pandanganku tidak akan berubah terhadapmu
Aku tidak ingin kamu menjadi pembohong
Bahkan dengan alasan ingin menyenangkan orang lain sekalipun

Aku akan pergi
Dalam beberapa waktu akan kubiarkan kamu sendiri
Aku tidak akan datang untuk menemani
Aku tau, kamu butuh waktu untuk menenangkan hati

Tapi, ingatlah...
Jangan terlalu lama dalam keadaan itu
Jangan terlalu lama membisu
Jangan terlalu lama membuatku menunggu
Jika tenagamu sudah cukup, cepatlah berlari

Berlari kesini.... Iya, ke arahku. Manusia yang dengan senang hati menunggumu....

Aku Membaca Kesepianmu

Aku tau itu bukan dirimu.
Kamu tidak sedang menjadi dirimu sendiri. Kamu hanya mengikuti peran yang diminta untuk kamu mainkan, dan kamu tidak cukup percaya diri untuk menolaknya. Kamu hanya ingin orang-orang mengakui keberadaanmu. Kamu mencoba mencari kembali perhatian yang selama ini kamu damba-dambakan dengan cara itu. Dan pada ujungnya, kamu tau itu salah.

Hingga di titik ini, saat kamu gagal memainkan peran, orang-orang memalingkan mukanya darimu. Kamu dianggap telah menyalahi aturan. kamu di tempatkan dalam keadaan yang serba tidak nyaman. Dan disaat seperti itu, kamu mencoba kembali pada dirimu yang sebenarnya. Keadaan tidak berubah. Kamu tetap dipersalahkan.

Kamu terus berjalan menggeluti waktu. Ke desa-desa, ke gunung-gunung, ke laut-laut yang belum pernah kamu kenal sebelumnya. Membawa diri bersama setengah keberanianmu. Kamu menyapa rimba, mencoba bersahabat dengannya. Mencoba mencari perlindungan barangkali suatu waktu ada binatang buas yang siap memangsamu. Mencoba bersahabat dengan karang, barangkali suatu waktu ada ombak yang siap mengombang-ambingkanmu di tengah lautan. Kamu merasa lelah. Sangat lelah. Kamu singgah ke desa, barangkali suatu waktu ada yang bersedia menjadi rumah untukmu berlindung dari panas dan hujan.

Di bawah pohon kekar yang menantang langit itu, kamu duduk dan menyandarkan lelahmu. Matamu terpejam, mencoba mengulang yang ada di belakang. Perlahan-lahan penyesalanmu membeku, merubah bentuknya ke dalam butiran air, merambati matamu yang sedikit terpejam. Menuruni pipimu, hingga jatuh di dadamu. Penyesalanmu sesak memenuhi dada, kemudian menjadi sesuatu yang kamu pikirkan, memenuhi isi kepalamu hingga akhirnya, karena kepala tidak sanggup menampung semua, dikeluarkan sedikit demi sedikit melalu air mata itu. Hingga jatuh kembali, di atas dadamu.

Kemudian kamu merasa sedikit lega, kamu membuka mata. Melihat disekitarmu dengan jelas. Rupanya airmatamu telah menyapu dengan bersih seluruh debu yang sebelumnya telah membuat kabur pandanganmu. Kamu berdiri meninggalkan pohon yang sudah mulai gerah menyanggah punggungmu. Kamu berjalan, selangkah demi selangkah. Meninggalkan, desa-desa, gunung-gunung dan laut-laut yang sudah mengajarimu bertahan hidup di dunia liar. Yang kini sudah menjadi sahabatmu. Pada akhirnya kamu harus mengucapkan selamat tinggal pada mereka. Lambaian tangan dan senyum yang mengembang mewakili rasa terima kasihmu yang amat dalam. 

Kamu berjalan, semakin menjauh. Semakin menjauh. Kamu sampai di halaman. Kamu berdiri tepat di depan pintu. Di sanalah rumahmu. Kamu telah kembali. Kamu pulang. Kamu tidak lagi kesepian.


Selasa, 02 September 2014

Aku Mempercayaimu

Aku berjalan ke arahmu
Dengan konflik batin yang menderu
Keinginan ini terlalu kuat untuk mendekatimu
Sedangkan aku juga masih menyimpan malu
Aku bukan siapa-siapamu
Tapi aku ingin menjadi orang yang paling erat menggenggam tanganmu

Aku sampai di hadapanmu

Kamu sedang menundukkan wajahmu
Yang kemudian kamu angkat untuk menatapku
Dan kamu bilang "duduklah di sampingku"

Aku menuruti katamu
Aku duduk dan bertanya "ada apa denganmu?"
Kamu tidak mengeluarkan sedikit kata pun untuk menjawabku
Aku tau kamu sedang memerangi amarahmu

aku ada di sini untukmu
bahkan ketika orang-orang sudah tidak lagi mempercayaimu
mereka menghakimimu
mereka memberikan tuduhan-tuduhan yang tidak benar terhadapmu
saat ini, sebagian orang membencimu
mereka tidak memberimu kesempatan untuk menjelaskan
mereka sudah terlanjur menganggapmu bersalah

mereka tidak melihat apa yang ada dibelakangmu
mereka tidak merasakan bagaimana sulitnya menjadi kamu
mereka membiarkanmu terperangkap dalam malu
mereka memaksamu mengakui apa yang bukan menjadi kesalahanmu

aku belum benar-benar mengenalmu
sejak dulu aku melihatmu hanya dari rasa cintaku
sedangkan kadang cinta bisa saja membutakan mataku
tapi melihatmu tertunduk seperti itu membuatku menjadi tau
aku melihatmu dari sisi lain mataku
kamu sedang terbelunggu
seseorang sedang berusaha menjatuhkanmu
dan kamu tidak memiliki pijakan yang kuat untuk mempertahankan kebenaran itu

aku tidak bisa berbuat banyak hal untuk menyelamatkanmu
aku hanya bisa menjadi orang yang tetap mempercayaimu
mungkin inilah satu-satunya yang kamu butuhkan saat ini
dan inilah satu-satunya yang bisa kuberi

Aku ada disini.. dan mempercayaimu ..