Sabtu, 27 September 2014

Damai Ditanganmu


Akhirnya setelah beberapa waktu nulis tentang cinta, galau dan sebangsanya, kali ini saya menulis tentang pelajaran hidup yang saya dapat kemarin (Kamis, 25 September 2014). Tentang ketidak-tenangan hati karena melihat orang lain lebih beruntung.

Kadang atau sering, kita berkeinginan untuk mendapatkan sesuatu diluar batas kemampuan yang kita miliki. Ingin sesuatu yang lebih lagi dari yang sudah ada. Keinginan-keinginan itu bisa berujung pada perasaan iri, salah satu bentuk penyakit hati. Memang tidak melanggar hukum, tapi rasa iri tersebut akan membuat kita merasa tidak tenang. Namanya juga penyakit, pasti tidak enak rasanya. Setiap saat berfikir untuk dapat memperolehnya dengan singkat. Dan semua itu membuang-buang waktu. Menimbulkan stress karena yang diingini belum tentu bisa dimiliki. Setiap saat resah, hingga akhirnya menganggap dunia tidak adil. Dan itu salah besar. Semua itu berawal dari pemikiran-pemikiran negatif diri sendiri. Karena kita melakukan sebab-sebab yang merusak damai hati, seperti :
  • Tidak pernah merasa cukup. Dalam hidup, kita memang harus selalu berjuang. Tapi kita juga harus mengenal batas-batas. Lebih baik mempertahankan dan menghargai yang sudah ada. Daripada menggebu-gebu untuk sesuatu yang terlalu mempersulit hidup kita. Itulah kenapa, menimbang sebelum memutuskan itu sangat perlu. Jika memang itu baik dan kita merasa mampu, tidak akan ada masalah jika kita ingin mengejar. Semua orang memiliki batas kemampuan, jadi jika kita merasa kesulitan mengejar, lebih baik berhenti daripada menambah masalah baru. Waktu kita terlalu singkat, sedangkan bahagia tidak selalu ada pada hal yang ingin kita dapatkan.
  • Ingin memiliki semuanya. Sudah memiliki A,B dan C masih ingin memiliki D-Z. Sifat serakah itu memang susah dikendalikan. Seandainya kita mau berfikir, untuk apa memiliki terlalu banyak hal, jika dengan memiliki yang sedang saja sudah cukup. Meski kita memiliki banyak hal, kita tetap akan menggunakan sebagian saja, dan sebagian yang lain akan terabaikan. Malah tidak bermanfaat. Mubadzir. Jadi raihlah yang menjadi prioritas, jika ada kebutuhan kedua raihlah jika sudah mampu dan memang memiliki manfaat kedepannya.
  • Ingin berada di puncak tertinggi. Jika kita memiliki kedudukan tinggi, orang lain akan lebih "menganggap" kita. Tapi jika kita belum memiliki pijakan yang kuat, kita akan mudah jatuh. Saat kita melihat orang-orang yang sedang ada di atas, kita ingin seperti mereka. Rasanya semua hal mudah mereka lakukan. Tapi mereka tidak berada di sana begitu saja. Ada yang memang benar-benar berjuang dan ada yang memang memiliki akses besar untuk menujunya. Jadi, pandai-pandailah memahami diri sendiri. Kondisi mental tidak bisa sekuat keinginan yang kita miliki. Lakukanlah yang terbaik dimanapun posisimu. Di atas atau pun dibawah hasilnya tergantung dari tanganmu. Jika kamu mengerjakan kebaikan hasilnya juga akan baik, dan sebaliknya.
  • Ingin seperti orang lain. Saat kita bertemu dengan orang lain yang memiliki sesuatu lebih dari kita, mungkin rasa cemas akan hadir. Merasa posisi kita terancam. Khawatir kalau orang-orang di sekitar akan lebih peduli pada dia yang memiliki kelebihan itu. Kita berupaya untuk bisa seperti dia atau kalau bisa lebih dari dia. Seharusnya tidak perlu seperti itu, semua orang memiliki kemampuannya masing-masing. Jika kita terlalu sibuk untuk berusaha menjadi orang lain, kita akan lupa bahwa sebenarnya kita juga memiliki kelebihan sendiri. Lebih baik fokus, mengembangkan kemampuan sendiri. Lebih baik menjadi kita yang pertama daripada orang lain yang kedua. 
  • Tidak suka melihat orang lain bahagia atau kehidupannya lebih baik (sukses) dari kita. Ini yang terpenting. Penyakit hati yang paling berbahaya. Saat kita melihat orang lain lebih enak hidupnya kita jadi resah, jadi benci pada orang tersebut. Padahal orang itu tidak bersalah pada kita. Tapi kita terlanjur tidak suka karena keadaan yang kita impikan ada padanya. Segala sesuatu yang dia lakukan akan selalu kita pandang buruk. Kita berusaha mencari celah sedetail mungkin untuk menjatuhkannya. Tapi untuk apa semua itu. Kalaupun kita berhasil menjatuhkannya, apakah semua yang dia miliki akan menjadi milik kita? Kalaupun iya, apa yang bisa dibanggakan dengan mengambil paksa hak orang lain? Apa kita bisa jamin hidup kita akan lebih baik setelah itu? Tidak perlu repot dan buang waktu, lihat saja apa yang sudah kamu miliki. Bahagia itu bukan ketika kita memiliki segala hal. Tapi saat kita tidak membanding-bandingkan milik kita dengan milik orang lain.
Mungkin masih ada banyak hal lagi mengenai rasa iri atau ketidak-nyamanan hati karena perbandingan hidup kita dengan orang lain. Tapi itu yang saya pelajari dari kejadian kawan saya kemarin. Dan mungkin kita bisa mulai belajar membersihkan hati dengan beberapa cara:
  • Mengendalikan diri / mengontrol keinginan
  • Sadar dengan keadaan
  • Memahami kemampuan
  • Mensyukuri apa yang sudah dimiliki
  • Berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain
  • Merasa cukup dan tidak muluk-muluk
Yang terpenting : tetap semangat , berusaha , berdoa dan berserah diri. Menyadari bahwa segala hal sudah di atur oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak pernah memeberikan kita sesuatu yang sia-sia. 

DEMIKIAN TEMAN-TEMAN. SEMOGA BERMANFAAT. DAN JANGAN LUPA TERSENYUM :) :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar