Rabu, 10 September 2014

Definisi Rindu

Libur akhir semester yang biasanya ku tunggu-tunggu sekarang jadi terasa lama sekali. Jadwal dari sekolah tetap satu minggu, tapi rasanya sudah seperti berabad-abad. Dan saat libur usai, rasanya seperti seorang pengembara yang berjalan ditengah gurun lalu menemukan air minum. Sekolah lagi, bangun pagi-pagi dan berangkat setengah berlari. Aku sampai di taman sekolah, menunggu dia yang selalu memberi senyum pertamanya saat memasuki pintu gerbang.
Aku menyambutnya dengan suka cita, kutebarkan senyum sumringah yang paling keren yang aku bisa.
"Kenapa?"
"Apanya yang kenapa?"
"Tersenyum selebar itu?"
"Apa tidak boleh. Aku senang bertemu lagi denganmu. Setelah libur panjang itu."
"Satu minggu kamu bilang panjang?"
"Iya. Menurutmu tidak panjang?"
"Tidak."
"Selalu saja. Menjawab dengan singkat. Aku kira kata-kata pertama yang akan kamu ucapkan itu lebuh so sweet, selamat pagi dengan senyum menawan misalnya. Tapi ternyata malah menanyaiku kenapa tersenyum lebar padamu."
"Selamat pagi." dengan wajah datar dan tanpa senyum.
"Seharusnya tadi."
"Ya sudah, aku pergi." Lalu membalikkan badan dan akan melangkah pergi.
"Tunggu dulu..." teriakku kesal.
"Ada apa?"
"Kenapa meninggalkanku? Aku ... rindu."
"Rindu???"
"Setiap saat aku memikirkanmu. Ingin cepat masuk supaya bisa bertemu. Apapun yang aku lakukan seperti selalu membawaku untuk mengingatmu. Aku menanti-nanti kabar darimu. Kalau aku sms katamu mengganggu. Aku jadi serba salah. Saat aku makan, rasanya nasi dipiring berjajar membentuk namamu. Saat mau tidur, tiba-tiba ada namamu di doaku. Entah kenapa..."
"Oya?? Bukankah nasi itu sengaja kamu bentuk dipiring jadi huruf-huruf dalam namaku?"
"Sebenarnya iya. Habis mau bagaimana? Kamu ingin mengatakanku bodoh?"
"Iya, tapi kamu sudah lebih dulu mengatakannya."
"Selalu saja."
"Dan doamu, terima kasih selalu membawa namaku dalam doamu."
"Yang benar saja?? Jadi kali ini aku berguna?"
"Iya sedikit."
"Haaaaa tidak apa-apa. Yang penting aku berguna, sedikit juga tidak apa-apa. Lalu, apa kamu tidak rindu?"
"Apa itu rindu?"
"Apa? Kamu tidak merasakannya? Ingin bertemu aku atau teringat-ingat terus dengan wajahku?? Tidak sama sekali kah?
"Sepertinya tidak. Aku menjalani hariku dengan biasa. Hanya saja..."
Sebelum melanjutkan kata-katanya, dia menatap persis mataku.
"Aku merasa jenuh terhadap waktu. Aku merasa kegiatan yang biasa kukerjakan di waktu libur menjadi tidak menarik lagi bagiku. Dan satu-satunya yang ingin kulakukan setelah libur usai adalah, memberikan senyum pertamaku untuk gadis aneh yang selalu menungguku di bawah pohon flamboyan."
Mendengar jawabannya, membuatku tersenyum malu-malu. Iya, dia rindu kepadaku.
"Lalu kenapa tidak datang ke rumahku?"
"Tidak. Aku membiarkan rasa ini. Biarkan membengkak, supaya saat bertemu denganmu, hatiku bisa merasakan bahagia yang luar biasa."
Aku mengangguk, melihatmu tersenyum semanis itu padaku. Entah apa pengertiannya, tapi yang jelas, rindu itu rasanya tidak enak sekali. Serba resah, serba menyalahkan waktu yang kuanggap berjalan terlalu pelan. Saat aku kesal kenapa matahari dan bulan tidak segera berganti peran. Saat aku hanya menginginkan satu hal saja dalam hidupku. Yaitu, bertemu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar