Jumat, 14 November 2014

Apa Kamu Tau?

Seperti yang kamu bilang
Aku bukan penulis yang baik
Aku tidak pandai bercerita
Aku bukan pembicara yang handal
Dan kalimat paling akhir
Yang mungkin kamu ciptakan
Hanya untuk menyenangkan hati
Yang pada saat sebelumnya kamu lemahkan
Bahwa aku adalah pendengar yang baik
Itu cukup bagimu untuk membiarkanku
Tetap duduk di sampingmu
Aku selalu merepotkanmu
Memaksamu mengajari segala ketidaktauan-ku
Tapi itulah satu-satunya cara mendapat perhatianmu
Aku akan selalu pura-pura tidak tau
Agar kamu terus mengajariku
Agar kamu tetap disampingku 


Benar juga kata Agnes Monica : "Cinta ini kadang-kadang tak ada logika"
Aku rela menyembunyikan pengetahuanku dan dengan sukarela kamu anggap bodoh, hanya untuk mencuri perhatianmu yang sangat mahal itu. Apa kamu tau???

Diary waktu SMP .... :) He..he..

Kamis, 13 November 2014

Rindu Raut Datarmu

Iya, kamu memang tidak begitu akrab dengan rasa yang sedang tumbuh dihati beberapa orang ini
Rupanya, matematika lebih membuatmu tertarik dari pada aku
Aku yakin, seandainya aku berubah jadi bidadari pun, kamu tidak akan peduli
Nilai ulanganmu jauh lebih penting kan daripada nasib perasaanku?
Lebih baik melihatku jatuh saat lomba lari kan daripada ulanganmu dapat nilai enam?
Mungkin semua organ dalam tubuhmu sudah berubah menjadi otak semua
Untung saja ini jaman modern, sudah ada handphone untuk mengirim pesan
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau kita hidup di jaman dahulu kala
Setiap aku menulis surat untukmu, pasti akan kamu balas dengan mengoreksinya
Aku bersyukur ada yang menciptakan barang canggih itu
Setiap aku mengetik, huruf depannya otomatis kapital
Juga setelah aku menggunakan tanda baca, sudah otomatis semua
Kata yang disingkat-singkat juga sudah menjadi hal yang wajar, kamu akan kehabisan bahan
Dan kamu juga tidak perlu membuang-buang kertas hanya untuk membalas pesanku dengan singkat

"Haiiii ... Met siang. Udah sampe rumah belum? Cepetan makan siang ya. Terus istirahat. Belajarnya nanti sore saja lagi. Kasihanilah otakmu. :) :)"

"Ya."
Kamu tau tidak, Bombom dan Mamanya di sinetron Bidadari itu selalu membuatku geregetan. Tapi balasan SMS darimu itu selalu jauh lebih membuatku gemas rasanya. Kalau saja HP itu tidak mahal, mungkin sudah kulempar berulang-ulang.

Kamu juga jarang sekali tertawa. Mungkin kamu kelebihan zat besi, sehingga expresimu jadi lempeng begitu. Tidak bisa melengkung sedikit kah? Bahkan aku rasa, film Tom & Jerry itu harus melambaikan tangan ke kamera, karena tidak pernah berhasil membuatmu tertawa.

Tapi...........

Setelah kali ke tiga aku menyaksikan Flamboyan bersemi, aku baru menyadari semuanya. Bahwa memang kamu bukanlah orang yang dengan mudahnya mengumbar tawa. Kamu hanya tersenyum, itupun tidak pada semua orang. Karena, semakin kamu tersenyum, semakin mereka akan terpukau. Jadi, yang kamu lakukan waktu itu, adalah untuk menjaga perasaanku. Kamu juga ingin nilaimu selalu bagus, karena kamu yakin, orang yang cerdas akan memiliki tempat yang baik saat bekerja nanti. Dan dengan pekerjaan yang baik itu, ayahku akan menerimamu kan?
Dan aku sadar, aku ini orang yang mudah larut. Kamu membalas pesanku dengan singkat, agar aku tidak kelewat batas menggunakan benda canggih itu. Agar aku tau, saat yang paling tepat untuk menggunakannya.
Apa yang aku kirimkan padamu harus kupakai sendiri kan?

Pulang sekolah-langsung ke rumah-makan siang-istirahat-belajar di sore hari. Selesai.
 

Rabu, 12 November 2014

_ _ _ _ _ _

Kenyataannya, hingga detik ini aku masih tak berani dekat denganmu, Mas.
Mas sendiri yang menggariskan jarak batas untuk kita. Mas tidak ingin kita berada pada jalan yang menyesatkan, bukan?
Aku juga tak berani menatapmu lama-lama. Aku belajar darimu Mas. Bahwa bertatapan lama-lama bisa memperdaya kesadaran diri kita. Mas selalu menyembunyikan penglihatan. Menjaga mata Mas dari hal-hal yang diharamkan untuk dilihat.
Aku tetap memandangimu dari tempat dudukku, melalui celah jendela. Aku tau Mas sadar akan keberadaanku. Mas tetap membersihkan halaman dengan seolah-olah tak peduli. Agar aku tidak berharap dapat bermanja dengan Mas sebelum waktunya.
Bada Maghrib aku selalu mengulur waktu berdoaku sedikit lebih lama. Berharap, saat jamaah selesai beribadah dan pulang ke rumah, Mas akan menghampiriku. Sekedar berucap 'Assalamualaikum' atau apa begitu. Tapi selalu, Mas malah sibuk mempersiapkan tempat dan materi untuk anak-anak yang mengaji.
Hufffhhhh...... mencintai dengan cara yang benar itu memang susah ya Mas. Aku tidak boleh memandangmu lama meski senyummu itu bisa menenangkan setiap gelisahku. Kita tidak boleh bertemu tanpa adanya mahram yang mendampingi, sedangkan orang yang jatuh cinta inginnya hanya berdua saja.
Aku merenungkan ini dengan senyum-senyum sendiri Mas. Aku selalu membayangkan jika kisah cinta kita seperti yang ada di FTV. Tapi tentu saja itu salah. Dan aku paham benar Mas, Bahwa Mas ingin menjagaku, diri dan kesucianku. Mas telah mencintaiku secara benar. Mas ingin aku menjadi pendamping yang setia sampai di kehidupan kedua. Oleh karena itu, aku akan patuh dengan cara mencintai seperti ini, aku akan tetap menunggu di tempatku yang suci.

ttd

:)

Selasa, 11 November 2014

Desember

Kepada Bapak,
Masih di sebuah tempat yang belum ku tau jelasnya..

Bapak, bagaimana kabar Bapak?
Semoga Bapak selalu dalam kesehatan dan perlindungan-Nya.
Bapak, sekarang bulan November, dan aku bahagia karena sebentar lagi Desember.
Iya Bapak, bulan Desember aku berjanji untuk menemuimu.
Aku sudah mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari. Tentang pakaian mana saja yang mau kubawa, oleh-oleh apa yang kiranya bisa membuat Bapak suka. Aku jadi seperti seorang gadis beranjak dewasa yang baru pertama bertemu pacarnya.
Bapak, aku sudah membayangkan bagaimana pertemuan kita nanti. Saat pesawat sudah landing kemudian aku berjalan menuju pintu keluar bandara, dan saat pintu itu terbuka, ada Bapak yang tersenyum sambil menitikkan sedikit air mata, lalu menawarkan pelukan hangat padaku. Dan aku tanpa pikir panjang akan segera menyambut pelukan itu. Aku akan menangis bahagia sejadinya.
Setelah itu kita pulang ke rumah Bapak, aku bisa menyeduh kopi untuk Bapak. Aku bisa masak bubur ayam kesukaan Bapak. Bapak tidak perlu khawatir, aku sudah pandai membedakan garam dan vitsin, aku juga sudah lihai membedakan ketumbar dan merica. Bapak akan menikmati masakanku dan mengacungkan dua jempol setelah itu, aku janji.
Bapak, Bapak akan tau bahwa putri yang dulu tak mau makan saat Bapak pamit akan pergi, kini sudah serupa dengan Ibu. Saat Bapak berbincang denganku di teras rumah nanti, Bapak akan sadar bahwa Bapak sebentar lagi akan dipanggil Kakek oleh seorang cucu. Bapak akan sadar, bahwa Bapak hanya memiliki sedikit waktu untuk mengisi shaf paling depan dari jajaran sholatku. Karena mungkin, cepat atau lambat, tempat Bapak akan digantikan oleh Imam yang lain. Imam yang berhasil mengambil hatiku darimu, Bapak.
Bapak, saat malam tiba, aku akan meminta Bapak untuk tidur bersamaku. Biarkan istri Bapak mengalah dahulu. Biarkan dia tau, bahwa rasa kangenku ini sudah seperti satu bilangan yang dibagi dengan angka nol - tak terdefinisi. Agar aku bisa mendekap Bapak erat-erat, meskipun malam itu gelap, tapi dia tak menakutiku. Tapi aku akan pura-pura takut, agar Bapak sedia untuk tak meninggalkanku sebelum aku bangun pagi esok hari.
Aku akan mengajak Bapak jalan-jalan menelusuri kampung selepas Subuh nanti. Aku terus menggandeng tangan Bapak seperti sepasang pengantin baru. Aku akan sedikit menyandarkan kepalaku yang tepat sejajar dengan bahu Bapak, aku akan melepas rindu. Rinduku akan tuntas pada hari itu Bapak. Hari saat aku menemuimu.
Bapak, ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu. Tentang pertama kali aku jatuh cinta. Bagaimana aku patah hati. Saat pertama aku tidak mengacaukan dapur lagi. Saat pengambilan rapor dan teman-teman diambilkan oleh orang tuanya, dan aku... Bapak jauh disana, Ibu sakit dan tak bisa keluar rumah. Aku sangat sedih, bahkan nilai sembilan pada raporku seakan tak bernilai apa-apa. Maaf Bapak, aku kebablasan, seharusnya tidak ada hal sedih dalam surat ini. Biarlah cerita ini kusimpan dulu. Aku harus menunggu sampai kita bertemu. Cerita ini akan Bapak simak baik-baik diwaktu sore, saat kita menikmati pisang goreng dan teh hangat bersama diteras rumah.

Bapak, semoga Allah meridhoiku, bulan Desember kita akan bertemu...

Dari yang selalu merinduimu,

Diah Nofita Dewi Binti Suroso (putri sulungmu)

Senin, 10 November 2014

Tanpa Judul

Dan akhirnya kedua kakiku memaksa untuk berhenti karena sudah mencapai puncak lelahnya. Nasib ini seperti debu yang dipontang-pantingkan angin. Hujan tak segera turun. Kemarau tak kunjung berakhir. Diperbatasan musim ini, segala rasa berubah bentuknya. Suram, sayu, resah. Tak mengerti bahasa apa lagi untuk menceritakan keadaan ini. Tak tau gerakan apalagi untuk memberitahukan bahwa aku terpaksa berhenti disini. Dipertengahan waktu yang tak mau beralih dalam jarak dekat. Menunggu kabar baik yang diharap-harap bisa membawanya pergi jauh meninggalkan tempat yang tak layak tinggal ini. Bunyi gaduh riuh di tepi jalanan tak akan lagi terdengar membisingkan, karena masa ini terlampau lebih bising dari suara kendaraan yang tak henti bersahutan. Dalam bungkam, hati ini menjerit-jerit. Tak bisa menemukan kata paling tepat untuk melepas semua beban yang menghadang nafas keluar dari rongga-rongga. Sampai tak terasa lagi jika ada yang mengusik, karena keadaan ini sudah jauh lebih tidak asyik. Keinginan untuk segera lepas dari penakaran ini sudah membabi buta. Mencari celah dari sudut ke sudut, berharap menemui jalan keluar. Tapi hanya berputar-putar ditempat yang sama. Entah tersesat, bingung atau bagaimana. Tapi yang jelas, aku masih disini, ribut dengan kegelisahanku sendiri. Dan masih belum menemui, jalan untuk kembali.

Tulisan yang tak sengaja kuketik dalam keadaan ngigau berat...

Minggu, 09 November 2014

Pu.Isi

Jika aku diijinkan lagi untuk mengenalmu
Itu akan kulakukan
Karena mengenalmu adalah awal bahagiaku
Jika aku diijinkan lagi untuk menyayangimu
Sudah pasti akan kulakukan
Karena menyayangimu adalah kebahagiaanku setiap waktu
Jika aku diijinkan menjadi milikmu
Sudah pasti aku bersedia
Karena setelah mengenal dan menyayangimu
Menjadi milikmu adalah tujuan terakhirku ...

Sabtu, 08 November 2014

Penghuni Hutan Gundul

Malam ini terpaksa kuluangkan waktu untuk menulis tentang  mantan tukang pijitku yang naluri eksisnya sudah akut : Nur Miftakhul Jannah. Tolong jangan salah paham, dia tidak se-wow namanya.... hahahaha

Jadi, beberapa waktu yang lalu, Si Mifta ini minta aku nulis tentang dia. Sebenarnya males banget sih. Tapi yaahh itung-itung menyenangkan hati orang dan lumayan buat olahraga jari, jadi ya gini aku nulis juga deh. Untuk Mifta, jangan ge-er ya... :D

Mifta ini teman SMA-ku, aku mengenalnya saat kelas X. Kita beda kelas, tapi aku lupa dengan cara apa kami bertemu dan akhirnya bersahabat (dia pengen banget disebut sahabat soalnya). Entah kenapa juga Tuhan menyatukan kami dalam sebuah kamar kos. Ditambah lagi kelas XI & XII kami sekelas di program IPA. Mifta itu pinttttteeeeeeerrrrrrr sekali, dia selalu juara umum. Dia juga baik. Kenapa aku menyebutnya baik? Itu karena dia rajin membawakan cemilan kulit melinjo kesukaanku. Ya, neneknya seorang pedagang snack di kantin sekolah dasar di desanya yang tertinggal. Desanya amat terpencil, bahkan jin saja malas tinggal disana. Kalau misal aku datang ke rumahnya hari ini, saat aku pulang ke rumah mungkin desaku sudah jadi provinsi statusnya. Iya gitu. Kalian percaya saja, aku jujur kok orangnya.
Mifta itu sebenarnya ga rajin-rajin amat, dia belajar sewajarnya, tapi ga tau kenapa dia bisa pinter banget kaya gitu. Dia juga punya semangat yang luar biasa besar. Dia ingin memperbaiki hidupnya dan membuat keluarganya sejahtera. Karena dia anak tertua dan ayahnya sudah meninggal sejak dia masih kecil. Dia punya adik laki-laki dan yang paling boncel perempuan. Ibunya bekerja di Malang, dan ibunya keren. Aku sempat berburuk sangka, jangan-jangan Mifta itu tertukar sama anak jin. Tapi setelah aku pikir-pikir, jin kan ga ada yang mau tinggal didesanya Mifta. Oke, mungkin tertukar dengan anak kadal. Iya itu baru mungkin.
Tapi bagaimanapun bentuknya, Mifta adalah salah satu sahabat yang kusayang-sayang. Dia sering aku ajak menginap dirumahku. Karena dirumahku banyak orang yang selera humornya tinggi, jadi aku harap dia bisa tertawa. Dia itu suka sekali sama bakso. Pada suatu hari aku pernah menyisihkan uangku untuk mengajaknya makan bakso bersama di kedai bakso solo di jalan kecil arah ke kanan dari terminal Kesamben (aku harap dia terharu). Dan dia makan dengan lahapnya, entah kenapa hal kecil itu membuatku bahagia.
Tapi aku juga sering sebal sama dia, soalnya dia itu susah banget dimintai contekan. Mungkin dia ingin mengajari aku dan teman-teman untuk berusaha dan tidak mengambil jalan pintas. Tapi kami semua salah paham. Dan sering sebal sama dia. Iya sekali-kali dia memang harus disebelin satu kelas, biar greget. Anggap saja cobaan hidup ya Mif... hehehe
Aku juga sempat kecewa sama Mifta, kalau ga salah waktu itu kelas XII. Semakin hari nilainya merosot. Ternyata dia sudah berani pacaran. Entah sejak kapan dia berkenalan dengan namanya cinta. Aku cuma pengen ketemu pacarnya buat bilang supaya dia jadi pacar yang membawa hal positif. "Hal Positif" ya bukan "Positif" aja (catet)... eh jadi nglantur. Terus setelah itu mungkin dia sadar nilainya turun akhirnya dia bangkit kembali. 100 buat Mifta.
Setelah lulus aku jarang komunikasi dengannya. Dia sombong sekali, bisa-bisanya mengacuhkan anak orang nomer satu di negeri ini. Nomernya juga sering ganti, difikirnya dia artis yang dikejar-kejar banyak fans apa..... idihhh males banget.
Dan setelah beberapa abad mengadu nasib di kota besar, Malang, Surabaya dan sekitarnya, Mifta akhirnya memutuskan untuk menyerahkan jiwanya kepada seorang laki-laki pilihan hatinya. Dan bulan September kemaren lahirlah malaikat mungil dari rahimnya, Jessica siapa gitu, Mifta kasih namanya susah sih. Tapi, Mifta pasti sangat bahagia. Sekarang dia hidup dengan keluarga kecilnya, dia usaha kue dirumah. Dia tetap memperjuangkan hidupnya. Dia tidak pernah berhenti berusaha. Dia adalah orang yang kuat. Orang yang selalu membuatku ingat bahwa hidup ini bukan hanya untuk tidur nyenyak dan makan enak. Tapi untuk mendapat itu semua perlu perjuangan keras. Tidak bisa ongkang-ongkang kaki dan menunggu uang milyaran jatuh dari langit.
Masih banyak hal tentang Mifta, tapi kalau aku ceritakan semua mungkin bisa lebih panjang dari sejarah penjajahan Belanda. Ini bukan tulisan inspirasi, cerita bagus atau apalah. Aku menulis ini agar yang membaca tau, aku punya sahabat sehebat Mifta. Seorang anak sok imut dari daerah tertinggal yang punya semangat belajar tinggi. Berjuang sekeras mungkin untuk mengenyam pendidikan. Dan disinilah akhirnya, dia bahagia bersama keluarga kecilnya. Selamanya (harapan kami semua)
Oiyaaaa, lupa menjelaskan tentang judulnya. Saat Mifta memintaku untuk menulis tentangnya aku menyanggupi dan aku bilang aku akan menulis dengan judul "Penghuni Hutan Gundul". Dan dia sebal. Karena membuatnya sebal adalah caraku bergembira jadi aku teruskan saja. Hey Mifta, semoga kamu sebal membaca isi postingan ini. Semakin kamu sebal, semakin aku bahagiaaaaaa..... ahahahahahahaha

:) Persahabatan itu indah. Jika tidak ada pertimbangan untung rugi didalamnya. Cintailah sahabatmu, dia adalah orang yang tak memiliki hubungan darah denganmu, namun bisa menyayangimu lebih dari keluarga. Jangan lupa tersenyum yaaaa :)

Senin, 03 November 2014

Akhirnya Saya Tahu

Ada pejalan kaki yang sedang singgah dibawah pohon rambutan samping rumah. Dengan kaos, celana pendek dan topi lusuhnya. Dialah yang biasa membantu mengatur lalu lintas di pertigaan depan, bukan polisi hanya sukarelawan. Di seberang tempatnya berteduh, seorang lelaki lain  dengan pakaian rapi dan segar sedang bersandar di mobilnya. Sembari bercakap-cakap dengan entah siapa. Membicarakan bisnis jual beli motor lawas. Dengan tawa yang sesekali lepas. Di jalan yang sama-sama ada di depan mereka, berjalanlah seorang perempuan yang hilang akalnya. Yang berjalan menunduk terseok tanpa perhatian terhadap sekelilingnya. Kemudian dia pingsan. Saya ada dilantai dua, tak bisa segera turun. Saya tetap melihat dari atas, karena saya berfikir meskipun siang itu sepi, tapi ada dua orang lelaki yang ada di dekat perempuan setengah baya itu. Dan ada hal yang membuat saya terkejut....

Lelaki pebisnis tadi langsung menghentikan teleponnya, dengan tergesa-gesa dia mendekati perempuan yang telah pingsan dihadapannya, langsung dia bopong ke bawah pohon rambutan tempat singgah lelaki pengatur jalan tersebut, karena hanya disitulah tempat berteduh. Setelah mengambil minuman di dalam mobil dan sebotol kecil berwarna hijau (mungkin minyak kayu putih), lelaki itu duduk kembali di bawah pohon rambutan dan memberikan pertolongan pertama. Menunggu perempuan itu sadar, mereka saling berbicara. Samar-samar saya mendengarkan perbincangan mereka.
Pengatur jalan : Mas, sampean ga risih bantu orang gila ini? Baju dan badannya kotor sekali. Terus kalau sudah sadar, nanti dia mengamuk.
Pebisnis : Saya tidak bisa membiarkan orang lain kesusahan. Entah dia normal atau tidak, selagi saya bisa bantu akan saya bantu. Kalau tadi saya tidak ada disini, cuma mas misalnya, apa mas ga tolongin?
Pengatur jalan : Ya mungkin tidak mas. Saya tinggal pergi saja. Saya takut mas, dia kan gila. Orang gila kan ga bisa mikir.
Pebisnis : Sampean ga kasihan?
Pengatur jalan : Kasihan sih kasihan, tapi kalau menyusahkan diri sendiri ya ga mau. Saya ini sudah susah mas, masa mau nambah lagi susahnya.
Pebisnis : Saya yakin perempuan ini juga tidak mau jadi gila. Mungkin dia sangat tertekan dengan keadaan. atau entah karena apa. Tapi dia juga berhak ditolong. Bagaiman kalau seandainya sampean atau kerabat sampean yang gila? Jika diperlakukan seperti itu bagaimana?
Pengatur jalan : Yaaa, untungnya keluarga dan kerabat saya ga ada yang gila mas.

Pebisnis itu diam dan terus mengoleskan minyak kayu putih ke perempuan tadi. Mungkin pebisnis itu heran dengan cara berfikir pengatur jalan itu. Dan saya lebih heran lagi. Saya berfikir, orang bawah tau bagaimana rasanya susah, maka dia akan saling bantu terhadap orang lain. Dan orang atas, saya memandang mereka kebanyakan adalah pribadi yang angkuh. Dan benar apa kata orang bijak "don't judge a book by its cover".... Memang demikian, kita tidak bisa membuat kesimpulan sebelum kita selesai membaca bukunya. Saya perlu meminta maaf kepada pebisnis tersebut karena sebelumnya saya menyangka bahwa yang akan menolong perempuan itu adalah si pengatur jalan. Dan saya salah.

Baik atau buruknya seseorang bukan karena kedudukannya. Siapapun dia, jika dia memang baik, kaya atau miskin dia akan berlaku baik. Dan sebaliknya. Memang tidak ada yang sempurna. Ada yang baik buruk seimbang. Ada yang dominan baik. Ada yang dominan buruk. Dan jadilah orang yang dominan baik, kamu akan bahagia.

Akhirnya saya tahu ...

Sabtu, 01 November 2014

Akulah Rumahmu

Aku bukanlah pelabuhan
Tempat semua kapal berhenti berlayar

Aku bukanlah tanah lapang
Tempat rumput-rumput liar akan tinggal

Aku bukanlah sungai
Yang siap menampung seberapa banyakpun air hujan

Aku adalah rumahmu
Tempat yang setia menanti saat kau tinggal pergi
Tempat yang selalu berusaha membuatmu betah lama-lama
Tempat yang tidak akan membiarkanmu terlantar
Tempat yang tetap menunggu untuk kepulanganmu

Ingatlah selalu...
Bahwa akulah rumahmu ...