Selasa, 11 November 2014

Desember

Kepada Bapak,
Masih di sebuah tempat yang belum ku tau jelasnya..

Bapak, bagaimana kabar Bapak?
Semoga Bapak selalu dalam kesehatan dan perlindungan-Nya.
Bapak, sekarang bulan November, dan aku bahagia karena sebentar lagi Desember.
Iya Bapak, bulan Desember aku berjanji untuk menemuimu.
Aku sudah mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari. Tentang pakaian mana saja yang mau kubawa, oleh-oleh apa yang kiranya bisa membuat Bapak suka. Aku jadi seperti seorang gadis beranjak dewasa yang baru pertama bertemu pacarnya.
Bapak, aku sudah membayangkan bagaimana pertemuan kita nanti. Saat pesawat sudah landing kemudian aku berjalan menuju pintu keluar bandara, dan saat pintu itu terbuka, ada Bapak yang tersenyum sambil menitikkan sedikit air mata, lalu menawarkan pelukan hangat padaku. Dan aku tanpa pikir panjang akan segera menyambut pelukan itu. Aku akan menangis bahagia sejadinya.
Setelah itu kita pulang ke rumah Bapak, aku bisa menyeduh kopi untuk Bapak. Aku bisa masak bubur ayam kesukaan Bapak. Bapak tidak perlu khawatir, aku sudah pandai membedakan garam dan vitsin, aku juga sudah lihai membedakan ketumbar dan merica. Bapak akan menikmati masakanku dan mengacungkan dua jempol setelah itu, aku janji.
Bapak, Bapak akan tau bahwa putri yang dulu tak mau makan saat Bapak pamit akan pergi, kini sudah serupa dengan Ibu. Saat Bapak berbincang denganku di teras rumah nanti, Bapak akan sadar bahwa Bapak sebentar lagi akan dipanggil Kakek oleh seorang cucu. Bapak akan sadar, bahwa Bapak hanya memiliki sedikit waktu untuk mengisi shaf paling depan dari jajaran sholatku. Karena mungkin, cepat atau lambat, tempat Bapak akan digantikan oleh Imam yang lain. Imam yang berhasil mengambil hatiku darimu, Bapak.
Bapak, saat malam tiba, aku akan meminta Bapak untuk tidur bersamaku. Biarkan istri Bapak mengalah dahulu. Biarkan dia tau, bahwa rasa kangenku ini sudah seperti satu bilangan yang dibagi dengan angka nol - tak terdefinisi. Agar aku bisa mendekap Bapak erat-erat, meskipun malam itu gelap, tapi dia tak menakutiku. Tapi aku akan pura-pura takut, agar Bapak sedia untuk tak meninggalkanku sebelum aku bangun pagi esok hari.
Aku akan mengajak Bapak jalan-jalan menelusuri kampung selepas Subuh nanti. Aku terus menggandeng tangan Bapak seperti sepasang pengantin baru. Aku akan sedikit menyandarkan kepalaku yang tepat sejajar dengan bahu Bapak, aku akan melepas rindu. Rinduku akan tuntas pada hari itu Bapak. Hari saat aku menemuimu.
Bapak, ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu. Tentang pertama kali aku jatuh cinta. Bagaimana aku patah hati. Saat pertama aku tidak mengacaukan dapur lagi. Saat pengambilan rapor dan teman-teman diambilkan oleh orang tuanya, dan aku... Bapak jauh disana, Ibu sakit dan tak bisa keluar rumah. Aku sangat sedih, bahkan nilai sembilan pada raporku seakan tak bernilai apa-apa. Maaf Bapak, aku kebablasan, seharusnya tidak ada hal sedih dalam surat ini. Biarlah cerita ini kusimpan dulu. Aku harus menunggu sampai kita bertemu. Cerita ini akan Bapak simak baik-baik diwaktu sore, saat kita menikmati pisang goreng dan teh hangat bersama diteras rumah.

Bapak, semoga Allah meridhoiku, bulan Desember kita akan bertemu...

Dari yang selalu merinduimu,

Diah Nofita Dewi Binti Suroso (putri sulungmu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar