Jumat, 12 Juni 2015

Menyadari apa yang kulakukan malam ini. Sepertinya aku terlalu menyudutkanmu. Jadi maafkan aku.

Ada adu argumentasi antara kita. Padahal mungkin hanya hal sepele yang kubesarkan. Mungkin aku yang kelewat peka. Aku memang begitu. Semoga kau bisa menerima.

Lalu ada yang menarik dari percakapan kita. Saat aku menjelaskan bahwa sebenarnya aku ini orang yang sedikit cerewet. Aku mengutarakan begitu saja padamu hal yang tak kusuka, yang telah kau lakukan. Dan akhirnya kau bertanya, bagaimana jika kita telah memiliki ikatan halal dan aku menemukan banyak hal yang tak kusuka darimu. Kujelaskan saja bahwa jika yang tak kusuka memang tidak baik untukmu sebaiknya kau merubah itu. Dan jika yang tak kusuka itu ternyata adalah hal yang baik berarti aku yang harus menyesuaikan diri. Kau sama sekali tak perlu berubah demi aku atau demi siapapun. Karena kau adalah kau. Bukan bayangan yang diciptakan oleh orang lain. Kau harus berubah jika memang perubahan itu baik untukmu.

Dan setelah sepanjang itu mungkin kau khawatir bahwa aku memiliki penilaian yang tidak baik tentangmu. Katamu kau tak perlu menjelaskan bahwa kau adalah orang yang memang baik. Aku bisa menilaimu dari banyak hal, dari satu-satunya media sosialmu yang kumiliki misalnya. Iya, itu sudah kulakukan sejak dulu karena aku begitu ingin tau tentangmu. Kau juga bilang aku bisa bertanya pada ibumu. Ahh bagaimana bisa? Apa kau tau sejak SMA aku sering diajak paman mampir ke kedaimu, menikmati makanan favoritku. Saat itu tak ada rasa malu sedikit pun. Tetapi, semenjak aku mendengar kabar tentang niatan baik itu, aku sudah tak berani lagi mampir. Aku canggung dan entah kenapa aku merasa malu. Aku harus berjuang keras menasehati perutku yang terus merengek membayangkan bakso ukuran jumbo dan keripik singkong pelengkap di meja kedaimu. Aku seperti tak punya muka berhadapan dengan ibumu, wanita mulia yang mungkin pada akhirnya akan kupanggil ibu itu. Rasaku berkecamuk, campur aduk. Bagaimana aku mau bertanya tentangmu pada beliau sedangkan aku sendiri khawatir, apa aku ini sudah memenuhi kriteria calon menantu idaman atau belum. Aahh sudahlah.

Setelah itu ku jelaskan bahwa aku yakin kau adalah orang yang baik. Dan kau memintaku untuk mengingat ini :
"Aku tak sebaik yang kamu fikir dan juga tak seburuk yang kamu sangka"
Baiklah akan selalu ku ingat. Tetapi sadarkah kamu, bahwa semua orang memang begitu. Sebaik apa aku ini hingga aku harus menuntutmu menjadi orang yang sempurna baik. Dan seburuk apa aku ini untuk mendapatimu yang sepenuhnya buruk. Tidak. Bukan seperti itu. Semua orang juga tau bahwa tak ada yang sempurna di muka bumi ini. Kata-kata itu tak hanya berlaku untukku. Tetapi juga untukmu. Suatu hari, jika kita telah bernaung di bawah atap yang sama pasti kau akan menemukan bahwa oh ternyata aku begini, aku begitu, aku tak seperti dugaanmu. Pasti seperti itu. Apa kau tau bagaimana khawatirnya aku tentang hal itu? Aku hanya memiliki satu hal yang kubiasakan sejak dini, yaitu kejujuran. Tak ada yang kututupi darimu. Agar kau tau sebenar-benarnya tentang aku. Mungkin akan bisa meminimalkan kekecewaanmu saat kau tau segala tentangku.

Sebenarnya tulisan ini untuk ku simpan. Akan kubagikan kelak jika kita diinjinkan bercengkerama di teras rumah, sebagai pengingat bahwa kita pernah berbeda pendapat hanya karena satu kata. Tapi, aku tak bisa. Aku sunggung-sungguh ingin kau membacanya. Aku ingin kau tau maksud hatiku. Padamu. Sudah itu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar