Jumat, 27 Juni 2014

Surat Untuk Ayah

Surabaya, 27 Februari 2013
Yth. Ayah
di sebuah tempat yang belum ku tau jelasnya
Ayah, aku ingin cerita. Malam ini aku menonton televisi. Masih ditemani kue bolu dan coklat panas, kesukaanku. Di TV aku melihat sebuah film pendek yang bercerita tentang sepenggal kisah ayah dan anak. Betapa pengorbanan sang ayah itu sangat berarti bagi sang anak. Pengorbanannya begitu besar. Dia berusaha keras melindungi putrinya. Melawan hujan dan terik matahari. Meski dengan beban yang kian hari kian menumpuk di pundaknya. Dia hanya bisa menyembunyikan keluh kesahnya dari sang anak. Saat matahari bersinar sangat terik, mereka kepanasan. Penuh peluh di sekujur tubuhnya, meluap dari pori-porinya. Matanya memerah, ingin menjatuhkan air mata. Tapi dia menahannya. Lalu anaknya bertanya:
"Ayah, kenapa mata ayah merah?"
"Tidak apa-apa sayang. Mungkin ayah tidak kuat menahan hawa panas ini."
"Tapi mataku tidak merah yah"
"Iya sayang, karena kamu harus selalu menjadi anak yang kuat"
Dan ketika hujan turun, ia pun sangat bersedih. Ia tak tau bagaimana membawanya agar putrinya tidak terlena di pinggir jalan dengan beribu-ribu titik air yang seperti terus memukul tanpa henti. Ia ingin membawa putrinya ke suatu tempat yang hangat, bukan lagi emperan toko. Lalu dia menangis sepuasnya. Karena saat hujan, dia bisa menyembunyikan air matanya dari sang anak.
Ayah, pada saat itu, aku teringat padamu. Pengorbananmu pasti sangatlah besar untukku. Seperti pengorbanan sang ayah dalam cerita itu, meski dengan cara yang berbeda. Dan seandainya ayah tau, aku sangat merindukan masa-masa itu ayah. Saat ayah mendekapku dengan luapan kasih sayang. Kebahagiaan yang belum pernah kurasakan lagi sejak ayah meninggalkan aku dan ibu tujuh tahun lalu.
Apa ayah masih mengingatnya?
Apa ada kerinduan yang sama denganku, saat ayah dalam lelah dan sepi?
Ayah ...
Jika aku diberi satu kesempatan untuk melakukan suatu hal, aku akan mencarimu ayah. Untuk mengingatkanmu, bahwa akulah putri yang dengan sabar menunggu untuk merawat masa tuamu.
Jika aku diberi waktu untuk berharap, aku ingin terus menjadi anak kecil. Agar ayah selalu ada disampingku, menyayangiku dan melindungiku.
Jika aku diijinkan untuk mengulang hidupku, aku akan tetap ingin menjadi putrimu. Apapun yang ayah lakukan, ibu selalu mengajariku untuk memaafkan. Ayah selalu memperjuangkan yang terbaik untuk kami. Ayah hanya sedang diuji, dan ayah tidak mampu melewatinya, hingga ayah pergi meninggalkan kami. Ibu juga selalu mengingatkan bahwa kasih sayang dan perjuangan ayah jauh lebih besar daripada kesalahan yang ayah lakukan. Bersyukurlah ayah, Allah menitipkan putrimu ini pada seorang wanita yang mulia dan besar hatinya.
Dan inilah harapan terakhir dari surat ini, jika aku memiliki waktu untuk berbicara padamu, aku akan mengatakan sebuah hal ayah. Bahwa "aku bahagia dilahirkan sebagai putri ayah".
Dengan penuh kerinduan,
Diah Novita Suroso

2 komentar:

  1. :')

    Beliau juga pasti bahagia punya anak seperti mbak diah :'))

    BalasHapus
  2. Amiiiinn... Semoga Mba Dhan...... uhug uhug... :')

    BalasHapus