Senin, 30 Juni 2014

Semut & Manusia Bertopeng di Sekitarku

Pada dasarnya, semut dan manusia bertopeng itu sama banyaknya.
Tapi keduanya memiliki perbedaan yang cukup kuat ...

Malam ini ada banyak semut di mejaku, berbondong-bondong mengerubungi piring kotor sisa makanku yang belum sempat ku cuci karena ada tayangan televisi yang masih membuatku tertarik.   Kali ini, aku tidak mengusir semut-semut itu, karena aku baru menyadari bahwa ternyata hubungan sosial antar semut itu jauh lebih baik dari beberapa manusia yang hidup di sekitarku saat ini. Manusia yang pandai sekali menyembunyikan jati dirinya, sampai aku tidak tau kepada siapa lagi harus percaya.

Semut, selalu bergotong royong mencari makanan demi memenuhi kebutuhan hidup koloninya. Jika tidak bisa dibawa sendiri, semut lain akan datang membantunya. Seperti yang sedang ku lihat,saat ini beberapa semut saling bantu untuk mengangkat potongan duri ikan bandeng yang di beberapa bagian masih ada dagingnya. Kalau hubungan sosial mereka tidak baik, bisa saja kan antar semut saling berebut, siapa cepat dia dapat. Tapi yang ku lihat tidak demikian. Hubungan yang indah. Kehidupan yang rukun dan penuh kehangatan. Saling berjabat tangan saat bertemu, entah apa maksudnya tapi itu adalah hal kecil yang sering diabaikan manusia. Mereka tinggal dalam lubang kecil yang panjang, pengap dan sesak di bawah tanah sana. Namun mereka tetap bahagia dan saling mengasihi. Tidak ada yang saling sikut dan berebut tempat.

Bagaimana dengan manusia?
Manusia yang selalu penuh dengan persaingan demi meraih kasta tertinggi. Rela menyingkirkan satu sama lain. Hidup penuh kebohongan. Jungkir balik bukan untuk meraih keberhasilan yang murni, tapi untuk melenyapkan kebahagiaan orang lain. Aku juga masih belum tau, sebenarnya mereka begitu karena pengaruh sinetron yang fiktifnya berlebihan atau justru sinetron itu dibuat sedemikian rupa sebagai cerminan kehidupan nyata. Mereka saling menjelek-jelekkan. Tak akan terlewat dalam ucapan mereka, aib dan kekurangan orang lain. Sedangkan seburuk apapun hidupnya sendiri, disimpan rapat tanpa celah. Saling berlomba dan beradu seperti hidup di zaman rimba. Yang paling licik akan menjadi penguasa dan lama bertahan sampai datang orang licik lain yang menggulingkannya. Dan begitu seterusnya, seperti lingkaran yang tidak ada ujungnya.

Seharusnya manusia (yang bermuka dua) itu sadar diri atas perbuatan kotornya.  Manusia dengan kata "TIDAK TAU MALU" yang tertulis tebal di wajahnya. Mungkin semut hanya makhluk kecil, tapi mungkin hatinya jauh lebih besar dari manusia yang memiliki tubuh besar, kekar, kuat dan otak yang bisa digunakan untuk berfikir apa saja. Bisa melakukan semua hal, bisa memasak, mengurus rumah, bisa bekerja, bisa menciptakan sesuatu, seharusnya. Tapi sayangnya ada beberapa manusia yang tidak menggunakan otak itu sebagaimana mestinya. Dan hatinya yang mereka bilang digunakan untuk berkasih dan mencinta itu, sudah hilang entah kemana.

Mungkin semut menyimpan jawabnya ...

Diah Novita
@12 Mei '13 : 03.15 p.m

Tidak ada komentar:

Posting Komentar